Breaking News
(Foto : DosenPendidikan)

Kisah Dua Genggam Garam

Oleh: Davy Byanca

(Foto : DosenPendidikan)

Seorang syaikh mendatangi salah seorang muridnya yang wajahnya belakangan ini selalu murung. “Kenapa engkau selalu murung, nak? Bukankah banyak hal yang indah di dunia ini? Ke mana perginya wajah bersyukurmu? ”

Murid itu menjawab, “Wahai syaikh, belakangan ini hidup saya penuh masalah. Sulit bagi saya untuk tersenyum. Masalah datang seperti tak ada habis-habisnya.”

Sang syaikh terkekeh. “Nak, ambillah segelas air dan dua genggam garam. Bawa kemari. Biar kuperbaiki suasana hatimu itu.”

Si murid pun beranjak pelan tanpa semangat. Ia laksanakan permintaan gurunya itu, lalu kembali lagi membawa gelas dan garam sebagaimana yang diminta.

“Coba ambil segenggam garam, dan masukkan ke segelas air itu. Setelah itu coba kau minum airnya sedikit saja,” perintah syaikh. Si murid pun melakukannya. Wajahnya kini meringis karena meminum air asin.

“Bagaimana rasanya?” tanya syaikh.

“Asin, dan perutku jadi mual,” jawab si murid dengan wajah yang masih meringis.

Sang syaikh terkekeh-kekeh melihat wajah muridnya yang meringis keasinan. “Sekarang kau ikut aku,” ujarnya seraya membawa muridnya ke danau di dekat mereka. “Ambil garam yang tersisa, dan tebarkan ke danau.”

Si murid menebarkan segenggam garam yang tersisa ke danau, tanpa bicara. Rasa asin di mulutnya belum juga hilang. Ia ingin meludahkan rasa asin dari mulutnya, tapi tak dilakukannya. Rasanya tak sopan meludah di hadapan mursyid, begitu pikirnya.

“Sekarang, coba kau minum air danau itu,” kata Sang syaikh sambil mencari batu yang cukup datar untuk didudukinya, tepat di pinggir danau.

Si murid pun menangkupkan kedua tangannya, mengambil air danau, dan meneguknya. Ketika air danau yang dingin dan segar mengalir di tenggorokannya, Sang syaikh bertanya kepadanya.

“Bagaimana rasanya?”

“Segar, segar sekali,” kata si murid sambil mengelap bibirnya dengan punggung tangannya.

“Tentu saja, karena danau ini berasal dari aliran sumber air di atas sana . Dan airnya mengalir menjadi sungai kecil di bawahnya. Dan sudah pasti, air danau ini juga menghilangkan rasa asin yang tersisa di mulutnya.”

Syaikh lanjut bertanya, “Terasakah rasa garam yang kau tebarkan tadi?”

“Tidak sama sekali,” kata si murid sambil mengambil air dan meminumnya lagi.

Sang guru pun tersenyum memperhatikannya, membiarkan muridnya itu meminum air danau sampai puas.

“Nak,” kata syaikh setelah muridnya selesai minum. “Segala masalah dalam hidup itu seperti segenggam garam. Tidak kurang, tidak lebih. Hanya segenggam garam. Banyaknya masalah dan penderitaan yang harus kaualami sepanjang kehidupanmu itu sudah ditakar oleh Allah, sesuai untuk dirimu. Jumlahnya tetap, segitu-segitu saja, tidak berkurang dan tidak bertambah. Setiap manusia yang lahir ke dunia ini pun demikian. Tidak ada satu pun manusia, walaupun dia seorang Nabi, yang bebas dari penderitaan dan masalah.”

Si murid terdiam, mendengarkan.

“Tapi Nak, rasa `asin’ dari penderitaan yang dialami itu sangat tergantung dari besarnya ‘qalbu’ (hati) yang menampungnya. Jadi Nak, supaya tidak merasa menderita, berhentilah jadi gelas. Jadikan qalbu dalam dadamu itu jadi sebesar danau.”

Mendengar nasihat itu, sang murid pun mencium tangan sambil meneteskan air mata. Tak bisa berkata-kata, karena sejak saat itu semua beban yang menyesakkan dadanya terasa keluar dan ia pun melangkah ringan menuju ke rumahnya.

Stay positive. Allah loves you.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur