Breaking News
(Foto : Akurat)

HAMPIR-HAMPIR KEBUTUHAN ITU MENJADIKAN KUFUR

Oleh: Gus Nur

(Foto : Akurat)

Alhamdulillah, bersyukur karena masih bisa menikmati kopi malam, karena gagal ngopi pun bisa menjadikan kufur nikmat?, makanya buruan ngopi. Serius, karena kufur nikmat itu masuknya dalam hati manusia sangat halus. Hampir-hampir gak kerasa.

Kasus sebuah keluarga, hidupnya normal-normal saja. Semua sehat, makan kenyang, tidur nyenyak, gangguan gak pernah ada. Eh, hanya karena pas beberapa hari gak bisa nyiapin kado ke temennya yang lagi nikahan, eh jadi emosi. Ngerasa rejeki sempit sangat, ngerasa masalah sangat banyak, rasa susah yang bertumpuk-tumpuk. Padahal tiap hari bernafas, jalan-jalan tidur, makan semuanya normal dan sangat sehat wal afiat.

Kaadal faqru an yakuuna kufron. (Hampir-hampir kefaqiran itu menjadikan kekufuran).

Banyak yang mengartikan secara ekstrim, bahwa faqir/kemiskinan bisa menyebabkan kufur/murtad.

Yah, ini pengertian yang benar. Tapi ada makna lain yang bisa diambil, bahwa arti faqir sendiri adalah butuh. Dan kufur sendiri ada yang kufur iman dan kufur nikmat.

Maka sebenernya “perasaan sangat butuh itu bisa menjadikan manusia menjadi kufur nikmat.”

Manusia adalah mahluk lemah, dan hal-hal yang diingatnya adalah masalah dia pada hari itu. Kalau dia dapat masalah, maka nikmat-nikmat lain yang tiap hari didapatnya sering terlupakan.

Hari ini pendapatan minus, orderan gagal, uang gak jadi cair, maka seringkali yang menjadi fokus manusia hanya bab itu-itu saja. Sehingga kemudian masalah berkembang, istri ngomel-ngomel, anak jadi rewel, apalagi tetangga yang ngreditkan barang nawarinnya pas gigih bener gak mau pulang-pulang.

Maka dunia serasa sempit, dada serasa sesak, kayak-kayak jadi orang yang paling bermasalah di dunia. Akibatnya nikmat-nikmat lain yang didapat hari itu menjadi sirna, hilang, nggak kerasa. Jadi kufur nikmat.

Kenapa? Karena kebutuhan secuil tadi, merasa butuh sedikit finansial yang nggak kesampaian hari itu menjadikan dia lupa nikmat-nikmat lain yang lebih besar yang sudah diperoleh hari itu juga.

Maka nikmat Tuhanmu mana lagi yang kamu dustakan?

Rumusnya masuk. Kalo syukur maka nikmat bertambah, kalo kufur justru masalah yang bertambah. Apalagi ujian bagi pengemban dakwah, para santri, atau orang-orang sholeh itu berat banget.

Nabi Yusuf ketika titip lapor pada raja, “Wahai raja tolonglah, saya dipenjara karena didzolimi”.

Maka Allah cemburu, dijadikan yang dititipi laporan terlupa sampai beberapa tahun.

Nabi Yusuf mengeluh, “Ya Allah, saya kok lama banget dipenjara.” Maka beliau ditegur, “Salah sendiri, kamu kan Nabi, kenapa minta tolongnya pada raja, kok nggak kepada Allah langsung?” Dan rupanya Allah cemburu kepada Nabi Yusuf.

Maka sebenernya mungkin sama dengan kondisi kita. “Ya Allah, suami saya akhir-akhir ini kok nggak pernah dapat uang.”

Maka jawabnya sama, “Salah sendiri kamu terlalu berharap kepada suami. Dia itu siapa, manusia, makhluk lemah, yang rejekinya sendiri dia gak bisa menjamin, apalagi ngasih rejeki kamu.”

Maka berharap itu sepenuhnya kepada Allah. Jangan sampai posisi berharap kepada Allah dikalahkan dengan harapan kepada manusia, maka ketika Allah cemburu, rejeki suamimu akan dibikin seret, kecil, sumpek, dan bahkan mungkin beberapa masalah akan muncul terus, sampek kamu tobat, sampek kamu memposisikan Allah sebagai tempat berharap yg utama dan memposisikan suami hanya sebagai jalan rejeki dari Allah untuk kamu. Rejeki kamu itu dari Allah, bukan dari suami, bukan dari orang tua, bukan dari juragan, bukan dari majikan. Bukan dari pemerintah, atau yang lain.

Maka kalo masih sumpek lagi, harus kembali belajar lagi masalah keimanan dasar. Belajar terus. Next, jangan sampe merasa butuh kepada sesuatu menjadikan kita kufur nikmat secara gak sadar.

Al Qasash 24: Robbi innii limaa anzalta ilayya min khirin faqiir (Tuhanku, sesungguhnya aku terhadap apa yang Engkau turunkan kepadaku yang berupa kebaikan sangat-sangat butuh.

 

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur