Breaking News

Menganalisa Faktor Kemunduran Umat Islam

Foto: Perang Salib, salah satu periode kemunduran umat Islam

thayyibah.com :: 94 tahun silam, Khalifah Utsmani (Ottoman) resmi dinyatakan runtuh. Kepemimpan Islam yang pernah jaya dan menguasai dua per tiga dunia dihapuskan dalam tata dunia pada 3 Maret 1924. Sejak itu, umat Islam tidak lagi di bawah naungan seorang pimimpin tunggal (khilafah) dan mereka tercerai berai menjadi lebih dari 60 negara. Kondisinya tak ubah seperti anak ayam yang kehilangan induknya. Hari demi hari problematika yang dihadapi terus meluas menyentuh segala lini kehidupan. Pendidikan, ekonomi, sosial dan politik umat Islam kian tertinggal dengan umat lainnya.

Hingga hari ini, langkah umat Islam untuk mengembalikan kejayaan, sepertinya masih jauh dari harapan. Sejak awal keruntuhannya, para ulama banyak yang menganalisa mengapa peradaban kaum muslimin jatuh dan hingga saat ini sulit untuk bangkit. Salah satu di antara analisa yang cukup menarik adalah apa yang dipaparkan oleh seorang pemikir muslim modern, Muhammad Quthub. Selain menganalisa faktor kemunduran umat, beliau juga menawarkan sebuah solusi untuk mengembalikan kejayaan yang hilang.

Dalam Kitab Waqi’una Muashir, Dr. Muhammad Quthb memaparkan panjang lebar tentang mengapa ummat ini sulit bangkit dan belum mampu meraih kejayaan yang pernah dirasakan oleh generasi terdahulu. Menurutnya, kriris yang dialami umat hari ini cukup kompleks menyentuh segala aspek. Namun perlu dipahami bahwa krisis-krisis yang serupa juga pernah dialami oleh generasi terdahulu dan mereka mampu bangkit dari krisis tersebut.

Dalam perjalanan sejarahnya, Umat Islam telah melewati krisis yang cukup banyak. Dalam berbagai macam sudutnya. Bahkan bencana yang menimpa umat ini tidak sedikit jumlahnya. Kaum muslimin ketika itu harus rela kehilangan kekuasaan politik yang mereka duduki, jaminan keamanan hilang, mereka hidup dalam keadaan penuh dengan kacau balau. Namun dengan berjalannya waktu, krisis tersebut berhasil dilewati dengan sikap optimisme yang dikawal oleh para ulama.

Persoalan aqidah misalnya, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat dan umat Islam berada di bawah kepemimpinan Abu Bakar Ash-Shiddiq, terjadilah sebuah krisis aqidah yang luar biasa. Tidak sedikit dari mereka yang baru masuk Islam berubah menjadi murtad dan membentuk kekuatan sendiri. Krisis ini benar-benar menggoncangkan eksistensi umat Islam saat itu. Namun sudah menjadi sunnatullah bahwa pada akhirnya kemenangan itu pasti akan berpihak pada kaum muslimin.

Berikutnya pada masa pemerintahan Utsman bin Affan kaum muslimin kembali harus menghadapi krisis yang lebih rumit. Peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan dilanjutkan dengan gejolak peperangan antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah merupakan ujian yang belum pernah dialami kaum muslimin pada masanya. Kondisi negara belum stabil, gonjang-ganjing politik masih terjadi di mana-mana. Sementara di sekeliling wilayah kaum muslimin banyak musuh yang ingin menyerang. Namun bila kita perhatikan, krisis itu mampu diselesaikan para sahabat tanpa meruntuhkan melenyapkan eksistensi Islam.

Demikian juga dengan krisis yang dialami ketika terjadinya Perang Tatar dan Perang Salib. Jika dihitung dengan jumlah kekuatan dan panjangnya masa peperangan, mungkin saja eksistensi Islam ketika itu lenyap. Sebab, kondisi kaum muslimin lemah dan benar-benar berada pada titik nadi penghabisan. Namun fakta berbicara lain, melalui optimisme yang dibangkitkan oleh para ulama, akhirnya kaum muslimin berhasil memenangkan pertempuran tersebut.

Masa pun berlalu, Allah Ta’ala kembali mengingatkan kaum muslimin melalui tragedi yang terjadi di Andalusia. Kekalahan yang berujung kepada pengusiran umat Islam dari wilayah itu disebabkan perpecahan dan perselihan yang terjadi antar pemimpin Islam. Selain itu, faktor utama lainnya juga adalah adanya loyalitas sebagian umat Islam yang diberikan kepada musuh untuk menyerang sesama saudaranya dan menjadikan musuh sebagai teman setia dan pemimpin. Hingga hari ini Andalusia belum dibebaskan ke pangkuan Islam. Namun demikian, ajaran Islam tidak lenyap begitu saja. Justru setelah waktu berlalu, dari situ Islam semakin eksis dan menyebar di bumi Eropa.

Dan hari ini, krisis yang dialami oleh umat islam justru lebih kompleks. Lebih rumit daripada krisis yang terjadi sebelumnya. Namun kita tetap yakin bahwa krisis ini pasti akan berakhir. Allah telah berjanji bahwa islam kembali akan berkuasa di muka bumi. Kewajiban kita adalah menganalisa kembali akar permasalahan yang menyebabkan peradaban umat Islam mundur. Dengan demikian kita akan mendapati solusi yang tepat untuk memperjuangkannya kembali.

Faktor Kemunduran Umat Islam

Perang Salib pertama, yang berlangsung sekitar dua ratus tahun (1097-1291) dan diikuti Perang Tartar yang terjadi di sela-sela tragedi tersebut, terjadi karena kaum muslimin jauh dari ajaran Islam yang benar. Bid’ah khurafat dan kemaksiatan terjadi di tengah-tengah masyarakat. Mereka terlena dengan urusan dunia dan berat untuk berjuang.

Berikutnya, Muhammad Quthub menjelaskan, Awal krisis itu berlangsung, Kondisi kaum muslimin memang berada dalam keterpurukan, kehidupan masyarakat penuh dengan kemaksiatan. Bid’ah dan khurafat tersebar di tengah-tengah masyarakat, perselisihan dan perpecahan menggerogoti barisan umat. Akibatnya, kaum muslimin semakin mundur dan jauh dari pertolongan Allah. Karena itu, musuh semakin mudah menyerang dan menguasai wilayah kaum muslimin serta meruntuhkan kepemimpinan Islam.

Menurut Muhammad Qutb ada perbedaan yang signifikan antara umat Islam masa lalu dengan umat Islam masa sekarang dalam menghadapi krisis. Meskipun saat itu mereka dalam kondisi terpuruk, akan tetapi bagi mereka kebenaran Islam bukanlah sesuatu yang diperdebatkan. Mereka tidak ragu akidah Islam sebagaimana mereka tidak ragu juga bahwa Islam adalah sistem tata kelola kehidupan.

Meski mereka kalah pada perang Salib dan agresi Tartar, amun kekalahan tersebut tidak membuat mereka ragu akan Islam sebagai akidah dan sistem pemerintahan. Kekalahan mereka, tidak membuat mereka ingin mengkuti pola hidup, norma, nilai, falsafah hidup dan budaya musuh-musuh mereka. Mereka paham betul bahw Islam adalah harga mati, kebenran mutlak hanya ada pada Islam. Mereka tidak punya pikiran bahwa selain Islam dapat menjamin kebenaran akidah dan manhaj hidup yang lurus. Mereka juga tidak ragu bahwa berhukum dengan hukum Allah adalah sebuah kewajiban. Karena berhukum dengan hukum Allah adalah bagian yang tidak terpisahkan dari Islam itu sendiri.

Oleh karena itu mereka merasa tidak inferior di hadapan musuh mereka, karena mereka yakin akan keimanan dan akidah mereka. Mereka sadar bahwa penyebab kekalahan mereka adalah jauhnya mereka dari tuntunan agama dan tenggelam dalam kehidupan duniawi.

Sedangkan hari ini, umat Islam sendiri ragu bahwa Islam mampu mengeluarkan mereka dari krisis. Mayoritas umat Islam seolah tidak percaya Islam akan membawa kebaikan dunia dan akhirat mereka, bahkan ada yang beranggapan bahwa Islam itu sumber perpecahan.

Ada Permasalahan tashowwur (cara pandang terhadap Islam) ada juga permasalahan moral dan prilaku yang tidak Islami, dua aspek ini membuat umat Islam hari ini seolah-olah berputar di kegelapan malam yang tak tahu kapan fajar kan terbit.

Tashowwur tentang konsep La Ilaha Illallah yang menjadi pondasi serta rukun utama dalam Islam dipahami hanya sebatas kalimat yang diucapkan di lisan. Konsekuensi dari kalimat tersebut tidak lagi memperhatikan. Kalimat yang seharusnya menjadikan amalan seseorang murni karena Allah, justru digunakan sebagai mantra dalam ritual-ritual kesyirikan.

Demikian juga pola pikirnya terhadap konsep ibadah. Pengertian ibadah hanya dipahami sebatas ritual ibadah mahdhah semata. Cukup sempit. Seolah-olah ibadah hanya berhenti dalam lingkup masjid saja. Sementara persoalan politik, sosial, ekonomi tidak dianggapnya lagi sebagai bagian dari ibadah.

Konsep Qadha dan Qadar juga sama. Akidah yang seharusnya mampu membangkitkan semangat juang orang mukmin. Melejitkan amal dan menempuh beragam cara untuk memenangkan pertempuran. Justru banyak dari kaum muslimin yang salah persepsi. Konsep Qadha dan Qadar dianggap sebagai ketatapan Allah yang sudah baku. Kita tidak bisa mengubahnya. Sehingga tidak perlu berjuang untuk memperbaiki keadaan. Padahal dalam persoalan ini, Allah Ta’ala selalu memerintahkan hambaNya untuk berusaha jika ingin memperbaiki keadaan dirinya. Setelah berusaha lalu beratawakkal dengan sebenar-benarnya tawakkal. Misalnya dalam Hadis Nabi SAW bersabda:

“Berobatlah kalian wahai hamba-hamba Allah, karena Allah Ta’ala tidak menciptakan penyakit melainkan juga menciptakan obatnya,…” (HR. Abu Daud)

Penyimpangan gaya berpikir berikutnya adalah masuknya gaya berpikir liberal di kalangan umat Islam. Mereka menganggap dunia tidak ada hubungannya dengan akhirat. Keduanya bertolak belakang dan tidak bisa disatukan. Sehingga siapa saja yang menginginkan dunia, tinggalkan akhirat. Demikian sebaliknya, siapa saja yang menginginkan akhirat maka tinggalkan dunia. Sehingga sistem kepemerintahan tidak perlu dicampuri dengan urusan agama. Hasilnya, lahirlah generasi umat yang sekuler. Mengaku islam tapi anti dengan syariat.

Bilamana Umat Harus Bangkit dari Krisis?

Imam Ibnu Jarir Thabari dalam kitab tafsirnya menyebutkan, “Suatu ketika sebagian sahabat datang menghadap Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka mengeluh kepada beliau tentang beberapa kejadian memilukan yang menimpa mereka dari pihak musuh, berupa rasa takut yang mencekam dan meneror jiwa mereka, serta hal-hal yang menyakitkan yang mereka jumpai karena siksaan dan pemaksaan.” (Tafsir At-Thabari: 19/209) keluhan tersebut direspon oleh Allah ta’ala dengan menurunkan ayat:

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا ۚ يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.”

Imam Al-Qurthubi menjelaskan, “Janji Allah dalam ayat ini tidak terbatas hanya untuk Khulafaur Rasyidin radhiallahu’anhum saja, sampai harus dikhususkan dari keumuman ayat. Bahkan seluruh Muhajirin dan kaum muslimin yang lain juga masuk dalam janji-janji ayat ini…” lalu beliau melanjutkan, “Maka pendapat yang shahih adalah bahwa ayat ini berlaku umum untuk umat Muhammad dan tidak bersifat khusus,” (Tafsir al-Qurthubi: 12/299)

Tafsir yang serupa juga diungkapkan oleh Imam As-Sa’di, “Janji Allah dalam ayat ini akan senantiasa berlaku sampai hari kiamat, selama kaum muslimin menegakkan iman dan amal shalih.” (Tafsir as-Sa’di hal: 573)

Lalu kapan kaum muslimin bisa bangkit dari krisis dan mampu mewujudkan janji kemenangan tersebut?

Masih berlanjut dengan penjelasan Muhammad Quthb. Ia mengungkapkan bahwa krisis kaum muslimin hari ini sulit dihilangkan kecuali umat ini kembali kepada ajaran Islam yang benar. Meluruskan akidahnya, memperbaiki akhlak dan muamalahnya serta senantiasa menempuh manhaj Rabbani dalam berjuang.

Karena itu Muhammad Quthb berargumen, “Kekuatan akidah merupakan instrumen utama yang mampu membangkitkan umat dari keterpurukan. Akidah yang murni dan bersih dari kesyirikan akan memunculkan sikap optimisme dalam berjuang. Menguatkan rasa tawakkal dan menjauhi diri dari segala macam syahwat yang menghancurkan. Ketika akidah ini mampu dijiwai kembali oleh umat islam, maka kemenangan itu pun akan datang. Saat pasukan salib menyerang al-Quds, Shalahudin berdiri di hadapan pasukannya lalu ia berseru, “Sungguh kalian telah hancur karena jauhnya kalian dari jalan Allah. Dan kalian tak akan mampu menang kecuali kembali kepada jalan Allah.”

Wallahu a’lam bissowab. []

Penulis: Fakhruddin / Kiblat
Editor: Arju

Sumber: http://news.berdakwah.net/2018/04/menganalisa-faktor-kemunduran-umat-islam.html?m=1

About A Halia