Breaking News

Mariam Al-Ijliya Muslimah Pembuat Astrolab, Penentu Arah

Ilustrasi Astrolab. tirto.id/Sabit

thayyibah.com :: Desember 2014, pesawat Air Asia QZ8501 penerbangan Surabaya menuju Singapura yang membawa 162 penumpang dikabarkan putus kontak dan menghilang. Selang beberapa hari, mulai ditemukan titik terang, pesawat tersebut diprediksi jatuh di sekitar Laut Jawa. Dua hari kemudian, puing pertama berupa sayap kiri pesawat ditemukan, menyusul temuan jenazah dan puing-puing lainnya. Semenjak itu dipastikan pesawat Air Asia QZ8501 jatuh ke laut dan tidak ada satu pun penumpang selamat.

Penemuan pesawat jatuh tersebut merupakan contoh kecil dari penggunaan teknologi Global Positioning System atau GPS. Teknologi ini dimiliki oleh Amerika Serikat (AS) dengan utilitas menyediakan layanan penentuan posisi, navigasi, dan waktu bagi pengguna. Sistem ini terdiri dari tiga segmen: segmen ruang, segmen kontrol, dan segmen pengguna. Angkatan Udara AS mengembangkan, memelihara, dan mengoperasikan segmen ruang dan kontrol.

Seperti internet, GPS merupakan elemen penting dari infrastruktur informasi global. Sifat GPS yang bebas, terbuka, dan dapat diandalkan merupakan cikal berkembangnya ratusan aplikasi yang mempengaruhi setiap aspek kehidupan modern. Teknologi GPS sekarang ada dalam segala hal mulai dari ponsel, jam tangan, kontainer pengiriman, hingga mesin ATM.

GPS sangat penting bagi Sistem Transportasi Udara Next Generation (NextGen) yang akan meningkatkan keselamatan penerbangan sambil meningkatkan kapasitas wilayah udara. Peramalan cuaca dan pemantauan gempa bumi sangat terbantu dengan keberadaan GPS.

Astrolab, Nenek Moyang GPS

Berabad-abad sebelumnya, untuk menentukan arah, lokasi, dan waktu, manusia menciptakan instrumen bernama astrolab. Astrolab adalah instrumen penentuan posisi global yang menentukan posisi matahari dan planet, sehingga digunakan di bidang astronomi, astrologi dan horoskop.

Selain itu, astrolab yang merupakan nenek moyang GPS ini secara berharga bagi Islam karena ia membantu penentuan waktu salat yang ditentukan secara astronomis dan membantu menemukan arah ke Mekah (kiblat).

Astrolab pada masa itu digunakan untuk mengetahui zenit matahari pada siang hari dan planet-planet pada malam hari, menentukan arah kiblat, menentukan lintang dan bujur suatu tempat, menentukan ketinggian suatu benda di antara dua tempat yang berbeda, mengetahui posisi bulan pada zodiak tertentu, serta mengetahui arah timur dan barat.

Cara kerjanya cukup sederhana. Pada astrolab terdapat grafik, dan bagian yang bergerak memungkinkan pengguna memasukkan data ke dalam grafik tersebut dan membaca hasil yang sesuai. Biasanya data yang dimasukkan adalah posisi matahari saat ini di siang hari atau bintang di malam hari, diukur dengan menggunakan semacam penggaris berputar (alidade) dan tanda busur derajat di bagian belakang astrolab.

Untuk beberapa perhitungan, pengukuran ini mungkin perlu dimasukkan ke grafik lain di bagian depan astrolab. Hasil yang paling umum dicari adalah waktu dalam sehari. Lebih spesifik lagi, berapa banyak waktu yang telah berlalu sejak (atau dibiarkan sampai) matahari terbit/terbenam.

Para pelaut di zaman tersebut menggunakan astrolab untuk menentukan arah. Ia jadi alat navigasi yang digunakan untuk mengukur ketinggian selestial berupa tinggi bintang, planet. atau benda langit lainnya di atas cakrawala. Astrolab diperkenalkan ke dunia Islam pada pertengahan abad kedelapan. Risalah Arab tentang astrolab diterbitkan pada abad kesembilan.

