Spanduk sebuah parpol nyata mendukung LGBT (Foto : Harian Terbit)

WALI’AH PUN TERCIDUK KARENA PRO LGBT

Oleh : @hakimuddinsalim

 

Spanduk sebuah parpol nyata mendukung LGBT (Foto : Harian Terbit)

Nabi Luth memiliki istri bernama Wali’ah. Sebagaimana banyak dinukil oleh para mufassir, Ibnu Abbas mengatakan bahwa Wali’ah tidak termasuk pelaku lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT). Terbukti ia menikah dengan Nabi Luth dan mempunyai beberapa anak.

 Jika Al-Qur’an pernah menyebut pengkhianatan yang dilakukan oleh istri Nabi Luth dan Nabi Nuh (fakhonatahuma), itu adalah pengkhianatan aqidah dan keberpihakan pada agenda musuh. Bukan pengkhianatan berupa baghyun atau fahisyah.

 Salah satu versi sejarah menyebutkan, bahwa semula Wali’ah adalah istri yang baik. Sayang ia terpengaruh oleh seorang wanita tua yang menawarkan kekayaan berupa emas dan perak, dengan syarat ia harus bersedia memberi tahu penduduk Sodom, jika ada lelaki tampan yang bertamu ke rumahnya. Rumah Nabi Luth memang sering kedatangan tamu dari kaum lain.

 Iman Wali’ah kalah dengan nafsu dan hasrat akan kekayaan dunia. Ia menerima tawaran wanita tua itu. Ia pun memberitahu kaum Sodom, setiap kali ada lelaki tampan yang bertamu pada suaminya.

 Sementara itu, da’wah Nabi Luth kepada kaumnya tidak menambah apa-apa kecuali perlawanan dan kesombongan. Mereka terus-menerus mempertontonkan kekejian dan kemungkaran. Hingga Nabi Luth memohon pertolongan kepada Allah, “Ya Tuhanku, tolonglah aku atas kaum yang berbuat kerusakan itu.” (QS. Al Ankabut: 30).

 Alloh mengabulkan doa Nabi Luth, dan mengutus malaikat untuk membinasakan mereka. Malaikat datang ke degeri Sodom dengan menyerupai dua orang lelaki yang tampan. Nabi Luth merasa susah dan sempit dadanya karena kedatangan mereka. Ia takut kedua tamunya akan menjadi mangsa seperti biasanya. (QS. Huud: 77)

 Sementara bagi Wali’ah ini adalah peluang untuk mendapatkan pundi-pundi emas. Maka dengan diam-diam ia memberitahukan kedatangan kedua pemuda tampan itu kepada kaumnya.

 Kaum Sodom pun berdatangan ke rumah Nabi Luth dengan penuh kebringasan. Luth mencoba mencegah mereka dengan menawarkan untuk menikahi putri-putrinya. Hal itu bagi Luth lebih ringan dari pada mereka berbuat bejat kepada tamunya. Namun mereka tidak berminat sedikit pun kepada putri-putri Luth.

 Tiba-tiba tamu itu berkata kepada Nabi Luth: “Sesungguhnya kami adalah utusan-utusan Tuhanmu, sekali-kali mereka tidak dapat mengganggu engkau.” Kemudian mereka berkata lagi: “Bukakan pintu dan tinggalkanlah kami bersama mereka!”.

 Nabi Luth pun membuka pintu rumahnya. Kaumnya menyerbu masuk dengan penuh kegilaan menuju ke arah tamu-tamu Nabi Luth. Ketika itulah, Malaikat menunjukkan kelebihannya, ia mengembangkan sayapnya dan memukul orang-orang durjana itu.

 Akhirnya mata mereka menjadi buta seketika. Mereka berteriak kesakitan dan bingung mencari arah. Bertanyalah Nabi Luth kepada Malaikat: “Apakah kaumku akan dibinasakan saat ini juga?” Malaikat menjawab bahwa azab akan ditimpakan kepada kaumnya pada waktu subuh nanti.

 Malaikat memerintahkan Nabi Luth untuk pergi pada akhir malam nanti bersama semua keluarganya, terkecuali istrinya. Istrinya Wali’ah termasuk yang akan diadzab. Karena ia telah berpihak dan turut membantu orang-orang berbuat kerusakan (QS. Huud: 81).

 Kisah Wali’ah ini memberi pelajaran penting tentang keberpihakan. Betapa keberpihakan terhadap kekejian dan kemungkaran akan menyeret pada kebinasaan. Apapun yang menjadi alasan. Entah karena tendensi materi, empati yang bukan pada tempatnya, atau karena intelektualitas yang kebablasan.

 

 

About Redaksi Thayyibah

Redaktur