Breaking News
(Foto : Istimewa)

AIR, KAWAN ATAU LAWAN?

Oleh : Abi Miqdam Asy-Syathir

(Foto : Istimewa)

Ketika air masuk ke dalam kerongkongan yang terasa haus, dan dapat melepas dahaga, orang akan berucap “alhamadulillah”. Sedangkan ketika air masuk ke dalam rumahnya, menenggelamkan isi rumahnya, orang mengatakan : “astagfirullah”, mengutuk air sedemikian rupa karena membawa bencana. Posisi air seakan menjadi kawan dan lawan. Mengapa demikian? Apakah air yang salah? Pahit, manis sepah dibuang? Ataukah manusia yang terlalu egois?

Air adalah nikmat yang begitu besar Allah turunkan kepada makhluk di dunia. Ada 32 ayat dalam al Quran yang menyatakan bahwa air sebagai sumber kehidupan. Air , sumber pokok kehidupan manusia, air menjadi idola tidak hanya pada manusia, tetapi seluruh makhluk yang bernyawa; binatang, tumbuhan dll. Semua butuh dan mengidolakan air. Anehnya terkadang air menjadai kutukan manusia manakala air menjadi sebab bencana. Wajarkan manusia mempersalahkan air?

Alkisah setelah perang Uhud, Umar bin Khattab memeriksa para sahabat yang gugur dalam perang itu. Banyak jenazah yang masih bergelimpangan membutuhkan evakuasi dan segera dikubur. Ketika Umar bin Khattab menaiki gunung Uhud, terdengar suara lirih, meminta tolong. Langsung saja Umar bergegas ke suara itu dan ternyata anak muda yang kehausan, akibat darah yang keluar dari tusukan pedang musuh. Umar segera memberikan air itu kepada anak muda. ketika ujung geriba itu menempel di bibirnya, terdengar sayup-sayup, seseorang yang meminta tolong karena kehausan juga. Lalu anak muda itu membisikkan kepada Umar dengan suara yang sangat lemah, ucapnya: “Berikan air itu kepada teman kita, mungkin ia lebih membutuhkan. Kemudian Umar bergegas menuju suara itu. Dilihatnya seseoarang yang lemah sekali. Seluruh tubuhnya mengalam luka sangat parah, tangannya terputus akibat tebasan pedang musuh. Ia minta air karena kehausan. Segera Umar meminumkannya. Tetapi ketika air itu belum sampai ke ujung bibirnya, terdengar kembali suara minta air; “Air…air, air…lalu sahabat itu memberitahukan kepada Umar dengan isyarat, agar memberikan air kepada temannya. Setelah Umar membaringkan tubuh sahabat itu, segera ia menuju suara itu. Tetapi ketika ia sampai di depan sahabat yang meminta tolong sudah keburu meninggal. Spontan, Umar ingat pemuda yang pertama meminta air. Dia lanngsung menuju ke pemuda itu, dan dijumpainya pemuda itu telah meninggal. Umar sangat sedih dan setengah sadar, dia menuju kepada satu sahabat yang tadi meminta air karena kehausan tadi. Ternyata juga sudah tidak bernyawa. Umar menangis dengan air yang masih ditangannya, betapa ketiga sahabat begitu kuat persabatan dan persaudaraannya, sehingga mereka bertiga ssyahid dengan dehidrasi akibat luka perang yang parah.

Meski, kisah ini titik fokusnya bukan tentang air, tetapi lebih kepada kekuatan persaudaraan dan persatuan. Filosofi dari air itu sendiri mencerminkan kekuatan. Umar bin Khattab tidak mengutuk air, dan tidak sesumbar air yang menjadi sebab kematian. Justru air menjadi salah satu sebab mati syahidnya ketiga sahabat tadi.

Bisakah kita belajar dari kejadian yang memilukan ini?. Tidak mengutuk nikmat air yang telah Allah berikan kepada kita. Terlepas apakah air itu sebagai kawan di saat dibutuhkan, ataukan sebagai sebab bencana di saat musibah datang? Tetap kita bersyukur atas nikmat yang diberikan. Syukur bukan saja saat dalam kenikmatan, keindahan dan kemudahan. Tetapi syukur bisa diwujudkan saat dalam kesulitan dan kesukaran. Belajar dari air begitu banyak manfaatnya kepada makhluk di dunia. Air tidak ujub dengan kebaikan yang banyak dilakukan dan tidak sedih dengan keburukan yang selalu diarahkan kepadanya. Air berjasa sebagai sumber kehidupan di daratan dan air juga sebagai sumber kehidupan di lautan.

Allah turunkan air hujan sebagai rahmat,. Tumbuh-tumbuhan menjadi hidup, sehingga bisa menghasilkan makanan dan minuman untuk kebutuhan manusia. Allah SWT berfirman :

إِنَّ فِي خَلْقِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا أَنْزَلَ اللَّهُ مِنَ السَّمَاءِ مِنْ مَاءٍ فَأَحْيَا بِهِ الْأَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيهَا مِنْ كُلِّ دَابَّةٍ وَتَصْرِيفِ الرِّيَاحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ لَآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”. (QS. Al Baqarah : 164)

 

Lalu bagaimana dengan terjadinya, hujan ekstrim, banjir bandang, longsor dan angin topan? Apakah semua disebabkan oleh air? Tidak! Musibah yang terjadi meskipun sarat dengan air, atau sebagai penyebabnya, tetapi bukan faktor dominan terjadinya petaka. Semua itu karena ulah manusia, merusak ekosistim alam, sehingga stabilitas terganggu, zalim kepada diri sendiri dan zalim kepada Allah SWT. Sehingga Allah kirimkan bencana sebagai peringatan untuk pandai bersyukur atas karunia Allah kepadanya.

Manusia perlu banyak belajar dari air. Konsep hidup bisa ditiru dari keberadaan air dalam mewarnai kehidupan manusia. Pertama; Air selalu mengalir dari tempat hulu tinggi ke tempat yang lebih rendah. Sekalipun air dalam bentuk uap ada di posisi di atas seperti awan. Suatu saat kumpulan awan kelak akan memberi manfaat bagi seluruh makhluk hidup di bumi bersamaan dengan turunnnya hujan. Filosifinya, harus memiliki karakter rendah hati. Setinggi apapun jabatan dan kedudukan, tetap harus memijak bumi, karena kesombongan bukan selendang manusia.

Kedua : Air selalu mengisi ruang yang kosong. Filosofinya manusia harus berbuat sesuatu yang berguna bagi orang lain. Nabi mengatakan bahwa sebaik-baik manusia adalah orang yang bisa memberikan manfaat kepada orang lain. Menolong orang lain dikala dalam kesusahan. Menjaga persatuan dan kesatuan, tidak bercerai-berai dan pantang menyerah. Ibarat air yang selalu mencari muara. Dari dataran tinggi menuju dataran rendah penuh dengan rintangan. Terkadang air mengalir dirintangi bebatuan, atau pepohonan yang tumbang. Tetapi ia berusaha mencari celah dari bebatuan dan pepohonan yang tumbang itu untuk terus berjuang agar sampai ke muaranya.

Ketiga : Air mengajarkan kegigihan. Lihatlah air hujan yang menetes dari atas genteng, atau air yang mengalir lewat talang air. Bagaimana air yang menetes di atas batu, walau benda cair yang tidak memiliki kekuatan jika setiap saat dilakukan, maka akan mendatangkan hasil. Seperti gigihnya tetesan hujan di atas batu. Saking kebiasaannya selalu istiqamah meneteskan air di atas batu yang keras, lama kelamaan batu itu akan hancur, paling tidak berubah dari wujudnya dan tidak sempurna. Sisi-sisi batu mengalami erosi akibat tetesan air hujan. Begitu pun perjuangan manusia harus dilandasi dengan sifat istiqamah dan keteguhan hati bahwa segala pekerjaan jika dilakukan dengan terus menerus akan bisa merubah dan mendatangkan hasil. Islam pun mengajarkan bahwa sebaik-baik pekerjaan adalah yang dilakukan dengan cara berkesinambungan (istiqamah). Wallahu A’lam bi Shawab.

 

 

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur