Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)
Beberapa waktu lalu, melalui seorang lawyer, Yusuf Mansur berjanji akan mengembalikan uang investor jika mereka akan mengambilnya kembali. Sebagaimana diketahui, setelah gagal di bisnis batu bara pada awal tahun 2010, pada tahun 2012-2013 Yusuf Mansur menghimpun lagi dana umat. Kali ini jualan program yang dinamakan Patungan Usaha dan Patungan Aset, nilai per lembar “saham” seharga Rp 10 juta. Patungan Usaha dan Patungan Aset ini peruntukannya untuk men-take over pembangunan apartemen yang mangkrak di jalan M Thoha, Tangerang, Banten. Bangunan 2 tower ini dijadikan hotel Siti.
Setelah setahun menghimpun dana, pada Juni 2013, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegur Yusuf Mansur. Pasalnya, perorangan tidak boleh menghimpun dana. Hanya badan berbentuk PT atau yayasan yang boleh menghimpun dana. Maka, dana yang telah terkumpul akhirnya dibuatkan koperasi. Namanya, Koperasi Merah-Putih. Tetapi, koperasi Merah-Putih tak lagi mampu menghimpun dana lanjutan. Koperasi ini hanya menghimpun dana dari Patungan Usaha dan Patungan Aset dengan 1900 investor. Dalam perkembangannya, sebanyak 400 orang, katanya, telah kehilangan kontak. Hal itu diakui sendiri oleh Yusuf Mansur pada bulan Oktober 2017.
Sebenarnya, ke empat ratus orang itu bukan kehilangan kontak. Yang benar mereka tidak bisa meghubungi lagi Yusuf Mansur. Jika pun datang ke kantornya, baik di Jakarta maupun Bandung, orang-orangnya Yusuf Mansur tidak bisa memberi penjelasan secara benar dan pasti. Dalam sebuah audio yang beredar baru-baru ini, diperdengarkan dialog antara suami-istri dengan pengurus Koperasi Merah-Putih yang tidak bisa mengembalikan dana investor dengan alasan hotel Siti masih merugi.
Pasangan suami –isteri tersebut adalah satu dari 400 orang yang kehilangan kontak dengan Yusuf Mansur. Sebagaimana diketahui, sejak teguran OJK pada Juni 2013 itu, web Patungan Usaha dan Patungan Aset yang selama ini menjadi sarana komunikasi dan informasi, tidak lagi bisa diakses. Yusuf Mansur pun sudah berganti nomor HP. Maka, para imvestor banyak yang mendapatkan jalan buntu.
Akah halnya hotel Siti, kabarnya, untuk men-take over bangunan apartemen yang mangkrak itu memerlukan dana Rp 40-Rp 60 milyar. Padahal, uang yang didapat dari Patungan Usaha dan Patungan Aset, baru Rp 19 milyar. Masih tombok. Hotel yang mulai beroperasi sejak 2015 itu sampai hari ini masih sepi tamu dan terus merugi dengan menanggung beban utang ke bank yang setiap bulan mesti dibayar.
Pada Oktober 2017, di hadapan para jurnalis, Yusuf Mansur mengemukakan bahwa ada opsi untuk menjual hotel Siti. Nilainya, waktu itu ditaksir Rp 160 milyar. Masalahnya, siapa yang hendak membeli? Faktanya, sampai hari ini hotel Siti sepi penyewa, dan selama pandemi Covid-19, hotel yang sudah sepi tamu itu semakin sepi lagi. Bahkan, restoran yang ada di depan lobi, juga tutup.
Lalu, bagi mereka yang hendak mengambil investasinya yang sudah ngendon selama 8-9 tahun tersebut, tidak begitu mudah. Alasannya macam-macam. Ada yang minta sertifikat asli keikutsertaan sebagai Peserta Patungan Usaha dan Patungan Aset, bukti transfer, dan sebagainya. Setelah semua permintaan dipenuhi, berbulan bahkan bertahun-tahun juga belum dikembalikan. Ada yang berbulan-bulan setiap pekan menagih karena akan dipakai untuk persalinan, baru dipenuhi. Itu pun hanya pokoknya saja, tidak ada uang kerahiman sebagaimana dijanjikan di muka. Uang ngendon selama 8-9 tahun, tidak ada keuntungan yang didapat. Alasannya: hotel masih merugi!
Hotel Siti menempati salah satu dari 2 tower yang ada. Berlantai 11 dengan 130 kamar. Sejak dibuka pada tahun 2015, hotel ini berstatus sebagai hotel syariah dengan manajemen Horison. Pada tahun 2017, hotel Siti tak lagi dikelola oleh manajemen Horison. Maka, manajemen mengubah status dari hotel syariah menjadi hotel konvensional. Dan di lantai 3 dan 4 juga dipakai sebagai kontrakan dengan sewa Rp 2,5 juta per bulan. Itu pun, masih juga sepi dan merugi. Yusuf Mansur hanya di bibir saja ingin mengembalikan dana investor. Faktanya, mereka yang sudah mencoba menarik investasinya, dipersulit dan tak kunjung cair! Wallahu A’lam!