Breaking News
Masyarakat Turki menebar gandum di bukit-bukit utuk burung selepas hujan salju (Foto : Istimewa)

INFAQ DAN SHADAQAH MEMBUKA KEBERKAHAN

Oleh: Inayatullah Hasyim
(Pengurus Pusat MUI Bidang Hubungan Luar Negeri dan Kerjasama Internasional)

Masyarakat Turki menebar gandum di bukit-bukit utuk burung selepas hujan salju (Foto : Istimewa)

Suatu hari, para petugas pengelola zakat, infaq dan shadaqah datang ke istana Umar bin Abdul Aziz, khalifah dari dinasti Abbasiyah. Mereka melaporkan saldo kas yang masih tersisa, mau diapakan lagi?. Umar bin Abdul Aziz perintahkan, berikanlah kepada para fakir-miskin. Mereka menjawab, “sudah tidak ada lagi orang miskin di negeri ini, wahai Amirul Mukminin.”

Jika demikian, kata Umar bin Abdul Aziz, biaya pernikahan anak-anak muda. “Kami sudah membiayai seluruh anak muda yang menikah. Mereka malah sedang asyik berbulan madu, wahai amirul mukminin”.

Jika demikian,Umar melanjutkan lagi, bayarkan seluruh hutang warga non-muslim baik dari kalangan Yahudi dan Nasrani. “Kami sudah membayarkan hutang-hutang mereka. Tak ada seorang pun yang dililit hutang sekarang”.

Umar kemudian instruksikan: “Jika demikian, belilah gandum dan letakan di atas gunung, agar tak ada burung yang kelaparan di negeri ini”.

Sejak dilantik, Umar bin Abdul Aziz yang tak lain adalah cicit Umar bin Khattab, bekerja sangat sungguh-sungguh. Maka, sejarah mencatat, dalam waktu kekuasaanya yang hanya tiga tahun, negara sulit mencari orang miskin yang berhak menerima zakat, infaq dan shadaqah.

Kartu sehat dan berbagai kartu santunan lainnya tak diperlukan masyarakat. Mereka hidup makmur dengan pemimpin yang adil, dan rakyat percaya untuk memberikan zakat, infaq dan shadaqah mereka melalui negara.

Karena itu, di Turki, masih ada tradisi menebar gandum di bukit-bukit dan gunung-gunung. Gandum ditabur pada musim dingin untuk memberi makan kepada burung-burung yang kesulitan mencari makan akibat negara bersalju.

Tradisi ini sudah dilakukan sejak lebih dari 1200 tahun lalu. Hal ini nampaknya sepele, tetapi itulah bukti bahwa Islam agama rahmatan lil alamin. Dan umat Islam menjadi umatan washatan sebagaimana firman Allah SWT:

وَكَذَٰلِكَ جَعَلْنَاكُمْ أُمَّةً وَسَطًا لِّتَكُونُوا شُهَدَاءَ عَلَى النَّاسِ وَيَكُونَ الرَّسُولُ عَلَيْكُمْ شَهِيدًا….

Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu…“. (QS Al-Baqarah: 143).

Rasulallah SAW mengajarkan kepada kita tentang sikap sebagai umatan washatan itu.

Sebagai pemipimpin, Rasulallah berjanji akan selalu berbuat adil. Keadilan itu tak mengenal kata kompromi jika pada anggota keluarga yang melakukan perbuatan kejahatan. Rasulallah SAW berkata,

لَوْ أَنَّ فَاطِمَةَ بِنْتَ مُحَمَّدٍ سَرَقَتْ لَقَطَعْتُ يَدَهَا

Andai Fathimah anak Muhammad mencuri, niscaya aku potong tangannya”.

Namun demikian, Rasulallah SAW adalah juga seorang pemimpin yang paling lemah lembut kepada setiap orang-orang yang beriman, Allah SWT abadikan dalam firman-Nya.

مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ ۚ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ ۖ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا

“Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya,…” (QS Al-Fath: 29)

Maka, seakan menegaskan sifat rahmat atau kasih sayang orang-orang beriman itulah, Imam Ibnul Qayyim berkata,

إذا مررت بعصفور يشرب من بركة ماء فلا تمر بجانبه لتخيفه وابتغ بذلك وجه الله عسى ان يؤمنك من الخوف يوم تبلغ القلوب الحناجر

“Jika engkau melewati serombongan burung merpati yang tengah minum di kubangan air, janganlah kau mendekat sekedar untuk menakut-nakutinya. Semoga dengan amalan (ringan) seperti itu, Allah memberikan ketenangan padamu di hari ketika setiap hati bertemu dengan ketakutan (pada saat kiamat kelak).”

Untuk mencapai tingkat negara seperti itu, ada dua syarat yang harus dipenuhi. Pertama: pemerintahan yang amanah, dan Kedua: rakyat yang gemar berinfaq dan shadaqah. Pada pemerintahan yang amanah, rakyat tidak akan takut menitipkan hartanya. Mereka sadar bahwa wakaf, infaq dan shadaqah mereka akan didistribusikan sesuai dengan peruntukannya. Tak akan ada yang dikorupsi untuk kepentingan pribadi, golongan atau partai politik.

Sedangkan rakyat harus terus diajak berinfaq dan shadaqah agar dari sana dibukakan pintu keberkahan oleh Allah SWT. Bukankah Allah SWT berfirman:

وَلَوْ أَنَّ أَهْلَ الْقُرَىٰ آمَنُوا وَاتَّقَوْا لَفَتَحْنَا عَلَيْهِم بَرَكَاتٍ مِّنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ وَلَٰكِن كَذَّبُوا فَأَخَذْنَاهُم بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ

Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS Al-A’raf: 96).

Pada bulan Rajab dan Sya’ban, mari kita melatih diri kita untuk sebelum masuk ke bulan penuh kemenangan, Ramadhan. Kita melatih diri kita untuk berpuasa sunnah, berinfaq dan shadaqah. Kita bisa memilih lembaga-lembaga amal swasta yang telah teraudit dengan baik untuk melanjutkan amal-amal infaq dan shadaqah kita.

Maka mari jadikan Rajab dan Sya’ban bulan latihan kita menuju bulan Ramadhan yang setiap ibadah sunnah bernilai wajib, dan setiap amalan baik itu zakat, wakaf, infaq dan shadaqah kelak dilipatgankan nilainya.

Wallahua’lam bis showwab.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur