Breaking News
Ilustrasi, Berita Bohong (Foto : Istimewa)

TUNTUNAN ISLAM DALAM MENYIKAPI BERITA PALSU (HOAX)

Oleh : Abd. Syakur Dj

 

Ilustrasi, Berita Bohong (Foto : Istimewa)

 

Harits bin Abi Dhirar al-Khuza’i adalah salah seorang (sahabat) yang masuk Islam di hadapan Nabi saw. dan menyatakan kesediaannya untuk membayar zakat. Dia pun berikrar untuk mengajak kabilahnya masuk Islam dan menarik zakat dari mereka. Kemudian ia meminta Nabi saw. mengutus seseorang untuk mengambil zakat yang telah dikumpulkannya.

Waktu pengambilan pun tiba, tapi tak seorang utusan pun datang. Harits menduga Nabi saw. marah kepadanya, sebab Nabi tak mungkin ingkar janji. Bersama beberapa pembesar kabilahnya yang telah masuk Islam, Harits pun bersepakat menemui Nabi saw. untuk klarifikasi (tabayyun).

Di pihak lain, Nabi saw. sebenarnya telah mengirim utusan, yaitu Walid bin Uqbah bin Abi Ma’ith, untuk mengambil zakat tersebut. Tapi di tengah jalan Walid mengurungkan niatnya karena takut dikeroyok. Sebab, dulu kabilahnya pernah ada masalah dengan kabilah yang akan didatanginya. Walid pun memutuskan kembali ke Madinah dan melaporkan kepada Nabi saw. bahwa Harits enggan membayar zakat, bahkan dia sendiri akan dibunuhnya.

Mendengar laporan tersebut, Nabi saw. tidak langsung percaya dan kemudian mengutus beberapa sahabat untuk menemui Harits. Di tengah jalan Utusan Nabi tersebut bertemu dengan rombongan Harits. Di situ kedua belah pihak melakukan klarifikasi tentang duduk soal yang sesungguhnya. Mereka pun kemudian melaporkan kepada Nabi saw. bahwa laporan Walid yang menyebutkan Harits enggan membayar zakat dan hendak membunuhnya itu palsu. (HR. Ahmad, Ibn Abi Hatim, dan Thabrani).

Oleh para mufasir (juga mu’arikh), peristiwa ini ditempatkan sebagai sabab nuzul ayat 6 surah al-Hujurat [49], yaitu:

“Hai orang-orang beriman! Jika seseorang yang fasiq datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan) yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.”

Kata “fatabayyanu” pada ayat tersebut, yang menggunakan kata perintah, bisa diartikan bahwa penerima informasi harus meneliti kebenaran informasi yang diterimanya dengan sungguh-sungguh, agar tak ada mudharat dan penyesalan di belakang hari. Wallahu a’lam.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur