Breaking News
Mobil baru (Foto : detik)

SAAATNYA BERGAYA?

 Oleh: Joko Intarto

Mobil baru (Foto : detik)

Mau beli mobil? Jangan buru-buru. Tunggu 1 Maret 2021. Pemerintah akan menerapkan pengurangan pajak secara bertahap. Awalnya 100 persen. Lalu 50 persen. Terakhir 25 persen. Pemerintah juga akan menerapkan pembelian mobil dengan down payment 0 persen.

Tujuan program itu agar roda ekonomi berputar. Industri otomotif kembali tumbuh. Konon industri otomotif paling terpukul akibat pandemi. Konon pula, negara akan mendapat pemasukan baru dari dampak perputaran itu hingga Rp 1,6 triliun.

Saya bukan ahli soal ekonomi dan bisnis otomotif. Saya tidak bisa menghubungkan dan menganalisa bagaimana penjualan otomotif dengan insentif pengurangan pajak itu dengan pendapatan negara yang meningkat.

Hanya saja, saya jadi bertanya-tanya: Mengapa yang diberi insentif hanya mobil jenis sedan dan 4 x 2 di bawah 1.500 Cc? Sepengetahuan saya, kedua jenis mobil itu tidak banyak digunakan sebagai alat produksi. Kecuali, digunakan untuk taksi (konvensional maupun online).

Tapi ‘mosok’ pemerintah mendorong warganya untuk ramai-ramai menjadi driver taksi? Kondisi sekarang saja, kata para pengemudi taksi, sepinya bukan main. Padahal jumlah armada taksi sudah berkurang banyak: Ditarik perusahaan leasing lantaran tidak sanggup membayar cicilan dan bunganya.

Mengapa yang didorong pertumbuhannya bukan produk otomotif untuk sektor produksi? Misalnya, mobil-mobil untuk angkutan barang, mobil pedesaan yang multiguna itu, traktor dan mesin-mesin pertanian, perkebunan, perikanan dan kelautan.

Pembeli produknya juga dibatasi: Pengusaha UKM.

Kalau sektor produksi rakyat ini diberi insentif, para pengusaha UKM bisa menurunkan belanja modalnya. Kalau produksinya meningkat, pendapatannya akan semakin baik. Kemudian bisa menabung. Lalu bisa membeli mobil. Meski tidak disubsidi.

Kalau pun insentif itu diberikan, saya juga tidak bisa memanfaatkan. Saat ini saya harus ikut anjuran mengencangkan ikat pinggang. Walau bidang usaha jasa video conference sedang naik daun, perusahaan tidak boleh boros. Belanja hanya seperlunya. Yang dibeli harus yang benar-benar diperlukan untuk produksi saja.

Saya punya dua mobil. Pada zaman ‘old normal’, beban dua mobil itu masih bisa diatasi. Sejak ‘new normal’, beban mobil itu sering bikin senewen. Saya berusaha menjual salah satunya agar tidak terlalu menguras kantong. Belum berhasil.

Untuk setiap unit mobil, ongkos operasionalnya rata-rata Rp 5 juta sebulan. Biaya itu untuk BBM, parkir, tol dan sesekali perawatan. Dua mobil berarti Rp 10 juta sebulan. Itu kondisi mobil sudah lunas lho….

Bayangkan kalau mobil itu belum lunas dan dibeli secara kredit konvensional dengan DP 0 persen. Gak kebayang deh, betapa berat beban hidup pemiliknya. Nasibnya seperti lagu ini: “Kerja keras bagai kuda. Sampai lupa orang tua. Uangnya habis buat bunga. Belum masuk cicilannya.”

Bila tidak cermat, policy penurunan pajak otomotif itu bisa menjadi jebakan betmen. Maksud hati ingin gaya, hasilnya bisa-bisa mati gaya. Ditarik debt collector di rumah calon mertua. Auw…auww… malunya.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur