Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)
“Jika mau cepat kaya, pergilah ke Yusuf Mansur,” begitu seloroh seorang teman. “Bukan menjadi kaya, tapi ludes harta kita,” seloroh teman yang satunya. Begitulah komentar-komentar orang tentang Yusuf Mansur yang selalu mengusung jurus jitu dengan sedekah itu.
Konsep sedekah yang dilontarkan oleh Yusuf Mansur adalah sedekah untuk diri atau lembaganya. Padahal, sesuai dengan anjuran Nabi, bahwa sedekah itu diutamakan untuk kalangan terdekat, baru kalangan luar atau jauh. Simaklah nasihat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada Zainab, istri Ibnu Mas’ud, yang bertanya kepada beliau, kepada siapakah sedekah yang akan dia keluarkan? “Suami dan anakmu lebih berhak kamu kasih sedekah daripada orang lain,” begitu jawab Sang Rasul.” (HR. Imam Bukhari)
Hal senada juga dialami oleh sahabat Abu Thalhah yang hendak menyedekahkan sebidang kebun di Bairuha yang terkenal dengan kesuburannya, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyarankan, “Sungguh itu adalah harta yang sangat menguntungkan. Aku telah mendengar apa yang engkau katakan terhadap kebun itu. Aku berpendapat, sebaiknya engkau memberikan kepada kaum kerabatmu.” Abu Thalhah menjawab, “Aku akan melakukannya, wahai Rasulullah.” Lalu, Abu Thalhah membagi-bagikan kebun tersebut kepada kaum kerabat dan keponakan-keponakannya.” (HR. Imam Bukhari)
Memberikan sedekah kepada keluarga terdekat mendapat pahala ganda: pahala sedekah dan pahala silaturahim. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Bersedekah kepada orang miskin adalah sedekah (saja), sedangkan jika kepada kerabat, maka ada dua kebaikan: sedekah dan silaturrahim.” (HR. Imam Ahmad)
Inilah sistem sosial Islami yang mampu mengangkat, setidaknya meminimalisir, kemiskinan di antara keluarga dan kerabat terdekat. Jika kalangan terdekat sudah mendapatkan sedekah, bolehlah berlanjut ke kalangan yang lebih luas bahkan mengglobal.
Dalam ceramah dan seminarnya yang bertema “Keajaiban Sedekah, Kekuatan sedekah, 40 Hari Menjadi Kaya Raya”, dan seterusnya, Yusuf Mansur selalu mengeluarkan jurus sesatnya: cara cepat menjadi kaya raya. Caranya? Ya, dengan melakukan amalan-amalan tertentu agar cepat terwujud. Bahkan, di salah satu video yang beredar, Yusuf Mansur bahkan pernah mengatakan bahwa dalam 7 hari seseorang bisa kaya raya. Ajaib! Padahal, ajaran Islam selalu mengajarkan seseorang untuk bekerja. Kalau hanya dengan melakukan amalan-amalan tertentu seseorang bisa kaya raya, ini menyalahi sunnatullah tentang bekerja.
Dalam ceramah dan seminarnya, Yusuf Mansur acap mengatakan bahwa orang yang bersedekah dalam 40 hari ke depan pasti akan terjadi keajaiban dalam hidup. Mereka yang ingin kaya, akan kaya; yang belum dapat jodoh, akan dapat jodoh; yang mau sembuh dari sakit, akan sembuh; yang belum kerja akan dapat kerja; dan seterusnya.
Jika tidak terbukti? Jurus klasik ia keluarkan. “Sedekahnya kurang, Antum tidak ikhlas dalam bersedekah, tahajudnya masih kurang, shalat dhuhanya tidak rutin.” Inilah jurus berkelit agar lepas dari tanggungjawab.
Ustad Athian M. Ali Da’i dari Bandung, misalnya, pernah didatangi oleh pasangan suami-istri yang masih muda. Mereka berkisah, pernah datang ke Yusuf Mansur untuk meminta didoakan agar anaknya sembuh dari sakit. Oleh Yusuf Mansur, diminta sedekah dengan jumlah ratusan juta. Sepekan kemudian, pasangan suami-istri itu datang lagi yang mengabarkan bahwa anaknya semakin parah sakitnya. Oleh Yusuf Mansur malah diminta sedekah sebesar Rp 1 milyar. Akhirnya tersadarkanlah pasangan suami-istri tersebut, bahwa mereka telah menjadi korban atas nama sedekah. Anaknya yang sakit itu tak tertolong, dan wafat tidak lama kemudian. Jurus mengelak yang dilakukan oleh Yusuf Mansur adalah, “Sedekahnya kurang!”
Pasangan suami-istri dalam kasus diatas adalah orang berpendidikan tinggi. Masih juga tertipu. Bagaimana dengan kalangan awam? Tentu, akan lebih tergiur lagi dengan janji-janji sesat Yusuf Mansur.
Hal yang demikian inilah yang perlu dicegah. Jika didiamkan, akan semakin menyesatkan umat. Dan Yusuf Mansur makin berani berbohong atas nama agama Islam. Juga, di lingkungan masyarakat akan terjadi kerusakan. Allah pun akan menurunkan siksanya, sebagaimana firman-Nya, “Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal: 25).
Laknat Allah Ta’ala itu akan turun, kepada siapa saja, baik yang berbuat maksiat maupun yang tidak berbat maksiat. Karena itu, kritikan-kritikan kepada Yusuf Mansur selama ini adalah dalam rangka beramar makruf nahi mungkar. Jika tidak ada yang berani mengkritik dan meluruskannya, maka laknat Allah akan hadir dengan terang benderang! Wallahu A’lam.