Breaking News

SUSI FERAWATI AND THE ‘SUDDEN’ KERUDUNG

Oleh : Iramawati Oemar

Susi Ferawati dalam berbagai foto yang beredar (foto : istimewa)

Kemarin pagi saya nonton berita di MNC TV, salah satu beritanya tentang Susi Ferawati, ibu yang bersama anaknya di area CFD hari Minggu 29 April kemarin mengaku dipersekusi, hari Senin esoknya melaporkan kasusnya ke kepolisian.
Tidak ada yang istimewa dari pelaporan ini, sebab itu hak dia untuk melaporkan.
Yang menggelitik adalah penampilan Bu Susi, yang mendadak memakai kerudung.

Awalnya saya hanya lihat capture fotonya di layar TV yang katanya mendadak berhijab saat diwawancarai live by phone di sebuah stasiun televisi, pada hari yang sama dengan kejadian itu.
Ternyata, kini saya lihat sendiri, dia didampingi beberapa orang, melapor ke kantor polisi juga lengkap dengan atribut kerudung menutup sebagian kepalanya. Saya sebut sebagian, sebab seperti halnya Tsamara Amany, kerudung Susi Ferawati masih menyisakan poni terburai keluar.

 

Saya jadi berpikir : apa sih maksud dia memakai kerudung ketika diwawancarai media tv dan ketika melaporkan ke kepolisian?!
Jika seandainya saya menjadi korban salah satu perbuatan tidak menyenangkan, maka saya akan berusaha tampil apa adanya, sesuai keadaan/kondisi saya pada saat kejadian tidak menyenangkan itu menimpa diri saya.

Kenapa begitu?! Ya! Sebab saya harus meyakinkan semua pihak bahwa benar itu adalah diri saya yang jadi “korban”. Benar bahwa sosok yang ada dalam foto/video kejadian itu adalah sosok diri saya. Ini lho saya! Sama kan, saya yang ini dengan sosok yang di tampak di foto/video?

Beda dengan korban perkosaan atau pelecehan seksual, mereka cenderung tidak mau menampilkan dirinya/wajahnya. Ini sangat bisa dipahami.

Tapi berbeda dengan Susi, dia tampak pede menampilkan dirinya, dia cukup extrovert soal pengalaman “mencekam” yang dialaminya pagi itu. Susi menuliskan kejadian yang menimpa dirinya di akun FB nya, lengkap dengan unggahan foto-foto dirinya dan anaknya pada hari kejadian itu. Foto-foto yang menunjukkan raut muka sumringah, tertawa lebar, penuh percaya diri.

Susi juga tidak menolak diwawancarai stasiun TV. Bahkan ketika melapor di kepolisian, dia bersedia melayani wawancara doorstop yang dilakukan awak media.
Ini artinya Susi sama sekali tidak keberatan wajahnya terekspos baik di media sosial maupun media mainstream. Dia tidak merasa perlu wajahnya disembunyikan.

Lalu, kenapa merasa perlu MENGUBAH PENAMPILAN dengan memakai kerudung?! Ini pertanyaan besarnya!

Saya mengelompokkan 2 kategori perempuan berhijab/berkerudung yang pemakaian kerudungnya tergantung situasi dan kondisi, tergantung waktu/moment dan tempat.

Kelompok pertama adalah mereka yang berhijab/berkerudung ketika menghadiri majelis taklim/pengajian, bertakziah ke seorang Muslim yang meninggal dunia, masuk ke dalam masjid, bertemu ulama yang disegani/dihormati.
Kelompok kedua adalah hijaber/kerudunger dadakan musiman, yaitu yang hanya memakai hijab/kerudung pada saat menjelang musim pilkada, pemilu legislatif atau pilpres.

Kelompok pertama sama sekali tidak mengambil keuntungan immaterial dari pemakaian kerudungnya. Mereka memakai kerudung semata-mata karena kesantunan dan kepatutan. Mereka menghormati rumah ibadah (masjid), menghormati forum yang dihadiri (majelis taklim), dan/atau menghormati orang yang didatangi (shohibul bait/keluarga yang ditakziahi, ustadz atau ulama yang memimpin majelis taklim, dll). Biasanya mereka yang termasuk dalam kelompok ini adalah orang-orang yang sedang dalam perjalanan menjemput hidayah. Mereka sedang berproses untuk memakai hijab sepenuhnya.
Sedangkan kelompok kedua sudah pasti sedang mengambil manfaat immaterial dari kerudung yang dipakainya. Minimal dia sedang PENCITRAAN, berusaha mencitrakan bahwa dirinya adalah seorang Muslimah yang sholihah dan patuh pada perintah Allah untuk menutupi auratnya. Meski kesehariannya tidak demikian, yang penting di depan konstituen, yang penting terlihat oleh calon pemilih, tampilannya berhijab/berkerudung. Orang-orang macam ini sedang mencoba memanen insentif electoral (cieee…, sok pinjam istilahnya Om Burhanuddin Muhtadi) dari simbol milik Muslim untuk meraih simpati pemilih Muslim.

Nah, dalam kasus Susi Ferawati, saya bingung dia termasuk kelompok yang mana?!
Diwawancara media TV dan datang ke kepolisian kan bukan termasuk yang “kepatutan”nya harus pakai kerudung toh? Itu bukan masjid/musholla. Pak polisi atau news presenter TV juga bukan ustadz/ulama yang membuat kita sungkan kalau buka aurat.
Susi juga bukan politikus yang akan maju jadi caleg seperti Tsamara Amany, misalnya. Jadi dia tak perlu memikat hati calon pemilih.
Lalu dimana urgensinya dia harus mendadak berkerudung?!

Saya lalu mencoba menerka-nerka, apakah di benak mereka, di alam bawah sadar mereka, ada pikiran bahwa sesungguhnya para korban dari hampir setiap kejadian adalah Muslim/Muslimah?? Sehingga demi menguatkan kesan bahwa dirinya adalah korban, maka perlu dipakai kerudung untuk menegaskan dirinya adalah seorang Muslimah??
Allahu ‘a’lam!

Hanya Allah yang Maha Tahu apa yang sebenarnya ada di benak Susi, apa yang menggerakkan dia berkerudung.

Tentu pemakaian kerudung itu BUKAN TANPA MAKSUD. Kalau tak ada maksud apapun, untuk apa harus repot-repot berkerudung toh?! Kenapa tidak tampil apa adanya, seperti foto-foto yang dia unggah pada hari kejadian di akun FBnya?!

So far, alasan paling masuk akal yang bisa saya tarik adalah : dia hendak mengesankan bahwa dirinya “korban” dari suatu peristiwa, yang perlu mendapat simpati publik.

Entah kenapa, kerudung – yang tak lain adalah simbol milik ummat Islam – kok dijadikan property dadakan.
Kita lihat saja, sampai sejauh mana kerudung itu akan tetap melekat di kepalanya.

Satu fakta lagi, Senin malam di TV One seorang aktivis PSI – partainya Mbak Tsamara Amany – yang katanya menemani Susi melapor, ketika ditanya host TV One apa latar belakang Susi, dia menjawab “aktivis”.

Artinya Susi bukanlah seorang ibu rumah tangga polos yang tidak pernah terlibat agenda apapun.
Jadi, wajar jika setiap langkahnya sudah diperhitungkan, dipersiapkan, direncanakan. Termasuk memakai kerudung sejak dirinya mendadak terkenal. Dia sadar betul akan diwawancarai media TV, itu sebabnya dia memakai kerudung sebelum kamera men-shoot wajahnya.
Ketika hadir ke kepolisian, dia tahu pasti ada awak media yang akan menyorotnya. Sebab kasusnya memang tengah di blow up media. Itu sebabnya dia memakai kerudung meski masuk ke kantor polisi tidak harus menutup aurat seperti masuk masjid.

Entahlah…
Yang jelas, apapun alasannya pakai kerudung, lagi-lagi kita mendapati seorang Muslimah yang sedang memakai simbol kemuslimahan demi maksud tertentu, bukan karena niat menutup aurat sebagai mana tuntunan agama. Buktinya, kerudungnya tanggung amat, poninya masih berkibar.

Entah sandiwara apa yang sedang dia mainkan dengan kerudungnya. Waktu yang akan menjawab.[]

(Artikel ini di-share oleh Hbieb Estephe di WAG)

About Redaksi Thayyibah

Redaktur