Thayyibah
thayyibah.com :: Prioritaskan Penanaman Akidah. ALLAH سبحانه وتعالى berfirman,
أَمْ كُنْتُمْ شُهَدَاءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ الْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنْ بَعْدِي قَالُوا نَعْبُدُ إِلَٰهَكَ وَإِلَٰهَ آبَائِكَ إِبْرَاهِيمَ وَإِسْمَاعِيلَ وَإِسْحَاقَ إِلَٰهًا وَاحِدًا وَنَحْنُ لَهُ مُسْلِمُونَ
“Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) kematian, dan ia berwasiat kepada anak-anaknya:
“Apa yang akan kalian sembah sepeninggalku?.”
Mereka menjawab : “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (QS. al-Baqarah : 133)
Sebagai orang tua wajarlah jika kita merasa takut akan kondisi anak-anak kita yang haus dan kelaparan. Oleh sebab itulah, sang ayah dituntut untuk mencari nafkah keluarga demi keberlangsungan hidup.
Namun, banyak ayah yang kebablasan dalam melaksanakan fungsinya sebagai pencari nafkah, akibatnya pendidikan agama anak-anaknya pun dikesampingkan.
Justru yang lebih diperhatikan adalah masalah uang jajan, uang saku, uang transport, uang seragam, uang eskul, dan uang-uang lain.
Yang tak kalah diperhatikan pula, masalah gaya hidup, kendaraan untuk ke sekolah, gadget mahal, sampai sepatu yang harus terlihat necis.
Kebanyakan orang tua sudah merasa puas jika anaknya bisa makan kenyang, pakai sandang yang bagus, dan punya uang jajan cukup.
Kebanyakan orang tua juga sudah merasa bangga, dengan nilai matematika anaknya yang tinggi, bahasa inggrisnya yang bagus, dan kemampuan seninya yang luar biasa.
Namun, kebanyakan orang tua juga tidak merasa malu, dengan anaknya yang tidak bisa membaca al-Qur’an, tidak mengerti wudhu yang benar, dan tidak paham rukun-rukun shalat.
Padahal yang menjadi tanggung jawab orang tua, terutama ayah kepada anaknya pertama kali adalah masalah agama.
Oleh sebab itulah Nabi Ya’qub عليه السلام berwasiat kepada anak-anaknya dengan wasiat yang paling penting sebelum beliau wafat.
“Apakah yang akan kalian sembah setelah aku wafat?.”
Dan bukan, “Apakah yang akan kalian makan setelah aku wafat?.”
Itulah akidah, itulah agama. Yang menjadi prioritas para Nabi dan Rasul bagi anak-anak mereka.
Karena itulah, seyogyanya setiap orang tua mesti sadar, bahwa kebersamaan mereka dengan anak-anaknya saat ini adalah kebersamaan yang semu.
Kebersamaan yang tidak ada jaminan untuk tetap eksis dan berlangsung terus menerus.
Kalau saja mereka sadar, bahwa hanya dengan iman dan akidah yang benarlah mereka bisa berkumpul kembali di surga, tentulah setiap orang tua akan benar-benar memprioritaskan masalah akidah dan pendidikan agama daripada yang lain.
ALLAH سبحانه وتعالى berfirman,
وَالَّذِينَ آمَنُوا وَاتَّبَعَتْهُمْ ذُرِّيَّتُهُمْ بِإِيمَانٍ أَلْحَقْنَا بِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَمَا أَلَتْنَاهُمْ مِنْ عَمَلِهِمْ مِنْ شَيْءٍ ۚ كُلُّ امْرِئٍ بِمَا كَسَبَ رَهِينٌ
“Dan orang-orang yang beriman beserta anak cucu mereka yang mengikuti mereka dalam keimanan, Kami pertemukan anak cucu mereka dengan mereka (di surga), dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. Tiap-tiap manusia bergantung dengan apa yang dikerjakannya.” (QS. ath-Thur : 21)
Para Malaikat pengemban Arsy juga berdoa,
رَبَّنَا وَأَدْخِلْهُمْ جَنَّاتِ عَدْنٍ الَّتِي وَعَدْتَهُمْ وَمَنْ صَلَحَ مِنْ آبَائِهِمْ وَأَزْوَاجِهِمْ وَذُرِّيَّاتِهِمْ ۚ إِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Wahai Rabb kami, masukkanlah mereka ke dalam surga ‘Adn yang telah Engkau janjikan kepada mereka, beserta orang-orang shalih diantara bapak-bapak mereka, dan isteri-isteri mereka, serta anak keturunan mereka semua. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ghafir : 8)
Kebersamaan orang tua dan anak-anak mereka di surga hanya bisa ditebus dengan iman dan akidah yang benar. Maka prioritaskanlah penanaman akidah pada anak-anak kita. (put/thayyibah)