Adalah Mariam al-Ijliya, salah satu penemu astrolab yang tercatat sebagai salah satu anak didik Bitolus, pembuat astrolab terkenal dari Bagdad, Irak. Ayah Mariam adalah murid Bitolus yang kemudian mengajak putrinya bekerja di tempat ayahnya bekerja. Mereka bekerja di istana Sayf al-Dawla di Aleppo, yang memerintah dari 944-967.

Menurut Prof. Saleem Al-Husaini, yang dikutip dariArab Times, Mariam adalah muslimah pertama pembuat cikal alat transportasi dan komunikasi untuk dunia modern. Pekerjaan yang dilakukannya rumit dan berkaitan dengan persamaan matematis tap ia mampu membuktikan kemampuannya dalam bidang ini.

Sayang, nama Mariam terlupakan dalam sejarah. Saking sedikit catatan tentang Mariam, seorang penulis bernama Raya Wolfsun meragukan keberadaan Mariam sebagai penemu astrolab. Sebabnya, jauh sebelum Mariam lahir, astrolab sudah digunakan di India dan Persia.

“Kesalahan yang paling mencolok adalah klaim bahwa dia menemukan astrolab. Ada bukti bahwa dia tidak [menemukannya] – misalnya, diketahui adanya setidaknya tiga risalah astrolab (oleh Theon dari Alexandria, John Philoponus, Severus Sebokht) yang ditulis berabad-abad sebelum dia lahir,” tulis Raya dalam blog pribadinya.

Tidak ada tanggal lahir, tanggal kematian atau pun tempat Mariam dimakamkan. Tidak ada komentar tentang penampilannya atau kualitas karyanya.

Rudaina A. Al-Mirbati dari Departemen MIPA, Gulf University for Science and Technology menulis ketika peran penemu dan ilmuwan muslim Arab dalam ilmu pengetahuan, nama wanita ini pun terlewat. Padahal Mariam Al-Ijliya adalah satu-satunya muslimah pembuat alat penunjuk arah. Dia pantas terkenal dan terhormat persis seperti Ibn Haitham, Ibn Sina, dan sederet nama ilmuwan pria Arab dan Muslim lainnya.

Ihwal Mariam, sangat sedikit catatan tentangnya dalam sejarah astronomi. Tidak jelas di mana atau kapan Mariam lahir atau berapa umurnya pada saat kematiannya. Keluarga ayahnya kemungkinan besar berasal dari Nejd, sebuah wilayah di Arab Saudi tengah. Namun, tidak disebutkan apakah dia pernah memiliki keluarga sendiri atau jika dia memiliki saudara kandung lainnya.

infografik mariam al-ijliya – al ilmu

Tulisan Kathleen Crowther, pengajar di University of Oklahoma, menyebutkan Mariam bisa digambarkan sebagai gadis yang tangguh di zamannya. Ayah Mariam mengasuh anaknya dengan menjadikannya anak magang di tempat ia bekerja, hal yang yang umum di zaman tersebut. Kathleen menilai, Mariam pastilah sangat berbakat dan gigih.

Hanya satu sumber di mana nama Mariam disebutkan, yaitu Al-Fihrist dari Ibn al-Nadim. Dalam bukunya itu, al-Nadim menulis, “Ternyata Al-Ijiliya—yang darinya Ibn al-Nadim tidak menyebutkan nama depan, adalah putri seorang pembuat instrumen.”

Ibn al-Nadim menyebutkan nama Mariam di bagian “mesin” tapi hanya di instrumen astronomi saja. Karena itu, tidak diketahui apakah al-Ijliya hanya ahli dalam bidang ini. Di antara beberapa astrolab Islam yang masih ada, tidak ada yang menyebut nama Mariam. Namun, dilihat dari sumber-sumber sejarah, Mariam adalah satu-satunya wanita yang disebutkan berhubungan dengan pembuatan instrumen atau pekerjaan teknik.

Sumber: tirto.id

About A Halia