Oleh: Doni Riw
Dahulu saya punya teman yang menempuh pendidikan S1 hingga S3 management dalam waktu relatif singkat.
Untuk membangun diri sebagai sosok wanita tangguh, dia bilang bahwa dirinya tidak akan menikah. Nikah itu hanya konstruksi sosial yang tidak natural. Katanya.
Selepas kuliah, dia lngsung diterima bekerja di suatu perusahaan internasional berkedudukan di Singapura.
Karirnya cukup bagus. Dalam waktu singkat diangkat sebagai manager area wilayah Asia dengan kantor di Dubai. Kemudian pindah ke Belanda menyesuaikan jabatan.
Di negeri kincir angin itu dia menjalin hubungan dengan seorang lelaki asli Belanda. Mereka tinggal serumah meski tak menikah. Di Belanda, hubungan semacam itu disebut Samenleven atau Cohabit. Di Belanda, dua kata itu tidak bermakna negatif seperti halnya Kumpul Kebo.
Setahun berlalu, dia mengabarkan bahwa akhirnya dia mau menikah dengan lelaki itu. Untuk kepastian masa depan, katanya.
Tetapi mereka berdua sepakat untuk tidak punya anak. Sebagai wanita karir, punya anak itu merepotkan. Belum lagi biaya hidup yang mahal.
Selang setahun kemudian, tak disangka, dia berkunjung ke Indonesia bersama suami dan seorang bayi mungil yang lucu. Mereka bercerita betapa bahagia memiliki dan membesarkan anak.
Beberapa orang memang perlu mengalami banyak hal terlebih dahulu untuk memahami hakikat kehidupan.
Pengalaman itu mendewasakan mereka, sehingga terbebas dari sifat childish.
Beruntung sekali, umat Islam sudah diberi panduan hidup lengkap oleh Allah dan RasulNya SAW melalui Al Quran dan Sunnah.
Sehingga tidak perlu terjerumus dahulu untuk menjadi childish free.