Breaking News
KH. Athian Ali Dai bersuara tegas kepada Yusuf Mansur (Foto : Istimewa)

Tentang Yusuf Mansur, Mengapa Para Ulama Diam?

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

 

KH. Athian Ali Dai bersuara tegas kepada Yusuf Mansur (Foto : Istimewa)

Beberapa hari lalu, seorang pembaca buku “Yusuf Mansur Obong” bertanya, jika demikian halnya yang terjadi pada diri Yusuf Mansur atas investasi yang bermasalah, mengapa para ulama diam? Ini pertanyaan bagus. Dan itu pula yang menjadi pertanyaan banyak orang, termasuk penulis.

Tetapi, jika dikatakan bahwa tidak ada sama sekali ulama yang mengkritisi tentang Yusuf Mansur, itu juga tidak sepenuhnya benar. KH Athian Ali M Da’i dan Ustadz Tabrani, misalnya, telah dengan terbuka menegur Yusuf Mansur. Yusuf Mansur bahkan pernah berjanji akan datang ke rumah KH Athian di Bandung untuk berguru, dengan diantar oleh seorang pengurus MUI Pusat. Tetapi, pada hari dan waktu yang telah ditentukan, Yusuf Mansur tidak jadi datang. Ia berjanji akan menjadwal-ulang. Tetapi,itu pun tidak atau belum pernah direalisir.

Kasus-kasus yang menyorot Yusuf Mansur berkaitan dengan investasi,  mulai dari investasi batu bara (2010), Patungan Usaha dan Patungan Aset(2012-2013), Condotel Moya Vidi (2014), Nabung Tanah (2014), VSI (cikal bakal PayTren, 2013-2014), dan seterusnya. Proyek-proyek lama yang bermasalah ditinggal, proyek-proyek-proyek baru diluncurkan, dengan modus yang tidak jauh berbeda. Dan itu akan berulang, tanpa mau mengambil pelajaran dari etape perjalanan yang telah dilalui dengan penuh masalah itu.

Yusuf Mansur pernah jadi tahanan polisi karena tindak kriminal, dua kali, tahun 1998 dan 1999, masing-masing selama 2 bulan. Dan itu diakuinya dalam buku “Mencari Tuhan Yang Hilang (Jilid I, 2001)”. Kabarnya, di dalam tahanan itulah ia “menemukan” Tuhan. Buku ini menginspirasi dan mengundang empati banyak orang. Maka, mulailah nama Yusuf Mansur dikenal, dengan konsep “sedekah” yang jadi andalannya.

Ketika Yusuf Mansur merasa sudah punya jamaah, ia mulai berceramah, menceritakan kisah sukses para pelaku sedekah. Awal-awalnya, orang seakan tersihir jika Yusuf Mansur tampil di podium, lengkap dengan berbagai bumbu-bumbu dalam testimoninya. Setelah merasa jamaahnya ribuan, mulailah Yusuf Mansur berbisnis.

Kali ini bisnis batu bara yang waktu itu sedang booming. September 2009, ia mulai mengundang orang-orang berduit untuk berbisnis batu bara. Tambangnya sendiri, kabarnya, ada di Kalimantan. Mereka diundang ke sebuah hotel bintang 5 di Jakarta. Proposal ditawarkan, lengkap dengan pembagian hasil. Bahkan, dalam pertemuan tersebut, ada “hadiah”, bagi yang beruntung dapat voucer untuk menginap di hotel bintang 5 di Jakarta.

Bagi mereka yang berduit, tawaran berinvestasi di batu bara sungguh sangat menggiurkan. Hitungannya begini, jika kita menanamkan investasi Rp 100 juta, maka, dalam sebulan, akan mendapatkan bagi untung sebesar Rp 13,5 juta. Lalu, dipotong untuk sedekah 2,5% yang diberikan ke Daarul Qur’an milik Yusuf Mansur. Dalam praktiknya, para investor menanamkan uangnya diatas Rp 100 juta sampai milyaran rupiah per orang.

Bulan pertama, Oktober 2009, bisnis batu bara untung. Bagi hasil dilakukan. Lalu dibuka untuk tahap kedua, November 2009. Mereka menanamkan kembali uangnya plus keuntungan plus menambah lagi dengan sejumlah dana. Harapannya, keuntungannya akan membesar. Bulan kedua untung. Lalu dibuka untuk bulan ketiga, dengan proposal yang membutuhkan dana lebih besar lagi karena diperlukan untuk membangun pelabuhan segala. Sukses pertama dan kedua dipakai untuk menanamkan modal yang ketiga kalinya. Nilainya juga jauh lebih besar.

Sebagian besar peserta di bulan pertama dan kedua ikutan lagi dengan cara menanam investasi. Hanya sebagian kecil dari investor yang puluhan itu, memilih mundur. Mereka mundur karena sudah mencium aroma ketidakberesan dalam tata kelolanya. Dan benar, di bulan Januari 2010, bisnis batu bara bermasalah, dan uang investor tak bisa ditarik sepenuhnya.

Gagal di bisnis batu bara, Yusuf Mansur mengajak jamaah untuk berinvestasi di Patungan Usaha, Patungan Aset, Condotel Moya Vidi, Nabung Tanah, dan sebagainya. Ribuan orang seakan terhipnotis. Mereka diajak beinvestasi untuk membangun hotel Siti, Condotel, membangun hotel di Malang, Jawa Timur, dan sebagainya. Faktanya, condotel di Yogyakarta dan hotel di Malang, tidak ada realisasinya. Hanya hotel Siti di Tangerang, Banten, yang ada wujudnya. Tetapi, hotel Siti yang dibuka awal tahun 2015 dengan konsep hotel syariah itu kini jadi hotel konvensional dan sebagian kamarnya dijadikan kos-kosan.

Bukan hanya itu, nasib investasi Patungan Usaha dan patungan Aset yang dipakai untuk membeli hotel Siti juga tak jelas. Ada yang sudah sejak 5 tahun lalu mau mengambil uangnya, tetapi semua jalur tertutup. Bahkan, web yang awalnya dipakai sebagai sarana informasi, juga sudah tidak bisa diakses. Para investor yang merasa dirinya ditipu lalu mencari keadilan melalui jalur hukum, sejak 2017 lalu. Karena Yusuf Mansur mengajak berinvestasi secara terbuka, jika ada masalah, mestinya juga diungkap secara terbuka. Diantaranya, diungkap melalui buku.

Yusuf Mansur Obong ditulis setelah melihat banyaknya penderitaan orang atas apa yang telah dilakukan oleh Yusuf Mansur. Mereka berinvestasi sebagai bekal untuk menabung, tetapi faktanya, uang mereka tak jelas nasibnya. Mereka adalah para ibu rumah tangga, pensiunan, pegawai, bahkan TKI yang bekerja di Hong Kong dan beberapa negara lainnya.

Faktor banyaknya ulama yang diam setelah mendengar informasi dari jamaah, menjadi faktor tersendiri buku ini ditulis. Karena diamnya para ulama, ustadz, dan pendakwah itu telah membangkitkan penulis untuk tampil ke permukaan, melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar.

Mengapa amar ma’ruf nahi mungkar? Karena itu adalah risalah para Nabi dan Rasul. Ketika para Nabi dan Rasul sudah tidak dihadirkan ke dunia, maka kewajiban itu diemban oleh umat muslim. Dalam Al-Qur’an, Allah Subhanahu wa Ta’ala menorehkan sejarah masa lalu yang bisa dijadikan pegangan oleh umat di masa kini dan masa depan. Tatkala Bani Israil melalaikan kewajiban ini, maka Allah berfirman tentang mereka, dalam surah Al-Maidah ayat 78:

لُعِنَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ عَلَىٰ لِسَانِ دَاوُودَ وَعِيسَى ابْنِ مَرْيَمَ ۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُونَ
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.”

Apa yang dimaksud dengan durhaka dan melampaui batas? Dalam surah Al-Maidah ayat 79 Allah Ta’ala berfirman:

كَانُواْ لاَ يَتَنَاهَوْنَ عَن مُّنكَرٍ فَعَلُوهُ لَبِئْسَ مَا كَانُواْ يَفْعَلُونَ

Mereka tidak saling mencegah perbuatan mungkar yang selalu mereka perbuat. Sungguh sangat buruk apa yang mereka perbuat itu.”

Tidak melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar adalah perbuatan yang sangat buruk. Allah Ta’ala memberi perintah beramar makruf nahi mungkar didahulukan diatas iman (QS 3: 110) dan kewajiban shalat serta zakat (QS 9:71). Menurut Syaikh Abdul Aziz bin Baz (Wafat tahun 1420 H/1999 M), Allah mendahulukan kewajiban amar ma’ruf nahi mungkar atas iman, shalat dan zakat, tidak lain karena besarnya kewajiban tersebut dan sesuatu yang diakibatkannya, berupa kebaikan-kebaikan agung yang menyeluruh. Buku Yusuf Mansur Obong adalah salah satu wujud dari menunaikan kewajiban tersebut. Wallahu A’lam.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur