Breaking News
Perang Badar, sebuah ilustrasi (Foto : Kompasiana)

KISAH PERANG BADAR

Diceritakan oleh Al Habib Munzir Al-Musawa

Perang Badar, sebuah ilustrasi (Foto : Kompasiana)

Sampailah kita di hari yang mulia ini, 17 Ramadhan, yang mengingatkan kita kepada peristiwa Badr al-Kubra. Dimana diterangkannya bendera pembela Sang Nabi Saw., pertamakali ketika beliau Saw. berhadapan dengan kaum Muhajirin dan Anshar di Madinah al-Munawwarah sebelum menuju Badr al-Kubra, maka di saat itulah wajah yang paling ramah, wajah yang paling indah, wajah yang dikatakan oleh Sayyidina Anas bin Malik:

مَارَأَيْنَا مَنْظَرًا أَعْجَبُ مِنْ وَجْهِ النَّبِي

“Tidak ada pemandangan kutemukan lebih indah dari wajah Sang Nabi (Saw.), lebih menakjubkan dari wajah Sang Nabi.”

Ketika berdiri kaum Muhajirin dan Anshar menghadap wajah yang paling mulia, wajah yang paling sopan, wajah yang paling berkasih sayang dari seluruh makhluk Allah, wajah yang dikatakan oleh Allah :

وَإِنَّكَ لَعَلَى خُلُقٍ عَظِيْمٍ ( القلم : 4

“Sungguh engkau (Muhammad) memiliki akhlak yang agung.” (QS. al-Qalam ayat 4).

Wajah yang selalu menjawab cinta dari semua umat bahkan dari benda mati, demikian Sayyidina Nabi Muhammad Saw. Maka Rasulullah Saw. berkata: “Bagaimana pendapat kalian?” Maka berkata salah seorang Anshar:

لَكَأَنَّكَ تُرِيْدُ مِنَّا يَارَسُولَ اللهِ ؟

“Ya Rasulullah tampaknya engkau menunggu pendapat kami?”

Maka Rasul Saw. berkata: “Betul, bagaimana pendapat kalian wahai kaum Anshar?” Maka salah satu kaum Anshar berkata:

يَارَسُولَ اللهِ اِمْضِ بِنَا لِمَا أَرَدْتَ فَنَحْنُ مَعَكَ, لَوْ اسْتَعْرَضْتَ بِنَا هَذَا اْلبَحْرَ فَخَضْتَهُ لَخَضْنَاهُ مَعَكَ مَا تَخَلَّفَ مِنَّا رَجُلٌ وَاحِدٌ لَعَلَّ اللهُ يُرِيْكَ مِنَّا مَا تَقَرَّ بِهِ عَيْنُكَ

“Wahai Rasul, kami akan ikut bersamamu ke manapun engkau pergi. Jika engkau mengajak kami ke manapun kami akan ikut. Jika engkau berdiri di depan lautan lalu masuk ke dasar lautan, kami akan ikut dan tidak akan tersisa satu pun dari kami kecuali ikut denganmu. Barangkali dengan itu kami bisa menggembirakan hatimu wahai Rasulullah.”

Inilah tujuan Muhajirin dan Anshar yang selalu ingin menggembirakan hati Nabi Muhammad Saw. Mereka rela mati kesemuanya demi menggembirakan hati Muhammad Rasulullah Saw.

فَسُرَّ وَجْهُ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ,

“Maka terlihat terang benderang dan gembira wajah Rasul Saw.”

Maka mereka pun berangkat.

Malam 17 Ramadhan malam munajat. Sang Nabi berdoa ke hadirat Allah terangkat kedua tangannya hingga jatuh rida’nya (rida’ adala sorban di pundak) dari panjangnya doa beliau Saw. Diantara doa beliau Saw. berdasarkan riwayat Shahih al-Bukhari:

اَللَّهُمَّ إِنْ تَشَأْ لَا تُعْبَدُ بَعْدَ اْليَوْمِ …

“Wahai Allah aku risau kalau seandainya kelompok kecil kami ini kalah, orang-orang yang banyak tidak siap berperang, senjata terbatas tidak mampu berbuat apa-apa, kalau sampai kalah kelompok ini dan habis dibantai. Aku risau tidak ada yang menyembahMu di muka bumi, karena seluruh orang-orang, para da’i, para pembela Sang Nabi kumpul di Badr, kalau semuanya dibantai maka habislah, tinggallah dhu’afa (orang-orang lemah) di Makkah dan kaum wanita di Madinah. Maka setelah ini jangan-jangan tidak ada lagi yang menyembahMu kalau sampai kelompok ini kalah.”

Demikian risaunya Sang Nabi, beliau mempunyai jiwa yang risau, paling risau sesuatu menimpa umatnya inilah jiwa Sayyidina Muhammad, inilah jiwa yang Allah katakan:

لَقَدْ جَاءكُمْ رَسُولٌ مِّنْ أَنفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُم بِالْمُؤْمِنِينَ رَؤُوفٌ رَّحِيمٌ (التوبة : 128 )

“Sungguh telah datang kepada kalian seorang Rasul dari jenis kalian sendiri, yang sangat menjaga kalian dan sangat berat memikirkan apa yang menimpa kalian, dan sangat santun dan berkasih sayang terhadap orang-orang yang beriman.” (QS. at-Taubah ayat 128).

Inilah Sayyidina Muhammad Saw. yang berdoa:

اَللَّهُمَّ ثَقِّلْ عَلَيَّ مَوْتِيْ وَخَفِّفْ عَلَى أُمَّتِيْ

Sampai di saat musibah yang paling dahsyat di dunia ini, yaitu sakaratul maut seraya berdoa kepada Allah di saat beliau akan wafat: “Ya Allah keraskan dan pedihkan sakaratul mautku dan ringankan untuk seluruh umatku.”

 Inilah doa Sayyidina Muhammad Saw., rela menerima kepedihan sakaratul maut demi teringankan untuk umatnya. Maka, satu-satunya jiwa yang paling tidak tega melihat umatnya merintih di dalam api neraka karena berdosa beliau bersujud untuk memohonkan syafaat untuk para pendosa, inilah Muhammad Rasulullah Saw. pimpinan Ahlul Badr.

Maka mereka keluar dengan dua bendera hitam, satu bendera di tangan Muhajirin satu bendera di tangan Anshar. Bendera Muhajirin di tangan Sayyidina Ali bin Abi Thalib Ra., dan satu bendera di tangan kaum Anshar. Dan Rasulullah Saw. berkata: “Janganlah kalian menyerang mereka sebelum mereka menyerang kalian. Jangan ada yang bergerak dan berbuat sesuatu sebelum mereka terlebih dahulu berbuat dan menyerang kita.”

 Jumlah 313 orang, senjata tidak lengkap menghadapi 3000 pasukan musyrikin Quraisy dengan senjata lengkap dan kuda, pakai baju besi, topi besi, senjata, pedang, siap tempurnya dengan pasukan kuda yang berlapis baja pula, berhadapan dengan pasukan 313 orang, berapa puluh yang punya pedang, lainnya bawa tombak, lainnya cuma punya panah, lainnya hanya bawa tongkat, dan yang lainnya membawa batu dan alat tani. Inilah keadaan mereka. Allah Swt. berfirman:

إِذْ تَسْتَغِيثُونَ رَبَّكُمْ فَاسْتَجَابَ لَكُمْ أَنِّي مُمِدُّكُمْ بِأَلْفٍ مِنَ الْمَلَائِكَةِ مُرْدِفِينَ ( الأنفال : 9

“Jika kalian berdoa dan bermunajat meminta pertolongan kepada Tuhanmu, lalu diperkenankanNya bagimu, sesungguhnya Aku (Allah) akan mendatangkan bala bantuan kepadamu dengan seribu malaikat yang datang berturut-turut.” (QS. al-Anfal ayat 9).

Berkata Abu Sa’id dari kaum Anshar: “Aku buta sejak perang Badr. Kalau seandainya aku tidak buta, aku bisa perlihatkan kalian di mana turunnya pasukan malaikat dari belahan langit di wilayah Badr, karena kejadian itu terjadi di wilayah yang dinamakan Badr tahun ke-2 Hijriah pada hari Jum’at 17 Ramadhan.”

Demikian indahnya peperangan Badr al-Kubra ini. Ketika Sayyidina Abu Thalhah al-Anshari Ra. yang sangat mencintai Sang Nabi Saw., yang berlutut di tengah-tengah peperangan seraya berkata kepada Rasulullah:

وَجْهِيْ لِوَجْهِكَ اْلوِقَاءُ وَنَفْسِيَ لِنَفْسِكَ اْلفِدَاءُ

“Wajahku ini siap menjadi tameng bagi segala serangan di wajahmu ya Rasul, jiwa dan ragaku siap untuk membentengimu wahai Nabi dari segala panah dan senjata.”

Maka orang seperti Abu Thalhah ini kata Rasul Saw.: “Abu Thalhah ka alf min ummati (Abu Thalhah seperti 1000 orang kekuatannya dalam umatku ). Demikian keadaan para pencinta Rasul Saw. yang mempunyai kekuatan yang demikian dahsyat.

Diriwayatkan bahwa Abu Thalhah ini di dalam peperangan Badr pedangnya jatuh karena kantuknya, karena sepanjang malam qiyamullail di saat perang terjatuh pedangnya. Bagaimana manusia perang dengan hawa nafsu, kalau ia perang dengan hawa nafsu tentunya ia tidak akan bisa memejamkan mata sekejap pun dari melihat serangan pedang 3000 orang pasukan kuffar Quraisy dengan senjata lengkap masih bisa terkantuk-kantuk, menunjukkan mereka memang mempunyai jiwa-jiwa yang suci dan damai, bahkan Sang Nabi mengatakan: “Jangan menyerang sebelum mereka menyerang.”

