Breaking News
Biarawati, sebuah ilustrasi (Foto : Suara)

Ke-Arab-araban

Oleh: Desi Suyamto

Biarawati, sebuah ilustrasi (Foto : Suara)

Dua adik perempuan dari Eyang Kakungku – RM Sutantio Purnowidagdo adalah Biarawati Katolik. Kedua Eyang Putri Alitku itu bernama: Sr. Ursulia dan Sr. Agnesien. Semasa masih sugeng Sr. Ursulia mengabdi di Gereja Katolik Hati Kudus Yesus, Ganjuran, Bantul, Yogyakarta. Sedangkan Sr. Agnesien mengabdi di RS Santo Borromeus, Bandung. Salah satu keponakan Eyang Kakungku , yaitu Budheku – juga menjadi Biarawati Katolik – Sr. Valery namanya, lama tinggal di Belanda dan selanjutnya mengabdi di RS Panti Rapih, Yogyakarta hingga akhir hayatnya. Salah satu Mbakyu Sepupuku dari garis Eyang Putriku R.Ay. Siti Rukiyah , juga seorang Biarawati Katolik, Sr. Yovanni namanya yang saat ini mengabdi di Santo Fransiskus Assisi, Salatiga.

Tak pernah sama sekali, kami yang muslim lantas khawatir: “Gawat! Keluarga kita sudah mulai ke-Roma-romaan, nih! Nama-nama dan pakaian Eyang-eyang Putri kita, Budhe kita dan Mbakyu kita sudah mulai ke-Vatikan-vatikanan! Mereka sudah tidak sanggulan, berkebaya dan nyampingan lagi! Parah!”. Sama sekali, tidak pernah!

Pada tahun 1981-1983 aku mengenyam pendidikan di sekolah Katolik SD Mardi Rahayu I Ungaran, yang saat itu dipimpin oleh Sr. Gertrudis. Ketika pertama kali aku diminta untuk memimpin doa di kelas sebelum pelajaran dimulai , aku melafalkan keras-keras: “Robbi zidni ilman, warzuqni fahman! Aamiin!” karena sebagai murid pindahan baru, aku belum mengenal doa-doa Katolik. Suster malah berterimakasih dan tersenyum kepadaku dan sama sekali tidak pernah mengatakan bahwa aku “ke-Arab-araban!”.

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur