Breaking News
(Foto : Okezone Muslim)

Menjadi Pribadi Yang Kritis

Cerita yang Tercecer

Oleh: Davy Byanca

(Foto : Okezone Muslim)

Usai shalat dzuhur di mushola SMAN di Surabaya, aku berdoa cukup lama, tak terasa air mata meleleh di pipiku. Tak kuduga, pak Hasan, pesuruh di kantor tata usaha sekolah mengamatiku. “Mengapa mas menangis sewaktu berdoa?” tanyanya kepadaku, seakan ia sedang menyapa kenalan lama. “Aku tidak tahu mengapa,” jawabku, dengan perasaan gundah. Pertanyaan itu tak pernah kugubris.

Pasalnya, aku menangis karena ada sesuatu di dalam diriku yang hanya dengan airmata aku akan merasakan kedamaian. Cuma itu yang aku tahu. Sama seperti saat kecil, aku melihat emak menangis usai shalat tengah malam di kamarnya. Isak tangis emak membuatku terjaga, tapi aku tak punya keberanian untuk bertanya kenapa beliau menangis.

Esok paginya, aku melihat emak kembali menjalani rutinitasnya dengan ceria dan cerewet. Tak terlihat tanda-tanda bekas tangisannya di malam hari. “Mengapa mas berdoa?” ia bertanya lagi, sesudah diam sejenak. Mengapa aku berdoa? Pertanyaan aneh. Mengapa aku hidup? Mengapa aku bernafas? Mengapa ada orang mati? “Aku tidak tahu mengapa,” jawabku. Dengan penuh kebingungan aku bergumam, “Aku tidak tahu mengapa.”

Setelah kejadian itu, aku kian sering bertemu dengannya, terutama di mushola. Pak Hasan menerangkan bahwa setiap pertanyaan memiliki suatu kuasa yang tak terkandung dalam jawabannya. “Manusia mengangkat dirinya mendekati Tuhan melalui pertanyaan-pertanyaan yang ditanyakan kepadaNya,” katanya berulang-ulang. “Itulah dialog yang sebenarnya. Manusia bertanya kepada Tuhan, dan Tuhan akan menjawabnya. Tetapi kita kadang tak mengerti jawabanNya. Karena jawaban itu akan bersarang dalam lubuk hati dan akan tetap berada di sana sepanjang hayat. Tapi yakinlah suatu saat, akan kautemukan jawaban yang sebenarnya. Hanya dalam dirimu sendiri!” begitu ujarnya.

“Dan mengapa pak Hasan berdoa?” tanyaku suatu hari. “Aku berdoa kepada Tuhan, Penguasa alam semesta ini agar Dia berikan anugerah kekuatan kepadaku untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang tepat.”

Sejak itu, tiap kali berdoa aku selalu mengajukan beberapa pertanyaan dan gugatan kepada Tuhan. Karena doa kujadikan ajang dialogku dengan Tuhan. Tidak semata meminta.

Begitulah. Doa kujadikan ritual, yang tanpa berdoa sehari saja, membuat ada yang kurang lengkap pada hari itu. Secara tak sadar, pak Hasan telah mengajariku menjadi sosok yang kritis. Yang haus dengan pertanyaan; “mengapa, mengapa dan mengapa?” Tentu ada yang senang, tapi lebih banyak yang kurang senang dengan pertanyaan-pertanyaanku.

Aku yakin Islam adalah agama yang rasional dan logis. Artinya, setiap pertanyaan pasti ada jawabnya. Untuk itulah DIA mengutus Muhammad saw sebagai rahmat bagi seluruh alam. “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang hak agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi.” QS. al-Fath [48]; 28.

 

Aku –

menikmati suasana mendung di pagi hari

About Redaksi Thayyibah

Redaktur