Breaking News
Ustadz Eko, salah satu pengasuh Rumah Tahfidz Al Anshor di Pondok Gede, Bekasi.

Daarul Qur’an, Keikhlasan yang Dikapitalisasi

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

 

Ustadz Eko, salah satu pengasuh Rumah Tahfidz Al Anshor di Pondok Gede, Bekasi.

 

Yusuf Mansur memang banyak akal. Sejak November lalu ia keliling Nusantara untuk memberikan motivasi dengan tema “The Power of Giving”. Sebagai contoh, pada 17 November lalu di Hotel Grandika, Medan; pada 5 Desember di Aula Masjid Al Mansur, Bandung. Ini belum lagi acara-acara yang digelar secara online berbayar.

Ujung dari setiap seminar maupun motivasi, baik online maupun offline, selalu mengajak jamaah atau peserta untuk melakukan sedekah. Dan ia, Yusuf Mansur, sudah menyiapkan salurannya untuk disedekahkan pada Daarul Qur’an yang tersebur di 21 provinsi yang ada di tanah air.

Selama ini, Yusuf Mansur selalu menjual nama Daarul Qur’an, sebagai pencetak para penghafal Al-Qur’an. Bagaimanakah postur dari Daarul Qur’an yang selalu dipromosikan oleh Yusuf Mansur tersebut?

Daarul Qur’an memang tersebar di 21 provinsi dengan jumlah mencapai 1300 rumah tahfidz. Ada tiga model kerjasama antara pihak rumah tahfidz dengan Daarul Qur’an yang berpusat di Tangerang, Banten, tersebut.

Pertama, Pola Mandiri. Ini mulai dari sarana dan prasarana, dikelola secara mandiri. Mulai dari mencari dan membayar guru-gurunya sampai mencari santri. Pihak Daarul Qur’an hanya memberi panduan dan metodologi cara menghafal Qur’an. Mereka boleh mengedarkan proposal, tapi atas nama yayasan atau perkumuplan yang ada. Tidak boleh mengajukan proposal atas nama Daarul Qur’an. Jika pun mereka mengedarkan proposal atas nama Daaru Qur’an, maka hasilnya harus disetorkan pada Daarul Qur’an pusat.

Kedua, pola Mitra Mandiri. Pihak penyelenggara menyediakan sarana dan prasarana serta santri, sedangkan pihak Daarul Qur’an mensuplai ustadnya. Jadi, ustadnya akan ditanggung oleh pihak Daarul Quran. Metode menghafal Qur’an juga disiapkan oleh Daarul Qur’an.

Ketiga, adalah Mitra. Model yang ketiga ini, seseorang atau yayasan mewakafkan gedung kepada pihak Daarul Qur’an, selebihnya pihak Daarul Qur’an yang akan mengelola rumah tahfidz tersebut. Jadi, dari santri sampai ustadznya, akan diurus dan didanai oleh Daarul Qur’an pusat.

Dari hasil investigasi kami, pola mandiri kini yang berkembang. Dasar pemikirannya sederhana. Mereka, para pengelola yang ada di berbagai daerah itu, ingin mengelola sesuai dengan kemampuan yang ada. Juga, “Jika ada persoalan pada Yusuf Mansur, kami tidak terbawa-bawa,” kata seorang pengelola rumah tahfidz di kawasan Jawa Barat. Ia mencontohkan, berpihaknya Yusuf Mansur ke salah satu pasangan calon presiden tempo hari, menyebabkan Daarul Qur’an jadi sorotan. “Saat ini, pimpinan Daarul Qur’an (Yusuf Mansur) sedang krisis moral karena ikut dalam berpolitik,” katanya.

Lalu, bagaimana kondisi riil Daarul Qur’an yang ada di berbagai daerah tersebut? Karena mayoritas dikelola secara mandiri atau mitra mandiri, keadaannya pun beragam. Dari rumah tahfidz yang hanya bisa diakses dengan jalan kaki sampai dengan yang bisa diakses dengan kendaraan roda empat. Kondisi fisiknya juga berbeda, dari yang bangunan modern sampai rumah dengan keadaan apa adanya, bahkan terkesan kumuh.

Para pengelola rumah-rumah tahfidz tersebut, terlihat dan terasa keihlasannya. Mereka hanya memasang tarif minimalis, bahkan gratis bagi mereka yang tidak mampu. Ada juga yang semua aktifitas belajar mengajar gratis semuanya. Jika ada kekurangan dana, mereka mencari dari sumber-sumber yang halal. Jika dilihat dari sini, nampak bahwa para pengelola rumah-rumah tahfidz tersebut, bahkan ada juga yang merintis menjadi sebuah pesantren, adalah orang-orang yang tulus ikhlas dan mengabdi untuk memasyarakatkan Al-Qur’an.

Para pengelola rumah tahfidz adalah mereka yang ikhlas tanpa batas. Tetapi mereka tidak tahu, jika keikhlasannya itu ada yang memanfaatkannya. Siapa lagi jika bukan Yusuf Mansur. Caranya, setiap rumah tahfidz diminta datanya, lalu, data tersebut yang dijual ke jamaah. Contohnya, beberapa tahun lalu, Yusuf Mansur sering berpromosi akan membuat 1000 rumah tahfidz dan mencetak 1 juta penghafal Qur’an. Saat ini, angka 1000 rumah tahfidz tersebut sudah terlampaui, karena jumlah rumah tahfidz sudah mencapai 1300 di seluruh tanah air. Tetapi masing-masing rumah tahfidz tersebut jumlah santrinya tidak banyak. Satu rumah tahfidz antara 5 sampai 50 orang yang benar-benar konsentrasi untuk menghafal Al-Qur’an. Mereka ini santri mukim, datang dari luar daerah. Selebihnya adalah mereka yang belajar Al-Qur’an hanya sekedar untuk bisa membaca dan tilawah, dan mereka keluar-masuk, datang dari masyarakat sekitar.

Jika dihitung dengan mereka yang belajar Al-Qur’an hanya untuk bisa membaca dan tilawah, jumlahnya bisa puluhan dan bahkan ratusan ribu. Di satu rumah tahfidz misalnya, santri penghafal Qur’an hanya ada 11 orang, sedangkan santri untuk membaca dan tilawah jumlahnya bisa mencapai 250 orang. Oleh Yusuf Mansur, data yang diambil lalu dikapitalisasi adalah data yang 250 orang tersebut.

Adapun Daarul Qur’an yang langsung dibawah Yusuf Mansur, hanya ada di Cipondoh, Tangerang (sebagai kantor pusat), Cikarang, Semarang, Lampung, Jambi, dan Banyuwangi. Di masing-masing daerah di luar Tangerang, rata-rata santrinya Cuma 250 orang. Itu pun tidak semuanya mengkhususkan diri menghafal Al-Qur’an. Untuk menjadi santri di pesantren diatas, uang masuk untuk SD, puluhan juta rupiah. Bahkan, di Tangerang dan Cikarang, uang masuknya mencapai Rp 40 juta dengan SPP mencapai Rp 4 juta per bulan.

Meskipun begitu, Yusuf Mansur masih saja keliling dan menyuruh orang bersedekah dengan dalih membangun kelas untuk mencetak para penghafal Al-Qur’an di tanah air. Uang yang terkumpul bukan untuk membiayai rumah-rumah tahfidz yang tersebar di 21 provinsi tersebut, tetapi untuk membesarkan pesantren-pesantren yang ia bangun yang uang masuknya mahal itu. Dengan mahalnya uang masuk, metinya Yusuf Mansur tidak perlu lagi meminta-minta sedekah untuk membiayai pesantrennya. Lebih-lebih jika alasan sedekah itu untuk membangun rumah-rumah tahfidz dan mencetak calon penghafal Al-Qur’an.

Sungguh terlalu, keikhlasan para pengelola rumah tahfidz dikapitalisasi untuk kepentingan pribadi. Astaghfirullah!

About Redaksi Thayyibah

Redaktur