Breaking News

Menyoal Transparansi Anggaran

Oleh: Tatak Ujiyati

 

Pemprov DKI dituding (oleh Partai Solidaritas Indonesia, PSI –red) tak transparan soal anggaran karena tak mengunggah dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) di web e budgeting Pemprov DKI. Tudingan ini ngawur.

Pertama, transparansi anggaran yang dilakukan Pemprov DKI sebenarnya sudah lebih jauh daripada standar yang dipersyaratkan aturan perundang-undangan. Kedua, banyak daerah lain yang bahkan punya situs e-budgeting saja tidak. Jika menuding Pemprov DKI tak transparan, bagaimana ia menyebut daerah lain yang bahkan APBD-nya saja tak bisa diakses? Coba deh cek e budgeting Provinsi Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, Jawa Barat dan Papua misalnya, apakah bebas akses. Jadi nampaknya ini bukan persoalan ketidakterbukaan DKI Jakarta, ada agenda lain yang ingin disasar.

Coba kita cek aturan perundang-undangan. UU Keterbukaan Informasi Publik nomor 14 tahun 2008 hanya menyebutkan secara umum bahwa setiap badan publik wajib mengumumkan secara berkala informasi mengenai kegiatan, kinerja dan laporan keuangan.

Instruksi Mendagri nomor 188.52/1797/SJ tentang peningkatan transparansi pengelolaan anggaran daerah hanya meminta agar seluruh kepala daerah menyiapkan menu konten dengan nama Transparansi Pengelolaan Anggaran Daerah dalam websiate resmi. Data mutakhir yang wajib dipublikasikan adalah ringkasan rencana kerja dan anggaran satuan kerja perangkat dan ringkasan rencana kerja dan anggaran pejabat pengelola keuangan daerah, raperda APBD, perda APBD, ringkasan pelaksanaan anggaran, laporan realisasi anggaran, laporan keuangan pemda yang sudah diaudit.

Catat ya, yang harus diunggah adalah RINGKASAN bukan detailnya.

Jika diukur dengan aturan maka Pemprov DKI menerapkan standar tinggi untuk transparansi. Apa yang dilakukan Pemprov DKI saat ini sudah sesuai dengan standar yang selama ini diterapkan di DKI. Praktik yang biasa dilakukan di DKI rancangan KUA-PPAS akan diunggah di situs APBD setelah selesai pembahasan dengan DPRD. Demikian dijelaskan Ketua Bappeda.

Dokumen KUA PPAS yang sedang dibahas tidak di-upload karena masih akan banyak berubah. Walau begitu Pemprov DKI juga mempersilahkan jika ingin melihat, publik tetap bisa mengakses dokumen RKPD yang menjadi dasar penyusunan KUA PPAS di situs Bappeda. Saya udah cek, dokumen itu bisa diakses bebas oleh publik.

Jadi ya tak ada tuh kewajiban Pemda mengunggah KUA-PPAS sebenarnya. Tapi toh Pemprov DKI mengunggahnya setelah ada persetujuan DPRD.

Lalu bagaimana dengan partisipasi publik? KUA-PPAS walau sudah disetujui DPRD tetapi masih jauh prosesnya untuk final menjadi APBD. Akan ada saatnya nanti bagi publik untuk mengkritisi rencana anggaran manakala KUA-PPAS sudah dibahas dengan DPRD dan diunggah di web.

Jadi aneh menurut saya kalau ada partai yang akan meminta Mendagri memberi kartu kuning ke Pemprov DKI karena dianggap tak transparan. Apa dasarnya?

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur