Oleh: Salim A. Fillah
Dalam penjebakan di Kembang Arum, 12 November 1828, Kyai Mojo bersama 700 pasukannya dikepung rapat. Dengan ayat Quran dan shalawat bersahutan, semua siap mati. Tapi Belanda berjanji, hanya hendak membawa Kyai Mojo bertemu Gubernur Jenderal tuk menyampaikan langsung syarat damai Sang Pangeran.
Sang Kyai setuju, 63 orang pengawal setianya memaksa ikut. Merasa bukan tawanan, sepanjang perjalanan mereka terus mengalunkan ayat dan shalawat. Setelah penawanan kejam berbulan-bulan tanpa melihat mentari di ruang bawah tanah Stadhuis Batavia, mereka dikapalkan ke Ambon, lalu Manado, kemudian menyeberangi gunung-gunung Minahasa, menjadi cikal bakal Jawa Tondano; marga Modjo, Baderan, Pulukadang, Zess, dan lainnya.
Di pusara ini, di puncak bukit yang asri, Sang Mujahid berehat bersama pula KH Ahmad Rifa’i dan Eyang Lengkong. Rahimahumullah.