Breaking News
(Foto : Republika)

KEHATI-HATIAN ULAMA SALAF MENJAGA HALAL

(Foto : Republika)

 AL MAKMUN putra Harun Ar Rasyid suatu saat menyimak hadits dari Isa bin Yunus. Al Makmun lalu memberi 10 ribu dirham untuk beliau. Namun Isa bin Yunus menolak pemberian itu. Al Makmun mengira penolakan itu karena jumlahnya terlalu sedikit. Hingga ia menambah lagi hadiah sebesar 20 ribu dirham.

Isa bin Yunus setelah itu berkata, “Tidak, demi Allah, hadits tidak akan digunakan walau untuk seteguk air minum, meskipun engkau memenuhi masjid ini sampai atapnya dengan emas.” (Shifat Ash Shafwah, 4/219).

IMAM AHMAD BIN HANBAL suatu saat ditanya mengenai masalah wara’ (sifat kehati-hatian), maka beliau pun menjawab,

“Aku beristighfar kepada Allah. Tidak halal bagiku berbicara masalah wara’ sedangkan aku makan dari pasar Baghdad. Bisyr bin Al Harits layak untuk memberikan jawaban kepadamu mengenai hal itu, karena ia tidak makan dari pasar Baghdad”. (Al Bidayah wan Nihayah, 10/297)

Imam Ahmad seorang imam besar masih menganggap bahwa diri beliau tidak layak bicara masalah wara’ dan menyerahkan jawaban kepada Bisyr bin Al Harits seorang ahli ibadah Baghdad. Hal itu menunjukkan bagaimana para ulama terdahulu memiliki sifat tawadhu’.

IMAM ABU HANIFAH menahan diri tidak memakan daging kambing, setelah mendengar bahwa bahwa ada seekor kambing dicuri.

Imam Abu Hanifah menahan untuk tidak memakan daging kambing selama beberapa tahun, sesuai dengan usia kehidupan kambing pada umumnya, hingga diperkirakan kambing itu telah mati. (Ar Raudh Al Faiq, hal. 215)

MUSLIM mengisahkan bahwa suatu ketika di saat pulang dari kedai beliau bertemu Mu’awaiyah bin Qurrah bin Iyas. Kemudian Mu’awiyah bertanya,”Apa yang engkau lakukan?” Muslim pun menjawab,”Aku belanja untuk keluargaku ini dan ini”. Mu’awiyah pun menyahut,”Engkau dapatkan yang halal?” Muslim pun menjawab,”Ya”. Mua’wiyah pun membalas,”Aku lebih mencintai melakukan sepertai apa yang engkau lakukan daripada shalat malam dan puasa di siangnya”. (Shifat Ash Shafwah, 3/172)

IMAM ABDURRAHMAN adalah ulama Syafi’yah yeng terkenal dengan sifat wara’nya. Istri beliau yang bernama Khurrah Binti Abdurrahman As Sinjawi menyampaikan, bahwa suaminya tidak memakan nasi. Hal itu disebabkan karena penanaman padi membutuhkan banyak air sedangkan amat sedikit penanam yang tidak melakukan kedzaliman terhadap yang lainnya demi untuk mengairi lahannya. (lihat, Thabaqat As Syafi’iyah Al Kubra, 5/102)

Imam Abdurrahman memilih menghindari memakan nasi karena kemungkinan ia dihasilkan dengan didukung kedzaliman, karena di wilayah yang ditinggali Imam Abdurrahman di Marwa air bukan sesuatu yang mudah diperoleh hingga tidak heran jika para petani melakukan berbagai macam cara untuk memperolehnya karena untuk menanam padi memerlukan banyak air.

 Nah, sejauh mana kita berusaha menjaga diri dan keluarga kita dari yang haram?

 

(Artikel dari WAG tanpa menyebut nama dan sumber tulisan)

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur