(Foto : Istimewa)

Sebutir Kurma Penghalang Doa

Oleh: Satria Hadi Lubis

(Foto : Istimewa)

Usai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham seorang ulama tabi’in berniat ziarah ke Masjidil Aqsa. Untuk bekal di perjalanan, ia membeli satu kilogram kurma dari pedagang tua di dekat Masjidil Haram.

Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya. Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa.

Empat bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali sampai tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi tentang percakapan dua malaikat mengenai dirinya.

“Itu Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara’ yang doanya selalu dikabulkan Allah SWT,” kata malaikat yang satu.

“Tetapi sekarang tidak lagi. Doanya ditolak karena empat bulan yang lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat Mesjidil Haram,” jawab malaikat yang satu lagi.

Ibrahim bin Adham terkejut sekali, ia terhenyak. Jadi selama empat bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh Allah SWT gara-gara memakan sebutir kurma yang bukan haknya. “Astaghfirullahal adzhim,” Ibrahim beristighfar. Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekkah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya.

Begitu sampai di Mekkah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda. “Empat bulan yang lalu saya membeli kurma disini dari seorang pedagang tua, kemana ia sekarang ?” tanya Ibrahim.

“Sudah meninggal sebulan yang lalu, saya sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma,” jawab anak muda itu.

“Innalillahi wa innailaihi roji’un, kalau begitu kepada siapa saya meminta penghalalan?”

Lantas Ibrahim menceritakan peristiwa yang dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat. “Nah, begitulah,” kata ibrahim setelah bercerita.

“Engkau sebagai ahli waris orangtua itu, maukah engkau menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjurku makan tanpa izinnya?”

“Bagi saya tidak masalah. Insya Allah saya halalkan. Tapi entah dengan saudara-saudara saya yang jumlahnya 11 orang. Saya tidak berani mengatasnamakan mereka karena mereka mempunyai hak waris sama dengan saya.”

“Dimana alamat saudara-saudaramu? biar saya temui mereka satu persatu.”

Setelah menerima alamat, Ibrahim bin Adham pergi menemui. Biar berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalalkan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh Ibrahim.

Empat bulan kemudian, Ibrahim bin Adham sudah berada dibawah kubah Sakhra dan tertidur. Dalam tidurnya ia bermimpi kedatangan dua malaikat yang dulu pernah datang dalam mimpinya. Kedua malaikat itu bercakap cakap. “Itulah Ibrahim bin Adham yang doanya tertolak gara-gara makan sebutir kurma milik orang lain.”

“Oh tidak. Sekarang doanya sudah makbul lagi, ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang ia sudah bebas.”

Luar biasa. Cerita ini seolah menampar kita semua. Jangankan sebutir kurma, mungkin sudah tak terhitung berapa banyak hak orang lain yang kita rebut selama ini? Pantas saja jika doa kita tak terkabul. Mungkin karena ada hak orang lain yang terampas, sehingga makanan atau barang yang kita miliki belum halal.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Seorang laki-laki yang lusuh lagi kumal karena lama bepergian mengangkat kedua tangannya ke langit tinggi-tinggi dan berdoa : Ya Rabbi, ya Rabbi, sementara makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan dagingnya tumbuh dari yang haram, maka bagaimana doanya bisa terkabulkan?” (Shahih Muslim).

About Redaksi Thayyibah

Redaktur