Breaking News
Tanaman Kopi Arabica (Foto : Coffeeland)

Syariat Menanam Arabica

Oleh: Gus Nur

Tanaman Kopi Arabica (Foto : Coffeeland)

Untuk menghasilkan kopi Arabica yang spesial banyak kondisi harus diperhatikan. Setidaknya lingkungan harus memenuhi persyaratan.

Beberapa kali saya dikirim Arabica asli. Bener-benar murni tanpa campuran. Tapi hasil akhirnya rasa lebih dekat ke Robusta. Menang di aroma saja. Dan saya terawang memang syarat lokasi nggak sesuai karena setidaknya Arabica itu harus di tanam diketinggian 1200mdpl keatas bukan tanah berpasir. Akhirnya beberapa waktu lalu nemu yang fisically serupa, tapi rasa bener-benar beda. Karena lokasi tanam juga berbeda.

Sebagaimana menanam Arabica, menjalankan syariat sendiri pun juga ada lingkungan tersendiri. Karena kalau tidak, rasanya juga akan beda. Contohnya, hukum potong tangan itu wajib. Ayatnya qath’i/tegas. Sama wajibnya dengan sholat, puasa dll. Jika diterapkan pasti tidak ada pencurian. Tapi butuh kondisi-kondisi tertentu untuk diterapkan, seperti kadar pencurian harus sampai ukuran, pencurian bukan karena urusan perut/ kelaparan, dilaksanakan dalam sistem Islam yang sempurna.

Kalau hukum potong tangan dilaksanakan pada sistem yang amburadul seperti demokrasi saat ini, dimana pajak tinggi beban hidup tinggi tapi fasilitas dasar tidak terjamin, hukum memihak konglomerat, maka dipaksakan penerapannya akan justru menimbulkan chaos.

Maka kondisi ideal harus diwujudkan untuk terlaksananya kewajiban-kewajiban tadi. Contoh kondisi ideal itu seperti zaman Khalifah Umar. Gaji guru saja 20 juta kurs sekarang. Pajak tidak ada. Bahkan tanah tidak akan terlantar. Ada orang punya lahan tidak digarap, ditunjuk hidungnya dibilangi, “Tanami lahanmu! Jika tidak akan aku jabel aku berikan saudaramu”. Si pemilik tanah otomatis langsung mengerjakannya. Nggak punya modal maka Baitul Mal selalu terbuka, memberikan pinjaman tanpa bunga. Hampir tanpa seleksi, hanya ditunjuk petugas mengawasi kegiatan usaha si peminjam agar duit benar-benar digunakan untuk usaha.

Sistem Khilafah itu identik dengan kemakmuran. Turun temurun sampai daulah Utsmaniyah, di jalan-jalan yang dilalui musafir ada bangunan disebut Daarud Faqiiq atau rumah tepung. Di sediakan bahan membuat makanan oleh negara secara cuma-cuma untuk musafir siapapun dan berderet di sepanjang jalan menuju Makkah. Karena dana Baitul Mal senantiasa ada walaupun nggak sebanyak 11 trilyun yang masih katanya, tidak juga ngembat dana haji yang uangnya terpakai, jamaahnya tak diberangkatan juga.

Di zaman Nabi perzinahan hanya ada 2 kali. Bandingkan dengan sekarang, disalah satu kabupaten Jawa Tengah saja dalam satu kasus ada 240 pelajar SMK hamil duluan.

Tapi begitulah, haytsumaa takuunus syar’u takuunu al-maslahah, dimana syariat itu dilaksanakan, maka disitu maslahat didapatkan. Dan Syariat Islam itu hanya bisa diterapkan dalam sistem Islam, seperti untuk mendapatkan Arabica yang baik juga harus dari dataran tinggi dan bukan tanah pasir.

 

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur