Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)
Melalui akun instagramnya, Yusuf Mansur kembali mengemukakan gagasannya tentang sedekah tapi kok ngarep. “Saya pernah nulis buku panjang lebar, soal ‘sedekah, boleh gak sih ngarep?’” begitu tulisnya. Buku dengan judul “Boleh Gak Sih NGAREP?; Belajar Tentang Sedekah” untuk pertamakalinya diluncurkan pada bulan Oktober 2012.
Adapun gagasan tentang sedekah ngarep yang kini dilontarkan lagi itu sebenarnya tidak ada yang baru, masih seperti 9 tahun yang lalu ketika buku tersebut terbit. “Saudara semua… saya senang mengatakan, jadilah kaya dengan jalan sedekah dan shalat malam. Cara ini cara yang diseru Allah dan Rasul-Nya. Bahkan bagi mereka yang bersedekah dan bangun malam, sudah akan kaya duluan.” Tentu saja yang dimaksud kaya di sini adalah kekayaan duniawi berupa materi.
Apa yang dikemukakan tentang “kaya” oleh Yusuf Mansur tidak didasarkan pada hadits-hadits Nabi Shallallah ‘Alaihi wa Sallam. Padahal, Rasulullah telah mendifinisikan hakekat kaya dalam pemahaman Islami. “Hakikat kaya bukan dari banyaknya harta. Namun kekayaan hati.” (HR Imam Bukhari dan Muslim).
Lalu, bagaimana jika seseorang bersedekah dengan berharap mendapat balasan sesuai dengan yang diinginkannya? Dalam Al-Qur’an surah Al-Muddatsir ayat 6, Allah Ta’ala berfirman, “…dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan)yang lebih banyak.” Imam Ibnu Katsir mengutip pendapat Ibnu Abbas (ulama generasi Sahabat) tentang makna ayat diatas, “Janganlah kamu memberi sebuah pemberian dan mengharapkan (balasan) lebih banyak darinya.”
Pendapat Ibnu Abbas ini senada dengan pendapatnya ulama generasi Tabi’in seperti Mujahid, Qatadah, Ikrimah, dan sebagainya. Konsep sedekah ngarep juga bertentangan dengan semangat surah Al-An’am ayat 162, “Katakanlah (Muhammad): “Sesungguhnya shalatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan seluruh alam.”
Oleh sebab itu, ketika seseorang bersedekah, hendaknya berniat semata-mata karena Allah Ta’ala. Bahwa, dengan lantaran sedekah tersebut lalu Allah Ta’ala memberi jalan keluar atas apa yang telah menimpa seseorang, itu memang wilayah dan wewenang-Nya. Allah Maha Tahu akan kebutuhan ciptaannya. Yang tidak boleh adalah bersedekah lalu sebagai ganjarannya ia meminta ini dan itu.
Jika itu yang terjadi, lalu dimana letak “Lillahi Rabbil ‘Alamin”? Anda bersedekah, akan mendapat ganjarannya sendiri. Seperti dijauhkan dari bala’, diberi keluarga yang sakinah mawadah wa rohmah, dijauhkan dari kemiskinan, dan seterusnya. Semuanya itu wilayahnya Allah, manusia tidak boleh “menyuap” Allah Ta’ala melalui, antara lain, sedekah. Karena sedekah adalah kewajiban seorang muslim. Tentang ganjarannya, sepenuhnya wilayahnya Allah Ta’ala.
Meskipun demikian, ketika seseorang mempunyai masalah, dan mengadukan kepada Allah dengan cara berdoa, maka itu adalah jalan yang dibenarkan. Bukan dengan cara bersedekah, lalu, dengan sedekah itu seseorang meminta ini dan itu, yang berkait dengan urusan duniawinya. Menurut KH Athian Ali M Da’i, Ketua Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) yang dilipatgandakan oleh Allah atas kebaikan bersedekah adalah pahala akhirat. ”Itupun bagi orang-orang yang ikhlas melakukannya,” jelasnya. Ini artinya, bersedekah tanpa diembel-embeli permintaan ini dan itu.
Gagasan Yusuf Mansur tentang sedekah kok ngarep tersebut, untuk kesekian kalinya, telah menunjukkan bahwa ia berfikir dan berbicara tanpa didasarkan pada haidts-hadits yang shahih dan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai rujukan. Yusuf Mansur hanya merujuk kepada dirinya, pikiran dan nafsunya, serta sangat miskin referensi. Oleh sebab itu, gagasan-gagasan keagamaan yang dilontarkannya, sepanjang tidak merujuk kepada Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih, tidak bisa dijadikan acuan, bahkan cenderung menyesatkan umat. Wallahu A’lam.