Demikian, manusia yang paling tidak menghendaki permusuhan walau terhadap orang-orang yang paling jahat memusuhi beliau, bahkan pada saat perang Uhud ketika panah besi menembus rahang beliau, dan beliau Saw. roboh maka saat itu berdiri Sayyidina Abu Thalhah di depan beliau, dan Rasul berdiri lagi untuk melihat keadaan pasukannya yang kacau balau karena diserang kaum kuffar, maka Abu Thalhah berkata: “Tetap duduk wahai Rasul jangan berdiri sungguhh…

وَجْهِيْ لَيْسَ بِوَجْهِكَ وَصَدْرِيْ لَيْسَ بِصَدْرِكَ

“Badr (wajahku bukan wajahmu, dadaku bukan dadamu), biar aku yang kena serangan panah jangan engkau kena serangan lagi, tetap di tempatmu wahai Rasul.”

 Rasul sudah mengalir darah, karena panah besi menghantam dari perisai baja yang ada di tangan Sang Nabi dan sedemikian kerasnya sampai menembus baja tersebut dan menembus tulang rahang beliau. Maka Sayyidatuna Fathimah az-Zahra Ra. dan Sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw., diriwayatkan di dalam Shahih al-Bukhari datang kepada Nabi dan membersihkan darah yang mengalir dari wajah beliau.

Al-Imam Ibn Hajar al-Asqalani di dalam Fathul Bari bi Syarh Shahih al-Bukhari menjelaskan bahwa Rasul memegang rida’nya (sorban di pundak yang sering juga dililitkan di leher beliau Saw.), menahan jangan sampai darah jatuh ke tanah. Maka para sahabat berkata: “Biar dulu darahnya jatuh ke tanah wahai Rasul, kita urus panah besi di rahangmu masih menempel.”

Maka Rasul berkata: “Kalau ada darah dari wajahku jatuh ke tanah, Allah akan tumpahkan bala’ untuk mereka.” Maka Rasul tidak ingin bala’ ini tumpah pada mereka yang memerangi beliau, inilah Sayyidina Muhammad Sa. Panah besi menembus rahang beliau, beliau masih sibuk menjaga jangan sampai setetes darah jatuh ke tanah, karena nanti Allah akan murka kalau sampai ada setetes darah dari wajah beliau jatuh ke bumi, Allah akan menumpahkan bala’ untuk mereka. Rasul masih ingin mereka masuk Islam lalu keturunannya mendapat hidayah. Demikian manusia yang paling indah Sayyidina Muhammad Saw. Perang Badr berakhir dengan kemenangan.

Sayyidina Utsman bin Affan Ra., yang saat akan berangkat ke Badr terkena musibah karena istrinya sakit. Sayyidina Utsman mau meninggalkan istrinya namun ia tidak berani karena istrinya adalah putri Rasulullah Saw., baginya peperangan Badr belakangan, ini putri Sayyidina Muhammad Saw. Maka Sayyidina Utsman berkata: “Ya Rasulullah, putrimu sakit aku mohon ijin.”

Maka Rasulullah berkata: “Kau tetap jaga putriku.”

 Selesai perang Badr, maka Rasulullah Saw. bersabda: “Allah telah berfirman kepada Ahlul Badr dalam hadits qudsi riwayat Shahih Bukhari:

اِعْمَلُوْا مَا شِئْتُمْ يَاأَهْلَ اْلبَدْرِ قَدْ غَفَرَ اللهُ ذُنُوْبَكُمْ مَاتَقَدَّمَ وَمَا تَأَخَّرَ

Beramallah semau kalian wahai ahlul Badr, karena Allah telah mengampuni dosa kalian yang telah lalu dan yang akan datang.”

Maka Sayyidina Utsman berkata: “Ya Rasulullah, aku tidak hadir perang Badr, aku menjaga putrimu.” Maka Rasulullah berkata: “Kau dapat pahala Badr, dan kau dalam kelompok Ahlul Badr.”

Demikian, karena beliau (Sayyidina Utsman) menjaga putri Rasul, mengorbankan hadir dari perang Badr maka Allah memberikan baginya pahala kemuliaan Badr al-Kubra. Inilah indahnya sunnah Nabi kita Muhammad Saw.: “Berbuatlah semampunya.”

Semoga Allah Swt. memuliakan kita dalam rahasia keagungan Badr al-Kubra ini dan kemuliaan Nuzulul Quran. Rabbi… Rabbi… halalkan seluruh wajah kami mendapatkan cahaya kemuliaan Nuzulul Quran, pastikan kami semua kelak dalam kelompok Ahlul Badr, ketika dipanggil di yaumul qiyamah wahai Ahlul Badr berdirilah, pastikan kami berdiri diantara para pencinta Ahlul Badr. Ya Rahman Ya Rahim Ya Dzal Jalali Wal Ikram.

 

(Shared WAG tanpa menyebut nama dan sumber artikel)

About Redaksi Thayyibah

Redaktur