Breaking News
Yusuf Mansur Obong. Sebuah buku tentang dusta-dusta Yusuf Mansur. Buku ini bias dipesan melalui WA 085228417230 (Foto : Gatra)

Yusuf Mansur Mangkir, Dusta Apalagi Yang Engkau Sebarkan?

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

Yusuf Mansur Obong. Sebuah buku tentang dusta-dusta Yusuf Mansur. Buku ini bias dipesan melalui WA 085228417230 (Foto : Gatra)

Rabu 18 Maret 2020, Pangadilan Negeri Tangerang, Banten, menggelar sidang perdana perdata dengan tergugat Jam’an Nurchotib Mansur alias Yusuf Mansur. Sidang yang dihadiri oleh pengacara penggugat, pengunjung sidang, dan sekitar 15 wartawan itu akhirnya ditunda karena pihak tergugat, Yusuf Mansur atau pengacaranya, tidak hadir. Ketidakhadiran dari pihak Yusuf Mansur tanpa ada pemberitahuan, baik sebelum maupun selama persidangan dibuka.

Akhirnya, sidang ditunda sampai 15 April 2020. Setidaknya ada 2 orang wartawan yang melakukan konfirmasi langsung ke nomor WA Yusuf Mansur. WA dibaca, tapi tidak berbalas. Lalu turunlah berita tentang kemangkiran Yusuf Mansur dalam sidang tersebut.

Dua hari kemudian, Jumat 20 Maret 2020, Yusuf Mansur menulis di IG-nya, “Tanggal 18 Maret yang lalu, kawan-kawan pengacara datang ke Pengadilan Negeri Tangerang mewakili saya yang digugat secara perdata. Sejak pagi sudah di sana dan berkoordinasi dengan saya. Kawan-kawan tektokan dengan saya, juga sebagian wartawan yang hadir, sampai siang. Saya ikut memantau hari itu. Sambil jalanin kebijakan jaga jarak self isolasi. Tapi saya disebut tidak hadir, he he he.”

 

Subhanallah, kok bisa ya tega-teganya melakukan kebohongan publik seperti itu? Penulis khawatir, banyaknya orang yang bertabiat seperti Yusuf Mansur ini yang membuat negeri ini tak pernah sepi dirundung masalah. Apalagi saat ini gencar-gencarnya diserang oleh COvid-19.

Untuk itu, kita hadirkan dua ulama beda zaman yang mengulas tentang perilaku bohong.

Pertama, Buya HAMKA, ulama kharismatis yang menjadi ketua umum MUI yang pertama, pernah menulis buku dengan judul “Bohong di Dunia”, November tahun 1948. Buku tersebut kini dicetak oleh Gama Insani, Maret 2017. Kutipannya:

“Sekali dusta, tetap dusta. Dusta adalah pintu menuju bahaya yang amat besar. Orang-orang pendusta tidak dapat dibawa serta menuju suatu cita-cita yang mulia. Orang-orang akan lari apabila bertemu bahaya di dalam menghadapi perjalanan hidup yang sukar. Di manakah di dalam kehidupan ini yang tidak menghadapi kesukaran?

Orang-orang pendusta adalah pengecut, mengelak karena takut bahaya. Padahal mengelak dari bahaya merupakan bahaya yang termat besar. Orang-orang yang berdusta akan mendapat gelar yang sangat hina, yaitu di dalam Islam disebut munafik.”

Kedua, KH Luthfi Bashori, Pengasuh-Pesantren-Ribath-Al-Murtadla-Al-Islami, Singosari,Malang, Jawa Timur. Dalam facebook-nya tertanggal 21 Maret lalu ia menulis dengan tema “ Ahli Dusta Itu Sulit Bertaubat”.

 

Menurut Kiai Luthfi, orang bijak berkata, “Setiap dosa dapat diharapkan untuk meninggalkannya dengan bertaubat dan kembali ke jalan yang benar, kecuali dusta. Pendusta itu semakin lama semakin banyak berdusta. Kita lihat para peminum khamar akhirnya banyak yang bertaubat dan pencuri berhenti, tetapi kita tidak melihat para pendusta itu bertaubat. Seorang pendusta saat ditegur atas kedustaannya, ia akan menjawab: ‘Andaikata engkau merasakan kenikmatannya berdusta tentu engkau tidak akan berhenti melakukannya’.”

“Berdusta itu banyak macamnya, adakalanya berdusta saat bercerita, misalnya ada seseorang yang ingin tampak berilmu di kalangan lingkungannya, lantas ia senang mengarang cerita bohong namun disamapaikan dengan cara yang seakan-akan terjadi sungguhan.”

Begitulah kisah para pembohong, menurut dua ulama tersebut. Alah Subhanahu wa Ta’ala sendiri menginformasikan kepada kita tentang para pembohong itu. Dalam Al-Qur’an surah An-Nahl Ayat 105, Allah Ta’ala berfirman:

إِنَّمَا يَفْتَرِي الْكَذِبَ الَّذِينَ لَا يُؤْمِنُونَ بِآيَاتِ اللَّهِ ۖ وَأُولَٰئِكَ هُمُ الْكَاذِبُونَ

“Sesungguhnya yang mengada-adakan kebohongan, hanyalah orang-orang yang tidak beriman kepada ayat-ayat Allah, dan mereka itulah orang-orang pendusta.”

Ayat tersebut dengan tegas mengabarkan pada kita, bahwa para pembohong atau pendusta adalah mereka yang tidak beriman pada ayat-ayat Allah Subhahanu wa Ta’ala. Walaupun mungkin si pembohong itu kemana-mana jualan rumah tahfidz dan penghafal Al-Qur’an, serta penganjur sedekah (untuk kepentingannya sendiri). Menilai seseorang itu dari apa yang diucapkan dan dilakukannya. Ukurannya adalah satunya kata dengan perbuatan. Wallahu A’lam!

About Redaksi Thayyibah

Redaktur