Breaking News
(Foto : diction)

Cucakrowo

Oleh: Akhlis Suryapati

(Foto : diction)

 

Kicauan Cucakrowo yang sering dipuji-puji karena suaranya merdu itu, sekarang membuat gatel telinga beberapa penghuni Rimba Raya. Karena kali ini nada dasarnya minor, iramanya fales. Dia mencicit, dirinya bukan berasal dari Rimba Raya. Tak punya turunan darah dari sini. Hanya pernah mrocot, menetas. Wah, ini Cucakrowo Cungkok. ‘Kacang lupa kulit’. Dasar habitat asalnya sama dengan spesies anjing, bajing, atau panda.

Cucakrowo Cungkok –atau disebut juga Cucak Cungkok– adalah Cucakrowo ras lazulina (chloropsis hardwickii lazulina), dalam penelitian ilmiah diketahui asal-usul habitatnya di daratan tinggi Kepulauan Hainan, Tiongkok. Termasuk jenis burung berkicau yang mempesona, merdu, dengan bulu halus tubuhnya berwarna oranye, sehingga sering disebut ‘orange bellied leafbird.’

Di negeri multikultur Rimba Raya, Cucakrowo sesungguhnya banyak jenis; berasal dari asal-usul beragam –pribumi, blasteran, atau hasil naturalisasi. Mereka punya kesempatan yang sama untuk berkicau; leluasa mengembangkan diri sebagai selebriti, juru akrobat, atau memasuki pasar burung beraktivitas jual-beli. Belakangan Cucak Congkok, meskipun minoritas, banyak diistimewakan karena dianggap simbol toleransi, antiradikalisme, pendobrak kekolotan. Juga pemberi utang dan investasi.

Si Cucak Cungkok yang satu ini, selain memang kicauannya nyaring-nyaring basah, penampilanya juga menawan, imut, kalau lenggok-lenggok bikin air liur menetes. Hewan-hewan penguasa pun ikut dilanda berahi; maka Cucak Cungkok sempat bergaya-gaya di istana mengacungkan sayapnya, membuat Si Kodok Bangkong di Singgasana cengar-cengir mupeng.

Karena makin jadi idola, bertarif mahal, disubyo-subyo para hewan penguasa, Cucak Cungkok jadi ngelunjak. Sebagaimana diperlihatkan salah satu spesies lain dari habitat yang sama. Kemarin, misalnya, ketika spesies ini tak diizinkan bersarang permanen di salah satu hutan lindung dalam wilayah Rimba Raya, kicauannya meraung, terdengar lebih menyerupai gonggongan anjing ketimbang suara burung, Si Raja Hutan Lindung digugat.

Di musim perubahan iklim yang ekstrem belakangan ini, kejengkelan terhadap sikap dan ulah Cucak Cungkok menjadi gorengan kemripik. Apalagi ada sebagian penghuni Rimba Raya –yang dungu karena terendam di kolam dan terkurung di gorong-gorong– berfantasi tentang Cucak Cungkok untuk menghangatkan sahwatnya.

Malam hari di Rimba Raya semakin berisik, memekakkan pendengaran. Selain para kodok yang terus teyot teblung, kicauan Cucakrowo Cungkok makin nyaring dan dominan, setelah sebelumnya ada Anjing menyalak-nyalak dan menggonggong menerima anugerahi tulang besar. Penghuni Rimba Raya lagi-lagi mengelus dada, sambil menanti-nanti adegan sirkus berikutnya, di mana Macan yang gagal jadi Raja Rimba bertengger di sebelah Kodok Bangkong.

Sabar, sabar, sabar. Penghuni Rimba Raya tidak ingin juga terprovokasi lalu mengulang peristiwa seperti beberapa kali terjadi di negeri Rimba Raya –gebyah uyah– ; di mana spesies Cucakrowo Cungkok dan sejenisnya didamprat massal, diusir secara kolosal, sarang-sarangnya diobrak-abrik, dibikin tidak nyenyak tidur! Jika seperti itu, penghuni Rimba Raya bisa makin dicap sebagai intoleran, radikal, diskriminatif, rasis, fasis, teroris, isis. Krisis! Habis!

About Redaksi Thayyibah

Redaktur