Breaking News
Kepolisian Jawa Timur memperlihatkan brsosur perumahan fiktif berkedok syariah yang ada Yusuf Mansur (Foto : Istimewa)

Ada Yusuf Mansur di Perumahan Fiktif Berkedok Syariah

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senio)

Kepolisian Jawa Timur memperlihatkan brsosur perumahan fiktif berkedok syariah yang ada Yusuf Mansur (Foto : Istimewa)

 

Yusuf Mansur kembali jadi berita. Kali ini, sebuah perumahan fiktif di Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, telah menyeretnya dalam pusaran kasus penipuan dengan jumlah korban sementara sebanyak 32 orang. Menurut Kapolrestabes Surabaya, Kombes Polisi Sandi Nugroho, kerugian ditaksir ratusan milyar rupiah.

Di tahun 2015, sebuah “pengembang” dengan nama Cahaya Mentari Pratama mempromosikan akan membangun kawasan lengkap dengan perumahan bernama Multazam Islamic Residence. Pihak pengembang menjanjikan bahwa serah serah terima perumahan paling akhir Desember 2019. Tetapi, sampai tahun 2020 awal, tanda-tanda pembangunan tidak nampak.

Brosur dan spanduk Multazam Islamic Residence yang ada Yusuf Mansur (Foto : Istimewa)

 

Maka, para pembeli mulai menagih pada pengembang. Tidak ada jawaban yang pasti, mereka pun akhirnya menengok lokasi lahan yang dijanjikan. Ternyata, lahan yang sebenarnya tidak ada. Yang ada, lahan yang diklaim oleh pengembang adalah milik orang lain. Dari sinilah bau penipuan mulai terkuak. Sebanyak 32 orang akhirnya membawa masalah ini ke polisi. Direktur Utama PT Cahaya Mentari Pratama, Sidik Sarjono, akhirnya dicokok polisi.

Lalu, dimana letak keterlibatan Yusuf Mansur? Menurut Sandi Nugroho, pada tahun 2016, Yusuf Mansur pernah mempromosikan perumahan tersebut dalam sebuah ekspo di Surabaya. Dalam spanduk, ada foto Yusuf Mansur dan Wisata Hati, brand milik Yusuf Mansur, juga tertera di dalamnya. Meski pada hari “H” Yusuf Mansur tidak hadir di acara tersebut, para pengunjung diputarkan endorsmen dari Yusuf Mansur. Dalam video tersebut, Yusuf meyakinkan pada para pengunjung bahwa Multazam ini adalah bisnis yang berkembang. Para korban perumahan fiktif tersebut juga mengaku bahwa ketertarikan mereka membeli perumahan tersebut karena adanya motivasi dari Yusuf Mansur tersebut.

Oleh sebab itu, pihak kepolisian akan meminta keterangan dari Yusuf Mansur. “Kami sedang berkoordinasi, apakah Pak ustadz datang ke Polrestabes Surabaya atau kami yang akan mendatanginya,” tutur Sandi di Surabaa (7/1/2020).

***

Yusuf Mansur bukan kali ini tersandung kasus penipuan. Pada tahun 1998 dan tahun 1999, Yusuf pernah mendekam di tahanan Polres, masing-masing 2 bulan. Kasus yang dituduhkan adalah penipuan. Selama di tahanan itulah Yusuf, konon, mendekat kepada Tuhan, lalu iapun tercerahkan, dan menulis sebuah buku “Mencari Tuhan yang Hilang”. Buku tersebut laris manis. Yusuf bermetomorfose menjadi seorang spiritualis dengan bendera “Wisata Hati”. Bahkan, Yusuf sempat buka praktik di mal-mal di berbagai kota, terutama di Pulau Jawa.

Dalam perjalanan waktu, Yusuf yang dalam ceramahnya selalu mengajak jamaah untuk bersedekah itu, mendirikan rumah tahfidz yang kini dikenal dengan Daarul Quran, itu. Operasional dari Daarul Qur’an dari jamaah yang setiap kali ia diundang ceramah, selalu mengajak mereka untuk bersedekah dan sedekahnya itu untuk Daarul Qur’an.

Tidak hanya sampai di situ. Yusuf tergoda untuk berbisnis. Maka, pada akhir 2009 ia mengajak jamaah yang berduit untuk berbisnis batu bara. Hanya bertahan 3 bulan, awal tahun 2010, bisnis batu bara bermasalah. Uang nasabah puluhan milyar rupiah tidak jelas penyelesainnya.

Gagal di batu bara, bukan membuat Yusuf Mansur surut. Tetapi ia justru terus bergerak mengajak jamaah berbisnis bersamanya. Maka, pada tahun 2012-2013, ia mengajak jamaah berpatungan usaha dan patungan aset, untuk membeli hotel Siti di Tangerang, Banten. Juli 2013, Otoritas Jasa Keuangan menjewer Yusuf Mansur, karena pengumpulan dana masyarakat haruslah berbadan hukum, PT atau yayasan. Waktu itu Yusuf menampung dana investor lewat rekening pribadinya dengan nama aslinya Jam’an Nurchotib Mansur.

Tidak berhenti sampai di sini. Yusuf Mansur terus bergerak, ia mengajak jamaah untuk mendirikan Condotel Moya Vidi di Jogjakarta (2013-2014), Nabung Tanah (2014-2015) yang menyasar para tenaga kerja Indonesia di Hong Kong, dan seterusnya. Semua usaha tersebut gagal. Para investor yang merasa dirugikan tidak berhasil menarik kembali uangnya. Sebagian dari mereka membawa kasusnya ke ranah hukum, sampai sekarang masih berproses. Jadi, ketika pada tahun 2015 di Sedati, Sidoarjo, ada pengembang yang mempromosikan perumahan syariah, dan menggandeng Yusuf Mansur, logikanya nyambung dan terhubung.

Yusuf Mansur sendiri,sebagaimana menghadapi kasus-kasus sebelumnya, enteng saja dalam menanggapi keterlibatannya dalam kasus perumahan fiktif syariah ini. “Saya siap bersaksi,” katanya. “Saya gak ada urusan dan tidak pernah datang ke acara mereka. Catut murni,” sanggahnya dengan enteng.

Oleh sebab itu, karena korban sudah melapor, tersangkanya sudah ada, polisi mesti bertindak cepat. Salah satunya dengan memeriksa Yusuf Mansur. Alibi dia tidak pernah hadir di acara mereka (pengembang) tidak bisa dijadikan alasan pembenar. Ada rekam jejak, ada video yang beredar, ada spanduk-spanduk yang menampilkan foto dan namanyaa, dan seterusnya. Semuanya terhubung. Jika Yusuf Mansur merasa namanya dicatut, mestinya dia melakukan somasi atau keberatan sejak awal. Bukan diam saja, dan setelah kasusnya terkuak, baru berkomentar ini dan itu.

Kini, peran polisi sangat dinanti. Pemanggilan polisi terhadap Yusuf Mansur diperlukan, untuk menguji pernyataannya, dan sejauhmana keterlibatannya dalam kasus perumahan fiktif ini.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur