thayyibah.com :: Apakah wudhu dianggap batal jika bersentuhan dengan suami atau laki-laki yang bukan mahram ?
Dalil yang mengatakan wudhu batal jika bersentuhan dengan wanita, bahkan kepada istri sekalipun :
“…Dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air atau LAAMASTUM (menyentuh) wanita, lalu kamu tidak mendapatkan air, maka bertayamumlah dengan tanah yang baik (bersih)…..” (Qs.5:6)
Bantahan :
Kata laamastum (menyentuh) dalam ayat diatas bukanlah diartikan bersentuhannya laki-laki dan wanita, tetapi sahabat Nabi seperti Ali bin Abi Thalib, Ibnu Abbas, Ubai bin Ka’ab dan tabi’in seperti Al-Hasan al-Bashri, Mujahid, Thawus, Ubaid bin Umair, Sa’id bin Jubair, Sya’bi, Muqotil bin Hayyan, Qotadah dll telah menjelaskan bahwa makna menyentuh disitu artinya “JIMA’/BERSETUBUH” bukan menyentuh biasa (lihat Tafsir Ibnu Katsir I/550, Tafsir ath-Thabari V/102-103 dll).
Bacalah hadits-hadits di bawah ini yang merupakan dalil yang sangat kuat untuk menjelaskan makna ayat di atas bahwa menyentuh wanita baik dengan syahwat ataupun tidak dengan syahwat itu tidak membatalkan wudhu.
(1). ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mencium salah seorang dari istrinya lalu keluar (menuju masjid) untuk melaksanakan sholat dan tidak mengulang wudhunya kembali” (HR.Abu Dawud no.179, At-Tirmidzi no.86, Ibnu Majah no.502, an-Nasaa’i no.165, dishohihkan oleh Imam Al-Albani dalam Shohih Sunan Abi Dawud no.172).
Jika ayat diatas Qs.5:6 diartikan bahwa menyentuh wanita (secara umum termasuk istri) dapat membatalkan wudhu tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan mengulang wudhunya setelah mencium istrinya. Tapi ternyata itu tidak beliau lakukan.
(2). ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata : “Aku pernah tidur di hadapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan kedua kakiku berada di arah kiblat beliau. Apabila beliau sujud, maka ia menyentuhku lalu aku pun mengangkat kedua kakiku…..” (HR.Bukhari no.382 dan Muslim no.512).
(3). ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha juga berkata : “Pada suatu malam aku kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dari tempat tidur, maka aku mencarinya lalu tanganku menyentuh pada bagian kedua punggung kakinya yang tegak, sedangkan beliau sholat di masjid seraya berdoa : “Ya Allah, aku berlindung dengan ridho-Mu dari kemurkaan-Mu…” (HR.Muslim no.486, Abu Dawud no.865 dan at-Tirmidzi no.3819).
Kesimpulan :
Menyentuh wanita baik dengan syahwat ataupun tidak dengan syahwat tidak membatalkan wudhu, kecuali jika mengeluarkan air mani dan madzi.
Tetapi bukan berarti karena tidak membatalkan wudhu lalu boleh menyentuh wanita yang tidak halal baginya, karena Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Seandainya kepala salah seorang dari kalian ditusuk dengan jarum dari besi, maka itu lebih baik baginya dari pada menyentuh wanita yang tidak halal baginya” (HR.Ath-Thabrani XX/486-487 dan al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no.4544, lihat Shahiihul Jaami’ ash-Shaghiir no.5045 dan Ash-Shahiihah no.226, hadits dari Ma’qil bin Yasar)
Wallahul Muwaffiq (put/thayyibah)