Breaking News
Jam'an Nurchotib Mansur alias Yusuf Mansur

MENGGUGAT YUSUF MANSUR ( 1 )

Tiga Orang Pertama Menggugat

Buku YUSUF MANSUR MENEBAR CERITA FIKTIF MENJARING HARTA UMAT

 

Buku pertama yang saya susun tentang Yusuf Mansur, ‘Yusuf Mansur Menebar Cerita Fiktif Menjaring Harta Ummat’, mendapat sambutan dari masyarakat yang cukup hebat. Meskipun buku tersebut tidak dijual bebas di toko buku-toko buku, namun informasi yang beredar lewat mulut ke mulut dan lewat media sosial, permintaan akan buku tersebut cukup tinggi.

Diantara pembaca yang berasal dari berbagai daerah, banyak yang menghubungi saya, baik lewat telepon maupun face book dan email. Memang ada yang sampaikan protesnya, tapi yang menyampaikan keluhan dan kekecewaan mereka dalam bekerjasama, baik dalam perkara sedekah maupun investasi dengan Yusuf Mansur, tidaklah sedikit. Mereka yang sampaikan keluhan itu, saya bagi dalam beberapa kelompok.

Kelompok pertama, hanya mau berbicara lewat telepon dan tak mau bertemu untuk bercerita lebih rinci, juga tak mau memberikan data-data pendukung ceritanya. Alasannya, sudah mengikhlaskan harta pemberian mereka dan berharap suatu waktu keadilan Allah yang akan “menghukum” Yusuf Mansur.

Kelompok kedua, adalah mereka yang mau bertemu saya. Mereka mau bercerita rinci soal proses pemberian harta kepada Yusuf Mansur, baik berupa sedekah maupun investasi. Diantara mereka ada yang mau memperlihatkan bukti-bukti tapi tidak mau mempermasalahkan lebih jauh. Alasannya sama seperti kelompok di atas, mereka sudah mengikhlaskan dan berharap Allah yang akan “mengingatkan” Yusuf Mansur.

Kelompok ketiga, mereka yang mau bertemu, mau memberikan bukti-bukti dan mau meminta kembali uang atau asset yang pernah mereka serahkan kepada Yusuf Mansur. Hanya saja mereka enggan memproses hukum terhadap Yusuf Mansur. Kekecewaan yang mereka alami itu hanya ingin digantikan dengan meminta Yusuf Mansur mengembalikan atau mengganti asset mereka. Mereka kemudian memberikan amanat kepada saya untuk melakukan proses itu.

Ada lagi kelompok keempat. Mereka setelah menelpon saya, bertemu dan menyerahkan bukti-bukti, mereka juga merasa telah ditipu oleh Yusuf Mansur, baik dalam program sedekah maupun investasi. Meraka menilai, sedekah yang dikumpulkan Yusuf Mansur tidak disalurkan secara sah dan program investasi yang dilakukan illegal atau bodong alias omongkosong belaka.

Mereka ini kemudian memberikan amanat kepada saya untuk melaporkan Yusuf Mansur kepada polisi. Menurut mereka, Yusuf Mansur telah melakukan penipuan. Oleh karena itu Yusuf Mansur harus bertanggungjawab secara hukum atas program-program pengumpulan uang dan harta selama ini dilakukannya. Tindakan ini perlu mereka lakukan dengan harapan agar usaha-usaha Yusuf Mansur dalam mengumpulkan uang masyarakat atau investasi yang illegal itu berhenti atau dihentikan. Mereka juga berharap, masyarakat jangan lagi tertipu dengan iming-iming keuntungan yang dijanjikan Yusuf Mansur.

Berminat buku ini, SMS nama dan alamat lengkap ke 085282440664

Sebagian dari mereka, dari empat kelompok di atas itu, kemudian kisahnya saya turunkan dalam buku seri kedua Yusuf Mansur : “Banyak Orang Bilang Yusuf Mansur Menipu”. Mereka yang memilih mempolisikan Yusuf Mansur juga saya turunkan kisahnya dalam buku tersebut. Sebut saja Ibu Rahmanizar guru SMAN 3 Medan dan istri dari Ustad Shakira Zandi. Shakira Zandi sendiri adalah dosen UIN Sumatera Utara sekaligus salah satu Ketua Majelis Ulama (MUI) Sumatera Utara.

Pasangan suami istri asal Medan ini, awalnya begitu percaya dan kagum dengan Yusuf Mansur. Sampai-sampai ketiga anak lelakinya disekolahkan di pesantren Daarul Qur’an milik Yusuf Mansur.

Setelah yakin mempolisikan Yusuf Mansur, ketiga anak mereka dikeluarkan dari Daarul Qur’an dan memilih pesantren kecil di Celeduk, tak jauh dari Daarul Qur’an. Kekecewaan mereka lebih-lebih setelah melihat ketiga anaknya tidak memperlihatkan prestasi hafalan Qur’an, meski sudah beberapa tahun mondok di situ. “Daarul Qur’an sesungguhnya tidak punya program dan tenaga guru yang cukup dalam mendidik dan melatih anak-anak menghafal Qur’an,” begitu kekecewaan yang diungkapkan Shakira Zandi saat meminta bantuan penulis untuk mengeluarkan ketiga anaknya itu.

Dalam tahun 2012, Rahmanizar dan suaminya mengikuti sebuah acara ceramah Yusuf Mansur di Hotel Kanaya, Medan. Yusuf Mansur yang tampil sebagai pembicara tunggal memotifasi jamaah untuk ikut berinvestasi dalam pembangunan sebuah hotel di Tangerang. Hotel yang belakangan bernama ‘Siti’ (mirip nama istrinya Siti Maimunah) digadang-gadang Yusuf Mansur sebagai hotel tempat singgah jamaah haji dan umroh.

Hanya saja, ajakan beinvestasi Yusuf Mansur itu tidak disertakan komitmen sebagaimana program investasi yang legal. Masih beruntung, Ibu Rahmanizar menyimpan bukti setoran bank kepada Yusuf Mansur sehingga dia berani mempolisikan Yusuf Mansur.

Lainnya, juga saya tulis dalam buku itu yang kemudian memilih mempolisikan Yusuf Mansur adalah Darmansyah Subagyo, asal Surabaya. Darmansyah adalah orang yang awalnya bergabug dengan programYusuf Mansur yang bernama VSI, sebuah program investasi yang kemdian berubah menjadi Paytren.

Sebelum VSI bertemu ajalnya, Yusuf Mansur mengajak anggotanya berinvestasi pada sebuah condotel di Yogyakarta. Condotel yang direncanakan dibangun dalam tahun 2014 ini bernama Condotel Moya Vidi. Condotel ini akhirnya tidak jadi dibangun. Kemudian Yusuf Mansur mengumumkan investasi tersebut dipindahkan ke Hotel Siti, sebuah hotel yang diakui Yusuf Mansu sebagai miliknya. Merasa dipermainkan Yusuf Mansur dalam usaha investasi ini, Darmansyah kemudian jalur polisi untuk menyelesaikan masalah ini.

Selain kedua orang di atas, Yusuf Mansur juga dipolisikan oleh Mahir Ismail, pria asal Klaten, Jawa Tengah. Bermula dari keikutsertaan Mahir dalam sebuah kegiatan yang gelar Wisata Hati, sebuah “gerakan sosial” yang melekat pada Yusuf Mansur.

Seperti biasanya, kegiatan Wisata Hati tak lepas dari acara kumpul-kumpul uang sedekah yang kadang dibarengi dengan janji dan konpensasi dari pihak Wisata Hati atau Yusuf Mansur sendiri. Sayang, janji yang dilontarkan pihak Wisata Hati waktu itu tidak terbukti dibelakang hari sehingga oleh Mahir Ismail masalah ini diselesaikan di meja polisi.

About Darso Arief

Lahir di Papela, Pulau Rote, NTT. Alumni Pesantren Attaqwa, Ujungharapan, Bekasi. Karir jurnalistiknya dimulai dari Pos Kota Group dan Majalah Amanah. Tinggal di Bekasi, Jawa Barat.