Breaking News
(Foto : Gunung Rizki)

Mau Vs Mampu

Oleh: Joko Intarto

(Foto : Gunung Rizki)

Namanya Agus. Asli Rembang, Jawa Tengah. Bekerja di Jogja. Menjadi teknisi multimedia perusahaan di Jakarta yang membuka cabang di sana.

Sejak awal Januari, Agus meninggalkan Kota Pelajar itu untuk mencari peruntungan baru di Jakarta. Sambil mencari-cari pekerjaan yang cocok, ia membantu temannya di Tangerang. Menjaga angkringan.

Agus akhirnya menemui saya di Studio Cawang. Tempat produksi Nextzone, virtual live concert part 4. “Saya mau cari kerjaan Pak,” kata Agus.

Saya tidak kenal Agus. Begitu pun Agus: tidak kenal saya.

Agus menemui saya karena disarankan salah seorang temannya. “Temui Pak Joko di Jakarta. Mungkin ada pekerjaan yang cocok,” kata Agus menirukan saran sahabatnya.

Berawal dari chatting melalui Messenger Facebook, Agus akhirnya bertemu saya, semalam.  Pertemuan pertama setelah menunggu tiga hari.

“Anda punya kemampuan paling menonjol dalam bidang apa?” tanya saya.

“Multimedia,” jawab Agus.

“Tidak spesifik. Multimedia begitu luas. Coba jelaskan detailnya,” pinta saya.

“Bongkar dan pasang LED screen, operator resolume dan operator vMix,” jawab Agus.

“Dalam rentang 0 sampai 100 persen, sebagai operator vMix Anda berada di mana?” tanya saya.

“Ada di 70 persen,” jawab Agus.

“Naikkan menjadi 80 persen dalam sebulan. Bisa?” tanya saya.

“Bisa,” jawab Agus.

Saya memang sedang mencari operator vMix. Tetapi harus menguasai software itu minimal 80 persen. Supaya bisa melayani pelanggan virtual event Jagaters.

Penguasaan 70 persen sebenarnya sudah cukup. Tapi pas-pasan. Harus dinaikkan sedikit lagi. Minimal 80 persen. Agar mampu mengatasi problem yang mungkin muncul saat pelaksanaan acara.

“Saya tidak punya karyawan. Semua yang bekerja di Jagaters adalah mitra. Syarat menjadi mitra harus punya skill. Ada masalah dengan sistem kerja seperti itu?” tanya saya.

“Tidak sama sekali,” jawab Agus.

Begitulah senangnya bertemu anak-anak muda yang selalu bersemangat dan optimistis. Tugas saya menjadi lebih ringan. Karena hanya mencarikan pekerjaan. Tidak harus mengajari keahlian.

Agus masih muda. Bujangan. Usianya baru 23 tahun. Masa depannya masih panjang. Ia bisa berhasil kalau bisa mengalahkan dirinya sendiri.

Saya ingat. Pada usia yang sama, tahun 1993, saya mendapat tugas Pak Dahlan Iskan untuk memimpin koran harian Mercusuar di Palu, Sulawesi Tengah. Modalnya hanya kemauan.

Kata Pak Dahlan waktu itu, “Kemampuan bisa dilatih dan dipelajari. Tapi kemauan tidak bisa dibeli.”

About Redaksi Thayyibah

Redaktur