Breaking News
Kopi setelah keluar dari perur luwak, diolah kemudian dikonsumsi. (Foto : Istimewa)

Kopi yang Tidak Meragukan

Oleh : Gus Nur

Kopi setelah keluar dari perur luwak, diolah kemudian dikonsumsi. (Foto : Istimewa)

Menurut rumor, kopi yang paling enak itu kopi luwak. Kopi merah yang masak terus dimakan luwak. Dlm perut luwak terjadi proses kimiawi, keluar berbentuk feses bercampur biji kopi. Nah, kemudian jadilah kopi luwak, kopi hasil proses BAB-nya luwak.

Mahal memang. Ketika biji kopi biasa mencapai 40 ribu, kopi luwak feses saya pernah menjual 150 ribu/ 600 gram. Bahkan bentuk ground coffee (bubuk) ada yang jual sampek 1,5 juta.

Namun saya sendiri lalu tinggalkan penjualan kopi luwak itu karena ada ikhtilaf tentang boleh tidaknya atau halal haramnya.

Ada pak kyai bilang kalo biji kopi tetap tidak berubah, baik cita rasa maupun aromanya, atau misal ditanam lagi bisa tumbuh, maka boleh setelah disucikan.
Tapi kalo berubah sifatnya, yang dikarenakan unsur luar seperti sebab bercampur dengan feses, maka dzat kopinya sendiri jadi najis. (Bukan mutanajjis/ terkena najis).

Dan faktanya kopi luwak berubah, makin enak.

Alesan kedua, prosesnya ribet. Kulit ari kopi mesti mengembang dan sangat banyak yang sobek. Kalo sudah sobek maka cairan feses musti masuk terus meresap ke pori-pori kopi juga.
“Kopi luwak saya pasti bersih Gus, terjaga…”
Ya silahkan klaim seperti itu tapi jangan ke saya, coz sayanya gak percaya. Sy pernah meneliti untuk menghasilkan 1kg biji kopi butuh ribuan biji yang satu-persatu di teliti keutuhan kulit arinya yang ketempelan kotoran luwak.
Jadi bye bye luwak, tak tinggal rejeki yang syubhat dari ngurusin BABmu.

Saya terclosing kaidah:
دَعْ مَا يَرِيبُكَ إِلَى مَا لَا يَرِيبُكَ
Tinggalkan apa yang meragukan menuju apa yang tidak meragukan kamu.

Kalau saya ditanya bagaimana hukum kopi luwak, maka saya jawab “ada yg menghalalkan, ada yg mengharamkan”.
Apa anda minum kopi luwak? Tidak.
Kenapa?
Saya mauquf (tidak berpendapat halal haramnya). Tapi saya ikut kaidah:
الْخُرُوجُ مِنْ الْخِلَافِ مُسْتَحَبٌّ
Keluar dari perbedaan pendapat adalah disunnahkan.

Saya keluar dari perbedaan pendapat tersebut,  toh Kopi Lanang, baik rasa, aroma dan khasiatnya juga luar biasa.

Nah kaidah ini juga diterapkan pada sholat witir.  Kalo makmum di Muhammadiyah saya ikut 3 rakaat 1 salam. Kalo sendiri 1 rakaat salam.

Kenapa? Karena dalam pendapat Hanafiyah, ikut hadits
لاَ تُوتِرُوا بِثَلاَثٍ وَأَوْتِرُوا بِخَمْسٍ أَوْ سَبْعٍ وَلاَ تُشَبِّهُوا بِصَلاَةِ الْمَغْرِبِ
Jangan witir 3, witirlah 5, atau 7. Jangan menyerupai maghrib.

Dan juga
عَنْ قَيْسِ بْنِ أَبِى حَازِمٍ قَالَ رَأَيْتُ سَعْدًا صَلَّى بَعْدَ الْعِشَاءِ رَكْعَةً فَقُلْتُ مَا هَذِهِ قَالَ رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يُوتِرُ بِرَكْعَةٍ
Dari Qays bin abi hazim
Aku melihat saad sholat setelah isya 1 rakaat. Aku bertanya “apa ini”,  Saad menjawab: aku melihat Rasulullah saw witir 1 rakaat.

Lho, 3 rakaat 1 tahiyat kan beda dengan maghrib?  Betul. Apalagi cuman 1 rakaat.

Seperti juga ketika Jumat bareng hari raya, saya tetep ikut Jumatan. Walaupun ada pendapat yang menyatakan sekedar sunnah bukan wajib.
Karena, “Tinggalkan apa yang meragukan menuju apa yang tidak meragukan kamu“. (Al hadits)

Jadi urusan ngopi pun pilihan saya yang sama sekali nggak meragukan.

Jadi andapun jangan ragu nyimpen nomer saya, #YukSruput bareng GusNur, Coffeepreneur
wa.me/6285749502865.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur