thayyibah.com :: Ziarah kubur adalah amalan yang disyariatkan yang bertujuan untuk mengingat mati, peringatan terhadap akhirat, zuhud terhadap dunia (Ash-Shan’ani – Subulussalam) serta mendoakan penghuni kubur dari kalangan Muslimin (HR. Ahmad 6/252 – Ahkamul Jana’iz hal. 239)
Akan tetapi tidak diperbolehkan mengkhususkan hari-hari tertentu saat berziarah, seperti menjelang Ramadhan, saat ‘ied, hari Jum’at maupun hari-hari yang lain. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
ولا تجعلوا قبري عيدا
“Janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai ‘ied.” (HR. Abu Dawud 2042, Ibnu Taimiyyah dalam “Iqtidha’ Ash-Shirathil Mustaqim” 2/169 berkata, “Sanadnya hasan memiliki syawahid”, Ibnu Hajar Al-‘Asqalani dalam “Al-Futuhat Ar-Rabbaniyyah” berkata, “Hasan”, Syaikh Al-Albani menshahihkannya “Shahihul Jami'” 7226)
Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menjelaskan:
العيد ما يعتاد مجيئه وقصده من زمان ومكان، مأخوذ من المعاودة والاعتياد، فإذا كان اسماً للمكان فهو المكان الذي يقصد فيه الاجتماع وانتيابه للعبادة وغيرها كما أن المسجد الحرام ومنى ومزدلفة وعرفة والمشاعر جعلها الله عيداً للحنفاء ومثابة للناس
“‘Ied adalah sesuatu yang kehadirannya dan maksudnya berulang-ulang baik waktu maupun tempat. Kata ‘ied diambil dari kata “al-mu’awadah” (kembali) dan “al-i’tiyad” (biasa). Kata ‘ied bila dipakai untuk nama tempat maka maknanya adalah tempat yang dituju untuk berkumpul dan menunaikan ibadah atau selain itu. Seperti Masjidil Haram, Mina, Muzdalifah, ‘Arafah, dan tempat-tempat lainnya yang dijadikan Allah sebagai ‘ied bagi orang-orang yang beriman serta tempat pertemuan bagi manusia.” (Ighatsatul Lahafan 1/190)
Asy-Syaikh Al-‘Allamah Shalih Al-Fawzan berkata, “Kata ‘ied bermakna sesuatu yang selalu terjadi secara berulang-ulang. ‘Ied ada dua macam yaitu “‘ied zamani” (terkait waktu) seperti ‘ied Ramadhan dan ‘iedul adh-ha, dan “‘ied makani” (terkait tempat) yaitu tempat yang dipakai untuk berkumpul dalam hitungan tahun, pekan atau bulan dengan tujuan yang bernilai ibadah.” (Syarh Masa’ilil Jahiliyyah hal. 233)
Maka menjadikan kuburan sebagai ‘ied maknanya ialah menjadikannya sebagai tempat yang dikhususkan untuk beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah dan juga bermakna mengkhususkan waktu untuk menziarahinya. Semua itu adalah amalan yang dilarang oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Asy-Syaikh Al-‘Allamah ‘Abdul Muhsin Al-‘Abbad menegaskan:
أما زيارة القبور في يوم العيد أو في يوم الجمعة أو تخصيص يوم معين فلا يجوز ذلك
“Adapun ziarah kubur saat hari ‘ied atau hari Jum’at atau mengkhususkan hari-hari tertentu hal itu tidak diperbolehkan.” (Transkrip rekaman fatwa beliau)
Ziarah kubur adalah amalan yang disyariatkan setelah sebelumnya dilarang. Maka tidak boleh mengkhususkan hari tertentu padanya jika tidak ada dalil yang menunjukkan pengkhususannya. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menganjurkan ziarah kubur dengan lafal yang umum tanpa menentukan kapan waktunya:
زوروا القبور فإنها تذكركم الآخرة
“Berziarahlah ke kuburan karena hal itu akan mengingatkan kalian pada akhirat.” (HR. Muslim)
Dan orang yang mengkhususkan hari untuk berziarah sudah barang tentu menganggap adanya keutamaan atau keistimewaan bila dibandingkan dengan hari-hari yang lain. Maka ini termasuk amalan bid’ah yang menyelisihi ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
“Barangsiapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak bersumber dari ajaran kami maka tertolak!” (HR. Muslim)
Adapun hikmah larangan pengkhususan ini di antaranya agar manusia tidak berlebih-lebihan terhadap kuburan -utamanya kuburan para Nabi dan orang-orang shalih- sebab perbuatan seperti itu dapat menjerumuskan pelakunya kepada kesyirikan dengan cara mengultuskannya. (put/thayyibah)
Oleh : Al-Ustâdz Fikri Abul Hasan