Breaking News

Jogja ‘cen’ Istimewa

Termiskin, Tertimpang, Terbahagia

Oleh : Anif Punto Utomo

Suatu ketika seorang dari Jakarta makan di sebuah warung di Jogja. Dia bukan orang kaya, bukan juga orang miskin, ya level sedang begitulah. Ketika akan membayar dia terkaget, pemilik warung hanya menyebut Rp14.000, padahal dia makan nasi pecel, tambah tahu isi, dan minum teh panas manis.

Suatu ketika yang lain, karyawan toko di Malioboro, sehabis gajian ingin sesekali ngopi sambil nyamil croissant di kafe keren dekat desanya di Ngaglik. Begitu duduk dan melihat menu, tubuhnya langsung ‘njondil’, kaget. Waduh, harganya seperti kafe di Jakarta yang saya liat di tik-tok, batinnya. Akhirnya dia hanya pesen kopi hitam tanpa gula. Pahitnya kopi terasa masih kalah dengan pahitnya perasaan ketika membayar secangkir kopi Rp35.000.

***

Cerita di atas menunjukkan bahwa hidup di Jogjakarta memang murah, tetapi ketika mau bergaya sedikit, bisa bikin dompet mengempis. Secara tersirat di situ juga menunjukkan betapa ketimpangan itu begitu terlihat, ada jurang yang memisahkan antara kehidupan nyata dengan kehidupan nyata yang lain.

Ketika kita melihat statistik tentang Jogja, memang tampak ada ‘sesuatu’.

Upah minimum regional (UMR), Jogja berada di tiga besar terendah se-Indonesia, setelah Jateng dan Jatim dengan angka Rp2.264.080 per bulan pada 2025 (pada 2021 sempat terendah). Meski rendah, berani taruhan, di Jogja tidak banyak usaha yang mampu menggaji UMR. Kalau mau bukti, tanyai teman penjaga toko yang jadi contoh di atas.

Untuk urusan tingkat kemiskinan, Jogja jagonya. Jogja merupakan provinsi termiskin di Jawa di mana per September 2024 jumlah penduduk miskin 430.370 (10,83 persen) dengan garis kemiskinan Rp613.370 per bulan. Bandingkan dengan persentase kemiskinan nasional yang 8,57 persen, jauh sekali.

Dalam hal ketimpangan ekonomi, Jogja juga salah satu jagoan. Alat pengukur ketimpangan yang popular adalah Gini Ratio (Indeks Gini). Gini Ratio adalah metode yang untuk melihat ketimpangan pengeluaran penduduk di suatu wilayah. Nilai Gini Rasio berkisar antara 0 hingga 1. Semakin mendekati 1 tingkat ketimpangan semakin tinggi.

Jogja masuk dua besar provinsi dengan Gini Ratio tertinggi se-Indonesia. Per September 2024, posisi Gini Ratio Jogja berada di 0,428 atau nomor dua setelah DKI Jakarta yang 0,431. Posisi tersebut jauh di atas Gini Ratio nasional yang 0,381. Itu artinya Jogja menyandang sebagai salah satu provinsi tertimpang.

Boleh jadi kita prihatin dengan statistik kondisi Jogja tersebut. Sudah UMR termasuk terendah, termiskin, tertimpang lagi.

Tetapi realitasnya, masyarakat Jogja hepi-hepi saja. Terbukti Indeks Kebahagiaan Jogja termasuk yang tertinggi. Indeks kebahagiaan diukur melalui Survei Pengukuran Tingkat Kebahagiaan (SPTK) yang dilakukan tiga tahun sekali. Terdapat tiga dimensi yang di ukur yakni kepuasan hidup (life satisfaction), perasaan (effect), dan makna hidup (eudaimonia).

Pada 2014, Indeks Kebahagiaan Jogja tertinggi di Jawa. Prestasi sebagai provinsi dengan Indeks Kebahagiaan tertinggi di Jawa masih disandang pada 2017. Baru pada 2021, posisi tersebut tergeser oleh Jawa Timur dan Jawa Tengah.

Kebahagian boleh jadi berkorelasi dengan panjangnya usia. Data menunjukkan bahwa usia harapan hidup masyarakat Jogja tertinggi se-Indonesia. Pada 2023 lalu, usia harapan hidup laki-laki rata-rata 73,40 tahun dan perempuan 78,04 tahun. Angka itu jauh di atas level nasional yakni 69,67 tahun untuk laki-laki dan 74,55 tahun untuk perempuan.

Mengapa dengan predikat sebagai provinsi (di antara provinsi di Jawa) termiskin dan tertimpang, Indeks Kebahagiaan masyarakat Jogja masih (dan sempat) tertinggi? Mengapa dengan dua ‘ter’ tersebut, usia harapan hidup masyarakat Jogja tertinggi se-Indonesia?

Secara ilmiah biar para ahli yang menjawab. Sebagai orang awam saya cukup mengatakan: Jogja memang istimewa.

Seperti lirik lagu yang dipopulerkan Jogja Hip Hop Foundation:

‘’Jogja, Jogja, tetap istimewa

Istimewa negerinya, istimewa orangnya’’

Seharusnya bukan hanya warganya yang istimewa, tetapi juga pemerintah. Gubernur, walikota, dan bupati di Jogja harus benar-benar bekerja untuk membebaskan masyarakat Jogja dari kemiskinan dan ketimpangan. Jujur, keistimewaan Jogja pada tema kali ini adalah keistimewaan yang memprihatinkan.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur