Breaking News
(Foto : Davy Byanca)

Tatap Wajahmu di Cermin

(Renungan 10 Malam Terakhir Ramadhan)

Oleh: Davy Byanca

(Foto : Davy Byanca)

Saat bangun pagi, tataplah wajah Anda di cermin? Jika Anda mendapatkan ada wajah rupawan di sana, tanyakan padanya apakah ia telah bersyukur dengan apa yang telah diberikan Allah kepadanya selama ini.

Namun jika Anda mendapatkan wajah yang kurang tampan atau cantik di sana, maka jangan Anda kotori lagi wajah itu dengan segudang sumpah serapah atas ketidakadilan-Nya dan berbagai perilaku maksiat saat Anda melangkahkan kaki melakukan berbagai aktivitas!

Mengapa memilih cermin? Karena cermin adalah wahana untuk mengintrospeksi diri.

Dikisahkan, ada seekor gajah yang sedang digiring menuju sebuah sumur untuk minum. Ketika melihat bayangan dirinya sendiri di dalam air, ia pun menjauhkan diri. Gajah itu berpikir, ia sedang menjauhkan diri dari seekor gajah lain. Padahal, ia sesungguhnya menghindari diri sendiri.

Dalam literatur tasawuf, cermin selalu digunakan sebagai perumpamaan kalbu. Sedangkan untuk nafsu digunakan perumpamaan asap atau uap.

Setiap kali asap menempel di cermin, maka cermin itu akan menghitam sehingga kejernihan dan keindahannya akan pudar. Syaikh Ibnu ‘Atha’illah as-Sakandari mengatakan, “Kalbu yang lemah itu tak ubahnya seperti cermin milik orang tua renta yang sudah tak punya perhatian untuk membersihkannya. Ia abaikan cermin itu dan tak pernah memakainya lagi sehingga permukaan cermin kotor. Sebaliknya, kalbu yang mengenal Allah seperti cermin milik pengantin wanita yang cantik. Setiap hari ia bersihkan dan dirawat sehingga tetap bening dan mengkilat.”

Jika selama ini kita menemukan banyak kesalahan dalam diri saudara, teman atau sahabat, maka kesalahan yang serupa tentu terdapat juga dalam diri kita. Mawlana Jalaluddin Rumi berkata, “Orang beriman adalah sebuah cermin bagi kawan-kawan beriman mereka.” Karena itu lanjutnya, “Hapuslah kesalahan-kesalahan dalam dirimu, karena apa yang mengganggu dalam diri mereka, mengganggumu dalam dirimu sendiri.”

Dengan bercermin, kita bisa menilai dan melihat aib diri, serta mengevaluasi dan melatih nafsu.

Dari begadang dalam maksiat menjadi begadang dalam taat. Dari sibuk mengabdi kepada pekerjaan dan dunia menjadi mengabdi hanya kepada Allah.

Dari memperhatikan dan mendengar perkataan manusia menjadi menyimak perkataan Allah. Dari sibuk berghibah menjadi sibuk dengan istighfar.

Berbahagialah orang yang sibuk dengan aibnya sendiri sehingga lupa dengan aib orang lain.

Maka, hari ini, tak peduli seperti apa keadaan yang sedang dihadapi, sebaiknya kita semua bisa mencari hal-hal yang bisa untuk dinikmati agar kita bisa merasa lebih bahagia.

Atau dapat juga menggali kenangan indah yang dapat membuat kita sadar betapa beruntungnya kita.

Dengan bersyukur setiap hari, akan terbuka pintu-pintu kebahagiaan untuk kita. Hanya itulah yang dapat membuat kita bertahan di tengah carut-marutnya kehidupan.

Aku –
berharap menjadi pribadi yang pandai bersyukur ..

About Redaksi Thayyibah

Redaktur