Breaking News
(Foto : Akun Luthfie Basyori)

HABIB, SYARIF DAN SAYYID

Oleh: Luthfi Bashori

(Foto : Akun Luthfi Bashori)

HABIB adalah panggilan familiar bagi keturunan Rasulullah SAW dari jalur Sayyidina Husain, terutama yang hidup di negeri Yaman, khususnya di kota Hadramaut, serta di wilayah Nusantara, karena secara umum warna Islam di Nusantara itu kiblatnya ikut Islam ala Hadramaut, termasuk dalam memilih madzhab, baik dari segi fiqih, aqidah dan tasawwuf.

SYARIF adalah sebutan familiar bagi keturunan Rasulullah SAW yang umumnya dari jalur Sayyidina Hasan, populer di negara-negara Timur Tengah selain Yaman, termasuk di Afrika Utara dan belahan dunia yang lain.

SAYYID adalah panggilan familiar bagi keturunan Rasulullah SAW dari jalur Sayyidina Husain, istilah ini populer di beberapa negara Timur Tengah selain Yaman.

Di Indonesia sendiri, ketiga gelar penghormatan kepada anak cucu dan cicit Rasulullah SAW ini, telah didengar secara familiar di kalangan umat sejak jaman dahulu kala.

Ada nama-nama yang tidak asing di telinga umat Islam, seperti nama SYARIF Hidayatullah yaitu nama dari Sunan Gunung Jati Cirebon.

SAYYID Husein Jumadil Kubra, makamnya ada di Mojokerto Jawa Timur yang diyakini hampir seluruh Wali Songo adalah anak cucu beliau.

HABIB, adalah gelar keturunan Rasulullah SAW yang paling terkenal di Indonesia hingga saat ini, dan gelar ini sangat familiar di kalangan masyarakat pecinta Ahlul Bait, bahkan hingga sekarang masih sering disebut-sebut oleh masyarakat umum hingga insan media.

Jadi, perbedaan panggilan gelar Habib, Syarif dan Sayyid bukanlah sesuatu yang perlu dipermasalahkan.

Bahkan ada juga gelar lain, yaitu MAULANA yang berkonotasi sebagai panggilan bagi anak cucu Rasulullah SAW, seperti MAULANA Malik Ibrahim salah satu Wali Songo asal Gresik.

Mereka adalah orang-orang yang wajib kita cintai, kita hormat, kita muliakan dan kita dengarkan nasehat baiknya, karena kita adalah penganut aqidah Aswaja.

Sering ada pertanyaan: “Bagaimana menyikapi jika ada Ahlul Bait yang melenceng dari aqidah Aswaja, misalnya jadi Syiah, jadi Wahhabi, jadi Liberal, atau ikut aliran sesat lainnya ?”

Jawabannya:

“Secara umum, kita tetap mencintai dan menghormati Ahlul Bait-nya Rasulullah SAW. Namun jika ada salah seorang dari mereka yang melenceng dari ajaran Rasulullah SAW dan para Salaf Aswaja dari kalangan Ahlul Bait, maka haram bagi kita untuk mengikuti ajaran sesatnya, bahkan tidak elok kita bergaul dengannya karena kesesatan aqidahnya.

Ibarat kita mempunyai istri, di saat sehat maka kita diperintahkan untuk menampakkan rasa cinta, penghormatan bahkan bebas bergaul dan mengumpulinya sebagai pasangan suami istri.

Namun tatkala istri kita sedang haid, maka haram bagi kita untuk mengumpulinya, namun kita tetap mencintainya sebagai anggota keluarga. Jika istri sudah suci dari haidnya, maka halal bagi kita untuk mengumpulinya kembali secara normal.

Demikian juga terhadap Ahlul bait yang melenceng dari aqidah Aswaja, kita tetap menghormatinya sebagai Ahlul Bait, namun kita dilarang (haram) mengikuti ajaran Syiah yang dibawahnya, atau ke-Wahhabi-annya, atau ke-Liberal-annya, atau kesesatan lainnya.

Kecuali kalau ia sudah tobat, dan kembali kepada aqidah Aswaja, maka kita wajib menempatkannya sebagai orang yang kita cintai, kita hormati dan kita dengarkan nasehat baiknya.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur