Breaking News
Peristiwa kedatangan TKA Chna yang menghebohkan itu (Foto : Kompas TV)

Tentang Video TKA China di Kendari

Oleh : Djudju Puwantoro (Advokat, Sekjen IKAMI)

Peristiwa kedatangan TKA Chna yang menghebohkan itu (Foto : Kompas TV)

Kedatangan tenaga kerja asing (TKA) asal China di Kendari Sulawesi Tenggara (Sultra) sempat bikin heboh. Kapolda Sultra Brigjen Merdisyam sampai-sampai minta maaf karena ada perbedaan data soal TKA China di Sultra.

Kehebohan ini berawal dari video yang viral di media sosial yang direkam dan disiarkan di media sosial (medsos) oleh Hardiono (39), warga Desa Onewila, Kecamatan Ranomeeto, Kabupaten Konawe Selatan (Konsel). Adal 49 TKA China itu tiba di Bandara Haluoleo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Brigjen Merdisyam pada Minggu (15/3/2020) membenarkan kedatangan WNA tersebut. Merdisyam menyebut mereka merupakan tenaga kerja asing dari perusahaan tambang.

Bahwa apa yang dilakukan oleh Hardiono, adalah spontanitas dengan merekam videonya adalah menceritakan kejadian yang ia lihat, alami dan itu merupakan fakta. Tindakan tersebut secara terang benderang bukanlah ditujukan dengan maksud pencemaran kepada pihak lainnya, juga tidak dimaksudkan untuk meresahkan publik, karena niat dan perbuatannya adalah untuk memberikan informasi demi kebaikan dan kepentingan umum. Tindakan tersebut, jika mengacu Pasal 310 Ayat 3 KUHP yang berbunyi ”tidak merupakan pencemaran atau pencemaran tertulis jika perbuatan jelas dilakukan demi kepentingan umum”.

Pembuat video kedatangan TKA China di Bandara Kendari di Mapolda Sultra (Foto : Tribunnews)

Seandainya perbuatan tersebut juga dikaitkan dengan berita yang sudah beredar (distribusikan) dan/atau transmisikan sehingga dapat diaksesnya informasi elektronik melalui medsos, maka jika mengacu pasal 27 UU ITE No.19/2016, tentunya tidak dimaksudkan atau memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, atau melanggar kesusilaan.

Dalam praktek, memang pasal tentang pencemaran nama baik yang disangkakan melalui media elektronik/medsos, seringkali disebut ‘pasal karet’, karena juga merupakan delik aduan. Penerapannya banyak menelan korban, dan tergantung juga bagaimana subyektifitas pihak penyidik menafsirkan dan menegakkan norma tersebut. Sebagai contoh kasus tersebut, bagaimana reaktifnya pihak Polda Sultra, dengan cepat merespon dan memproses, walaupun akhirnya juga dibatalkan (revisi) kembali.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur