Breaking News
(Foto : JTO)

Orang Kaya

Oleh: Joko Intarto

(Foto : JTO)

Mereka orang-orang biasa. Status mayoritas: ibu rumah tangga. Tapi siapa sangka mampu menghidupi 1.937 anak yatim? Derajat kaya hati, ternyata di atas kaya harta.

‘’Berderma jangan menunggu kaya.’’ Itulah pesan dalam iklan layanan masyarakat berjudul ‘’Ojek Payung’’.

Digambarkan dalam iklan itu, seorang ibu kebingungan ketika keluar dari sebuah mall menuju mobilnya yang diparkir di halaman pusat perbelanjaan itu. Hujan begitu derasnya. Sementara dia lupa membawa payung.

Beruntung datanglah bocah lelaki bertubuh kurus dengan baju lusuh yang membawa dua payung. Ia ulurkan salah satunya kepada ibu berpenampilan sosialitas itu.

Sampai di mobil, ibu itu kembali bingung, karena tidak punya uang kecil untuk membayar upah si ojek payung. ‘’Hanya ini yang bisa saya sedekahkan,’’ jawab malaikat kecil itu.

Creative iklan itu diciptakan Petak Umpet, creative agency terkemuka yang bermarkas di Jogja. Langganan perusahaan-perusahaan besar. Saya kenal baik ownernya. Kisahnya Mas Arif Budiman yang dramatik dalam membangun Petak Umpet sempat saya bukukan.

Pesan iklan lawas itu tiba-tiba kembali terngiang di telinga saya, ketika sedang browsing data jumlah anak yatim di Jakarta. Ada berapa? Tinggal di mana?

Data resminya tidak saya temukan. Tetapi ada beberapa berita yang mengarah ke sana. Angka tertinggi yang saya dapatkan adalah 5.600 anak yatim yang disantuni Bank DKI pada tahun 2019. Mereka adalah anak-anak yatim yang tinggal di berbagai panti asuhan.

Anggap saja jumlah 5.600 orang itu valid. Sebanyak 1.937 orang di antaranya bernaung di 41 panti asuhan Aisyiyah seluruh Jakarta. Berarti Aisyiyah berkontribusi mengurus sepertiganya! Berapa dana yang harus disediakan ibu-ibu Aisyiyah di Jakarta setiap tahun?

Ambil satu item saja: Makan. Dengan jumlah yatim 1.937 jiwa, ibu-ibu Aisyiyah harus mencari dana kurang lebih Rp 17,6 miliar per tahun. Angka itu diasumsikan dengan harga makanan Rp 25.000 per jiwa per hari.

Saya tersentak setelah menghitung besarnya anggaran makan hanya untuk makan saja. Itu pun bukan standar makan mewah. Untuk tiga kali makan per hari, saya perkirakan standarnya adalah warteg.

Dari situlah saya mengusulkan kepada Pak Lambang, Direktur PT Surya Sejahtera Umat (SSU) yang setiap hari Jumat menggelar program bagi-bagi makan gratis di jalanan. ‘’Yang di jalanan tidak semuanya susah. Mengapa tidak diubah ke panti yatim saja?’’

Mungkin karena yang ngomong komisaris perusahaan, Pak Lambang setuju-setuju saja. Agenda Jumat Berkah pun bergeser ke panti asuhan yatim Aisyiyah. Bergiliran.

Setelah program Jumat Berkah versi baru berjalan lancar, saya mulai merancang program lain: Qurban Bersama Yatim. Targetnya mendistribusikan daging qurban ke 41 panti yatim agar seluruh penghuninya bisa menikmati makanan bergizi selama setahun penuh.

Bila menggunakan sensus 2019 tentang tingkat konsumsi daging per kapita per tahun, diperlukan 42 ekor sapi dengan berat rata-rata 350 Kg untuk seluruh yatim di panti Aisyiyah.

Agar bisa dipertahankan kualitasnya untuk waktu lama, daging kurban akan didistribusikan dalam tiga paket: Fresh meat yang bisa dimasak dalam beberapa hari, frozen meat yang bisa bertahan dalam kondisi beku selama setahun dan menu siap saji yang bisa langsung dikonsumsi.

Qurban Bersama Yatim adalah program inisiatif. Tahun ini targetnya menemukan model. Tahun depan menjadi pengetahuan yang boleh dikloning siapapun.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur