Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)
Narasi itu meluncur dari lisan Helwa Humairah, Selasa (18/2) lalu ketika jumpa pers di sebuah resto di Surabaya. Helwa adalah salah seorang Star Leader VSI (cikal bakal PayTren) Hong Kong yang juga pernah jadi eksekutif marketing Condotel Moya Vidi.
Helwa juga ikut berinvestasi. Untuk VSI, dia ambil dua paket Titanium senilai Rp 17 juta plus investasi di Condotel Moya Vidi sebesar Rp 36 juta. Ini belum termasuk pembuatan spanduk, brosur,dan segala property untuk keperluan promosi yang nilainya lebih dari Rp 5 juta. Itu terjadi pada Maret 2014 ketika Yusuf Mansur datang ke Hong Kong bersama rombongan.
Rupanya, setelah Yusuf Mansur pulang ke tanah air, barulah mereka, termasuk Helwa, tersadarkan, bahwa aplikasi VSI tidak bisa dibuka. Helwa pun pernah mendatangi kantor VSI yang ada di kota Bandung, tetapi tidak mendapatkan penjelasan yang memuaskan. Juga mendatangi lahan yang dijanjikan akan dibangun Condotel Moya Vidi di Jogjakarta, ternyata lahan tersebut hanyalah lahan kosong yang dipakai sebagai tempat parkir.
Menurut Helwa, mereka yang ikut VSI maupun investasi di Condotel Moya Vidi juga dikenakan sedekah paksa, sebesar Rp 300.000 per bulannya untuk Daarul Quran (Daqu). Ada iming-imingnya, akan diberi kemudahan jika mau memasukkan anak atau keponakannya ke Daqu, sebagai santri. Semuanya gratis, katanya. “Ternyata, tidak seperti yang diomongkan oleh Yusuf Mansur, karena semuanya berbayar,” kata Helwa.
Sedekah paksa yang dilakukan oleh Yusuf Mansur itu, jika menyimak kesaksian Helwa, selain ada unsur penipuannya, juga tidak sesuai dengan ajaran Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Mulailah dengan dirimu sendiri. Bersedekahlah kepada dirimu sendiri. Jika masih tesisa sesuatu, maka bersedekahlah kepada keluargamu. Jika masih tersisa dari sedekah untuk keluargamu, maka bersedekahlah untuk kaum kerabatmu. Jika masih tersisa dari sesuatu dari kaum kerabatmu, maka bersedekahlah untuk ini dan untuk ini.”
Suatu hari, sahabat Abu Thalhah hendak menyedekahkan sebidang tanah perkebunan di Bairuha yang terkenal dengan kesuburannya. Mendengar niat Abu Thalhah tersebut, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyarankan, “Sungguh itu adalah harta yang sangat menguntungkan. Aku telah mendengar apa yang engkau katakan terhadap kebun itu. Aku berpendapat, sebaiknya engkau memberikan kepada kaum kerabatmu.” Abu Thalhah menjawab, “Aku akan melakukannya, wahai Rasulullah.” Lalu, Abu Thalhah membagi-bagikan kebun tersebut kepada kaum kerabat dan keponakan-keponakannya.” (HR. Imam Bukhari)
Ada pahala ganda ketika kita memberikan sedekah kepada kaum kerabat, sebagaimana sabda, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Bersedekah kepada orang miskin adalah sedekah (saja), sedangkan jika kepada kerabat, maka ada dua kebaikan: sedekah dan silaturrahim.” (HR. Imam Ahmad)
Begitulah sedekah ajaran Sang Rasul. Jika kita ikuti ajaran Sang Nabi, maka kita akan memahami bahwa sedekah yang paling afdhol adalah sedekah kepada kerabat. Dimulai dari kerabat terdekat, suami, isteri, dan anak. Lalu melebar kepada para sanak keluarga terekat lainnya, barulah ke lingkungan yang lebih luas, bahkan sampai ke mancanegara segala, lintas negara dan bangsa.
Adapun jika sedekah diberikan kepada keluarga terdekat, selain dapat pahala sedekah, juga pahala silaturahim. Adalah Imam Ahmad mengeluarkan sebuah hadits, “Sedekah yang paling utama adalah sedekah kepada kaum kerabat yang memusuhi.” Kaum kerabat yang sedang memusuhi, yang memutusan silaturahim, justru mendapat sedekah. Ikhtiar ini adalah untuk merawat cinta kasih antar keluarga, mencegah kebencian, serta menyambung kembali tali silaturahim yang mungkin telah terputus.
Itulah indahnya ajaran Islam. Jika tidak ada konsep sedekah yang diprioritaskan kepada kaum kerabat terdekat, maka pertengkaran atau permusuhan antar keluarga, boleh jadi, tidak ditemukan solusinya.
Jadi, dalam ajaran Islam yang benar, sedekah itu diberikan kepada kaum kerabat terdekat lebih dahulu, baru ke lingkungan yang lebih luas. Sedangkan konsep sedekah ala Yusuf Mansur, sedekah diberikan kepada dia atau pada institusi miliknya. Apalagi jika sedekah itu diberi janji-janji yang ternyata pepesan kosong. Jelas ini ada niat penipuan yang sungguh telanjang.
Sebagai umat Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jika ingin selamat di dunia dan akhirat, hendaknya kita mematuhi apa-apa yang telah ditauladankan oleh beliau. Wallahu A’lam!