Breaking News
(Foto : JawaPos)

Jasa Tukar Uang Receh itu Riba

Oleh: Gus Nur

(Foto : JawaPos)

Kemarin sedikit nyesek. Dalam grup wali santri ada mama-mama muda yang chat grup dengan sopan.

“Bapak ibu mohon maaf, yang mau tukar uang receh silahkan hubungi saya. Ready banyak, bisa diantar.”

Dan ternyata ada yang respon nanya jasanya berapa, dan lain-lain.

Jadi mikir, separah itu masyarakat sekarang sampe riba yang paling dasar seperti itu gak ngerti. Dianggap riba itu hanya pinjam uang di bank dan berbunga.

Lebih miris lagi si Mukidi yang jebolan pesantren malah sibuk nyari-nyari dalil biar aktifitas tadi menjadi halal. Dianggapnyalah hal tadi sebagai suatu jasa, dan dipake ayat tentang rodlo’ah (menyusui) untuk dijadikan justifikasi/pembenaran.

Padahal ini adalah riba yang paling dasar. Tukar menukar barang sejenis yang satu lebih berat/lebih banyak dari yang lain. Nah mari sedikit kita kaji sekarang.

Dari Ubadah bin Shamit ra. bahwa Rasulullah saw. bersabda :

الذهب بالذهب، والفضة بالفضة، والبر بالبر، والشعير بالشعير، والتمر بالتمر، والملح بالملح، مثلاً بمثل، سواء بسواء، يداً بيد، فإذا اختلفت هذه الأصناف فبيعوا كيف شئتم، إذا كان يداً بيد

“Emas ditukar dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, jewawut dengan jewawut, kurma dengan kurma, garam dengan garam, harus semisal dengan semisal, sama dengan sama (sama beratnya/takarannya), dan dari tangan ke tangan (kontan). Maka jika berbeda jenis-jenisnya, juallah sesuka kamu asalkan dari tangan ke tangan (kontan).” (HR. Muslim, At-Tirmidzi, & Abu Dawud)

Hadits ini kan tentang emas, perak, gandum, jewawut, kurma dan garam Gus, gak ada uang? Nah, uang itu dibuat untuk mewakili karakteristik emas. 1. Sebagai alat tukar. 2. Diterima semua kalangan. 3. Punya nominal tertentu.

Maka hukum tentang uang itu mengikuti hukum tentang emas. Kalau dalam kajian fiqih, transaksi emas, perak dan uang disebut Sharfu yang berbeda denga al-bay’u (jual beli barang) atau ijaroh (upah/jual beli jasa). Maka jika komoditinya berupa uang, nilai atau nominal harus sama dan kontan.

Pernah suatu kasus, saya tukar uang sama bang Agus.

  • Bang lagi butuh receh nih. Tuker 100 ribu.
  • Ada di rumah. Mana uangnya, tak ambilkan.
  • Yah, uangnya bawa dulu kesini.
  • Ah, gak percaya banget sih sama saya.
  • Gak gitu bang. Kalo transaksi tukar uang itu harus cash.
  • Loh, saya kan jadi bolak-balik. Pulang ambil uang, trus balik kesini tuker, trus pulang lagi naruh uang, trus ksini lagi.
  • Yah, skali-kali nolong temen sambil joging bakar lemak.

Bahkan muamalah sepele seperti itu harus diusahakan sesuai syariat. Karena seluruh rangkaian aktifitas untuk menyesuaikan dengan syariat itu terhitung ibadah.

Nah dalam masalah tukar uang receh sebenernya bisa disiasati. Jual saja 2 butir permen seharga 5 ribu. Jadikan 1 plastik dengan uang receh 95 ribu. Trus tulis, “ANDA BUTUH UANG RECEH? BELI PERMEN INI, ANDA DAPAT UANG RECEH”. Beres. Maka sah terhitung jual beli.

Tapi harga permennya kok tinggi amat Gus? Gak masalah. Selama pembeli tahu fisik barangnya, dia ridlo dan tidak merasa ditipu, its okay.

Jadi berusaha mencari yang halal itu banyak jalan. Gak perlu memperkosa dalil.

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur