Breaking News
Anis Matta (foto : pkscibitung)

Bangkitnya Gerakan Anisisme

Oleh : Hersubeno Arief

 

Anis Matta (foto : pkscibitung)

Dalam dua bulan terakhir sejumlah meme, poster, maupun caption dukungan untuk mantan Presiden PKS Anis Matta banyak bertebaran di media sosial.

Potongan-potongan orasinya yang menggelegar, membangkitkan semangat, berseliweran di berbagai platform media pertemanan.

Aksi para pendukung Anis Matta yang menyebut dirinya sebagai Anisisme alias “Anis Is Me”,  mulai meningkat pasca DPP PKS mengumumkan sembilan nama bakal calon presiden (bacapres) PKS (15/1). Anis termasuk satu diantaranya.

Mereka tidak lagi hanya bergerak di dunia maya, namun mulai merambah dunia nyata. Berbagai baliho, banner, maupun spanduk bertebaran di sejumlah kota, terutama di kawasan Timur seperti Makassar, Banjarmasin, dan beberapa kota kecil lainnya. Dalam beberapa pekan terakhir –walaupun skalanya masih kecil– malah sudah mulai merambah kota-kota di Jawa Barat (Jabar) dan Madura.

Munculnya dukungan di dunia maya dan dunia nyata kepada Anis Matta tampaknya bakal mengakhiri “puasa” politik, sekaligus mengakhiri pengembaraannya di luar negeri. Pasca dilengserkan dari jabatannya pada awal Agustus 2015, Anis lama menghilang dari media dan sorotan publik.

Sesuai tugas barunya sebagai Ketua Badan Kerjasama Internasional DPP PKS, Anis lebih banyak menghabiskan waktunya di luar negeri, khususnya negara-negara di kawasan Timur Tengah, Afrika Utara, Balkan, Turki, dan Malaysia. Dia juga beberapa kali kedapatan melakukan muhibah ke Rusia, terutama negara-negara bagian yang penduduknya mayoritas beragama Islam.

Anis diketahui mempunyai jaringan yang sangat kuat di negara-negara tersebut. Dia sering diminta memberi ceramah, terutama berkaitan dengan geopilitik global, sebuah bidang kajian yang sangat diminati dan dikuasainya.

Pengumuman bacapres PKS menjadi momentum bagi para pendukungnya untuk menarik pulang Anis dari pengembaraan di dunia internasional.

Bahwa Anis masih punya banyak pendukung yang militan dan loyal di internal PKS, bisa terlihat dari hasil pemilihan raya (Pemira) PKS untuk memilih bacapres internal.

Dua tahun lebih menghilang, tidak mengurangi pengaruhnya. Anis masuk dalam tiga besar bacapres pilihan kader bersama Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, dan Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Hidayat Nurwahid. Tiga nama tersebut akhirnya ditambah sejumlah nama, termasuk Presiden PKS Sohibul Iman dan Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Aldjufri. Maka jadilah sembilan nama.

Paling Diunggulkan

Bagaimana peta kekuatan Anis? Apakah setelah sekian lama menghilang masih punya potensi untuk bertarung secara internal, maupun eksternal?

Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera –salah satu dari sembilan nama bacapres—menjagokan Anis Matta dan Sohibul Iman sebagai capres yang akan diusung PKS. Mardani bahkan dengan tegas akan mendukung siapapun diantara keduanya bila sudah diputuskan oleh PKS.

Alasan Mardani sangat jelas, Sohibul adalah Presiden PKS yang saat ini tengah menjabat. Sementara Anis Matta kontribusinya tidak perlu diperdebatkan. Dia merupakan Sekjen PKS terlama, sejak partai tersebut masih bernama Partai Keadilan (1998).

Anis menjadi Sekjen selama 15 tahun dan mendampingi empat orang presiden. Nurmahmudi Ismail saat masih bernama Partai Keadilan, Hidayat Nurwahid, Tifatul Sembiring, dan Luthfi Hasan Ishaaq. Anis menjadi Presiden PKS ketika Luthfi tersandung kasus korupsi impor daging sapi (2013).

Kemampuan Anis mempertahankan PKS di tengah prahara korupsi impor daging, menunjukkan kelasnya sebagai politisi jempolan.

Dia berhasil meningkatkan perolehan suara PKS di Pileg 2014, walaupun dari jumlah kursi menurun drastis. Padahal saat itu banyak pengamat yang meramalkan PKS bakal terpuruk dan terlempar dari parlemen.

PKS yang tengah porak poranda, di bawah kepemimpinan Anis berhasil memenangkan pilkada di Jawa Barat dan Sumatera Utara (2013). Jabar merupakan provinsi terpenting karena memiliki jumlah pemilih terbesar di Indonesia. Sementara Sumut merupakan provinsi terpenting dan terbesar jumlah penduduknya di Sumatera. Oleh para pendukungnya Anis dijuluki sebagai “nahkoda di tengah badai.”

Kepiawaian Anis di dunia politik semakin menunjukkan kelasnya ketika bersama Koalisi Merah Putih (KMP) berhasil menguasai kursi pimpinan di parlemen. Melalui strategi politik yang rumit, KMP mengalahkan PDIP sebagai partai pemenang pemilu. Sebagai ganjarannya PKS mendapat kursi wakil ketua DPR dan wakil ketua MPR, padahal perolehan suara PKS hanya di peringkat ketujuh.

Melihat _track record_ perjalanan politik Anis, wajar bila dia sangat dibanggakan oleh sebagian kalangan internal PKS. Anis berhasil menunjukkan kelasnya sebagai solidarity maker, memimpin kader berani menengadahkan kepala di tengah prahara. Dia juga piawai menjalin kerjasama dengan partai-partai lain. Sebuah ketrampilan politik yang mutlak harus dimiliki seorang politisi, tapi tidak banyak dimiliki kader PKS.

Dengan syarat presidential threshold 20% (112 kursi) di DPR, modal 40 kursi PKS tidak cukup untuk mengusung sendiri capresnya. Mereka harus berkoalisi dengan partai lain. Saat ini PKS sudah mempunyai sekutu Gerindra (73 kursi). Total kedua partai telah memiliki 113 kursi. Sudah bisa mengusung capres sendiri. Koalisi ini sangat mungkin diperluas dengan PAN yang memiliki 49 kursi.

Dengan jumlah kursi yang lebih banyak, sangat wajar bila Gerindra tetap menghendaki posisi sebagai capres. Sementara PKS atau PAN mendapat jatah sebagai cawapres. Sejauh ini Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto masih tetap dijagokan sebagai capres.

Sejumlah survei juga menunjukkan Prabowo masih menjadi penantang potensial dari Jokowi. Namun melihat trend elektabilitasnya yang cenderung stagnan, banyak kalangan terutama simpul umat yang menginginkan agar Prabowo tidak lagi maju berlaga.

Untuk kepentingan yang lebih besar mereka mendorong agar Prabowo cukup _legowo_ menjadi _king maker_. Tangan dingin Prabowo sebagai _king maker_ telah terbukti setidaknya dalam dua palagan besar pilkada DKI (2012, 2017).

Hasil sejumlah survei juga menunjukkan kendati lebih unggul dibanding Prabowo, elektabilitas Jokowi rata-rata hanya berkisar di angka 40%. Artinya ada sekitar 60% pemilih yang tidak menghendaki Jokowi terpilih kembali. Namun untuk mengalahkan Jokowi diperlukan figur baru. Umat dan oposisi butuh pilihan di luar Prabowo.

Hadirnya Anis Matta, Zulkifli Hasan, Anies Baswedan, Ahmad Heryawan, Tuan Guru Bajang, dan Muhaimin Iskandar membuat umat punya banyak pilihan, dan punya harapan. Mereka tinggal dicarikan pasangan yang tepat.

Banyak yang menyebut pasangan yang ideal adalah kombinasi nasional-relijius, Sipil-militer, Jawa non Jawa. Silakan mulai dipasang-pasangkan, siapa yang kira-kira paling cocok dan berpotensi memenangkan pertarungan.
End
28/1/18

About Redaksi Thayyibah

Redaktur