(Foto : Davy Byanca)

Mimpi Seorang Hamba

Oleh: Davy Byanca

(Foto : Davy Byanca)

Suatu malam, seorang hamba yang saleh bermimpi sedang berdialog dengan Tuhan. Ia berkata, “Wahai Tuhan, aku ingin mewawancarai-Mu, adakah Engkau ada waktu untukku?” Tuhan tersenyum seraya berkata, “Waktu-Ku kekal. Cukup untuk melakukan semua hal, apa yang ingin kau tanyakan?”

Ia bertanya, “Apa sesungguhnya yang mengejutkan-Mu tentang manusia seperti diriku ini, wahai Tuhan?” Dengan tersenyum, Tuhan berkata, “Mereka bosan menjadi anak-anak, ingin cepat-cepat tumbuh dewasa, kemudian mereka ingin menjadi anak-anak lagi. Mereka kehilangan kesehatan untuk mencari uang, lalu kehilangan uang untuk mengembalikan kesehatannya. Mereka khawatir tentang masa depan, sehingga lupa masa kini, jadi mereka tidak hidup di masa depan maupun masa kini. Mereka hidup seolah-olah mereka tidak pernah akan mati, dan mereka mati seolah-olah mereka tidak pernah hidup.”

Tuhan lalu meraih tangan lelaki itu, menaruhnya dalam tangan-Nya. Lelaki itu lalu bertanya lagi, “Lalu pelajaran kehidupan apa yang baik agar hamba-hamba-Mu ini dapat memperbaiki dirinya?”

Tuhan berkata, “Semua pelajaran hidup sudah Kuberikan melalui nabi dan rasul yang Ku-utus ke muka bumi ini. Tetapi baiklah akan Kuulangi lagi hal-hal sederhana agar hatimu tetap dapat menampung cahaya iman dari-Ku.” “Apa saja pelajaran hidup itu, wahai Tuhan?”

Tuhan berkata, “Belajar bahwa mereka tidak dapat memaksa orang untuk mengasihi, tetapi membiarkan dirinya dicintai. Belajar bahwa yang paling berharga bukanlah apa yang mereka miliki dalam hidup, tetapi siapa yang mereka miliki dalam hidup. Belajar bahwa tidak baik untuk membandingkan diri dengan orang lain, karena setiap manusia akan diadili atas setiap perbuatan yang dilakukannya, bukan atas dasar perbandingan.

Belajar bahwa orang kaya bukanlah orang yang memiliki paling banyak barang, tetapi yang paling sedikit membutuhkan barang dalam hidup. Belajar bahwa hanya dibutuhkan beberapa detik saja untuk melukai hati orang-orang yang kita cintai, tetapi dibutuhkan bertahun-tahun lamanya untuk menyembuhkannya.

Belajar bahwa uang dapat membeli segalanya, kecuali membeli kebahagiaan. Belajar bahwa teman yang sejati adalah seseorang yang mengetahui semua tentang dirinya, tetapi tidak pernah membuka aib dirinya. Belajar bahwa tidak cukup hanya dimaafkan, tetapi mereka harus mampu memaafkan dirinya sendiri.”

Tak terasa genangan airmata di mata sang hamba jatuh menetes menyentuh ‘Tangan’ Tuhan-Nya. Tuhan pun berkata, “Kapan saja kamu bisa datang, Aku selalu siap 24 jam sehari. Kamu tinggal meminta, dan Aku akan menjawabnya.”

Aku pun terbangun sembari menyeka airmata, heningnya malam membangunkanku, para malaikat ingin mendengar rintihan seorang hamba malam ini, laa ilaaha illa anta subhanaka inni kuntu minazh-zhalimiin.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur