Sutikno : Mitra Paytren Adalah Pemburu Rewards
Pernah pada pertengahan tahun 2018 lalu, ada spanduk Paytren terpasang cukup mencolok di pagar sebuah rumah di Perum Vila Indah Permai (VIP), Blok I 21, nomor 17, Teluk Pucung, Bekasi Utara. Spanduk ini kemudian lusuh dan robek tertimpa hujan dan panas. Tak sampai setahun, spanduk Paytren itu akhirnya dicopot oleh pemilik rumah dan tak pernah ada spanduk pengganti. Pemilik rumah dan spanduk tersebut adalah Sutikno, bapak dua anak asal dari Pati, Jawa Tengah.
Setelah dihubungkan oleh tetangganya, penulis yang sedang berolahraga pagi, bisa bertemu Sutikno pada Ahad (11/4) kemarin di kediamannya itu.
Sutikno memang pernah menjadi mitra Paytren dan menjalankan usaha itu. Tapi dia sendiri sudah keluar dari Paytren dan berhenti menjalankan usaha itu. Alasannya, karena system Paytren yang selalu berubah dan membingungkan.
Sutikno tidak sendiri keluar dari Paytren. Dia keluar bersama teman-temannya yang pernah membuat komunitas Paytren di Bekasi. Semuanya angkat kaki dari Paytren. Mereka kemudian ramai-ramai pindah ke multi level marketing (MLM) lain. Ada yang masuk Eco Racing dan ada yang “bermain” pada MLM lain. Bahkan seorang leader Paytren yang sudah mencapai posisi Silver, yang tinggal di Perum Pondok Ungu Permai, juga di Bekasi Utara, pindah ke Eco Racing degan memboyong semua downline-nya.
Sutikno mengaku, dia bergabung dengan Paytren sejak masih bernama VSI. Dia membeli aplikasi VSI atau Paytren dengan harga Rp. 350.000. Terakhir, dia mampu mencapai pososi leader. Itu karena dia bisa membuat jaringan di bawahnya lebih dari 100 orang.
Juga, Sutikno mengaku pernah memakai produk Paytren untuk kepentingan sendiri. Tapi itu tidak berlangsung lama. Karena produk Paytren dirasa lebih mahal dibanding yang ada aplikasi lain. Di samping itu, menurut Sutikno, tujuan orang bergabung dengan Paytren bukan untuk membeli atau memakai produknya.
Disamping itu, menejemen Paytren selalu membuat sistim yang membingungkan. Sistemnya selalu berubah. itu pula akhirnya yang membuat para mitra susah untuk menjalankan Paytren sekaligus sulit mendapatkan mitra baru.
Padahal, menurut Sutikno, awal kemunculan Paytren itu memang mudah merekrut mitra. Karena dalam aplikasisinya banyak fitur yang dijanjikan bisa mempermudah transaksi. Tapi sekarang banyak aplikasi yang lebih memudahkan orang lakukan pembayaran dan transaksi. Apalagi aplikasi-aplikasi itu bisa dimiliki seseorang secara gratis dan mudah. Sedangkan aplikasi Paytren orang harus membayar sebelum digunakan. Ditambah lagi fitur dalam Paytren tidak lengkap seperti aplikasi lain.
Sebenarnya, menurut Tikno, Paytren versi gratis juga memang ada. Tapi itu khusus pemakai dan tidak bisa dibuat usaha atau mencari keuntungan. Padahal, setiap orang yang menjadi mitra Paytren pasti niatnya untuk mencari keuntungan atau mengejar rewards yang dijanjikan.
Dengan dasar mengejar bonus dan rewards, orang lalu tidak mengindahkan nasihat para ulama. Bahwa Paytren itu mengandung unsur ‘gharar’ atau judi. Sutikno sendiri juga akui itu. “Setiap MLM begitu (mencari downline dengan iming-iming rewards) pasti dinilai sebagai gharar,” begitu kata Sutikno.
Sutikno dengan jujur mengatakan, tujuan orang menjadi mitra Paytren itu hanya mencari bonus atau rewards yang dijanjikan. Itupula sebabnya, para pemburu downline Paytren selalu tampakkan janji-janji rewards yang menggiurkan. Seperti apa yang dilakukan Yusuf Mansur selama ini. Sedangkan produknya tidak dibutuhkan.
Jadi, dalam Paytren mengejar downline adalah usaha keras yang harus dilakukan. Karena dari sini setiap mitra bisa dapatkan uang. Nah, demi downline, setiap mitra Paytren rela menjual iming-iming menggiurkan. Sedangkan pada kenyataannya, mencari satu saja downline atau mitra baru itu susah.