Karya: Sultan Agung Hanyakrakusuma
Oleh: Salim A. Fillah
Sekar: Dhandhanggula
Gendhingira mobah lawan nangis,
Dupi ageng akalnya binabar,
Kuwajiban sakalira,
Penggawe kang mrih hayu,
Rahayune pratameng urip,
Urip prapteng antakateka,
Tekaping aluhur,
Kaluhuraning kasidan,
Tan lyan saking sarengat pratameng bumi,
Tumimbang gumlaring jagad.
Artinya:
Gending (kehidupan ruhani) mengalun bersama tangis si bayi,
Menuju besar, akalnya pun berkembang,
Memahami kewajiban untuk mengamalkan,
Perbuatan yang membawa keselamatan, Keselamatan dan keutamaan hidup,
Hidup hingga akhir tujuan,
Dalam segala keluhuran,
Yaitu kemulian kematian,
Tidak lain adalah syari’at yang utama di dunia,
Yang senilai dengan dunia seisinya.
Sekar: Dhandhanggula
Menggah tarekat kawruh mangesti,
Nginjen-injen trusing kasampurnan,
Hakekat wis nunggalake,
Makripat trusing kawruh,
Jalma ingkang ngluhurken gendhing,
Pangestining jro tekad,
Cangkring tuwuh blendung
Tegese bapa lan anak
Dhingin anak, bapa ginawe ing siwi,
Mendah yen mangkonoa.
Artinya:
Adapun tarekat itu adalah pengetahuan untuk mengintai-intai, mencari kesempurnaan. Hakikat berarti telah bersatunya manusia dengan Khaliq,
Dan ma’rifat ialah pengetahuan yang sempurna. Orang yang menganggap tinggi gendhing (hakikat) dan mengutamakannya atas syari’at ibarat mengira cabang pohon dhadhap menumbuhkan batangnya. Artinya anak dianggap lebih dahulu daripada bapak, atau bapak dibuat oleh anaknya.
Tentu hal ini tidak benar, yakni untuk mencapai hakikat, orang harus mengamalkan syari’at.