Breaking News
Dulu, The Power of Giving dan Miracle of Giving adalah jualan Yusuf Mansur untuk menjaring uang sedekah. Sekarang setelah semua program investasi, patungan dan paytren menjadi buntu, Yusuf Mansur memutar kembali program lama, siapa tahu masih bisa menjaring uang sedekah.

The Power of Giving Ala Yusuf Mansur

Oleh: HM Joesoef (Wartawan Senior)

Dulu, The Power of Giving dan Miracle of Giving adalah jualan Yusuf Mansur untuk menjaring uang sedekah. Sekarang setelah semua program investasi, patungan dan paytren menjadi buntu, Yusuf Mansur memutar kembali program lama, siapa tahu masih bisa menjaring uang sedekah.

 

Ahad 10 November lalu, Yusuf Mansur mengadakan kelas webinar (Online) dengan tema “The Power of Giving, The Miracle of Giving” dengan biaya pendaftaran Rp 100.000 per orang. Hari Ahad 17 November nanti, di Hotel Grandika Medan, kelas “The Power of Giving” juga digelar. Kali ini dilakukan dengan 2 sesi. Sesi I Pukul 09.00 – 11.30 dan sesi II Pukul 16.00 – 18.30 WIB.

Jualan ceramah dengan tema “The Power of Giving dan The Miracle of Giving”, adalah menu lama yang selalu diulang-ulang, memotivasi orang untuk bersedekah. Dan rumus sedekah pun murni duniawi. Bagi Yusuf Mansur, sedekah adalah investasi yang hasilnya segera kembali kepada diri sendiri berkali-kali lipat. Bahkan ia berani menjamin bahwa investasi tersebut akan kembali dengan hitungan hari.

Bagi Yusuf Mansur, sedekah adalah zakat harta yang dibayar di muka, sebelum harta ada dalam genggaman. Begitu sedekah dibayarkan, menurutnya, pastilah akan datang balasan rezeki melalui jalan yang tak terduga. Sebenarnya, ini resep lama, didaur-ulang dan sekarang mulai digencarkan lagi.

Mari kita ikuti resepnya. Jika kita memberi 1, maka itu akan dibalas dengan 700. Dasar ayatnya ada, Al-Quran surah Al-Baqarah: 261, “Perumpamaan (nafkah yang dikeluarkan oleh) orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir seratus biji. Allah melipat gandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui.”

Lalu, ayat tersebut “diterjemahkan” melalui konsep sedekah materialisme, akan menjadi sebagai berikut:

100.000 – 10.000   = 7.090.000

100.000 – 30.000   = 21.070.000

100.000 – 50.000   = 35.050.000

100.000 – 70.000   = 49.030.000

100.000 – 90.000   = 63.010.000

100.000 – 100.000 = 70.000.000

Jika punya uang Rp 100.000, disedekahkan Rp 10.000, kita akan mendapat Rp 7.090.000. Jika kita mempunyai uang Rp 100.000 lalu kita sedekahkan semuanya (Rp 100.000), maka Allah akan menggantinya menjadi Rp 70.000.000, dalam bentuk rupiah. Kok bisa? Bisa saja karena ini matematika ala Yusuf Mansur.

Muncul pertanyaan, apakah matematika Allah Subhanahu wa Ta’ala sama dengan matematika manusia? Untuk memahami makna dari ayat tersebut, mari kita ikuti penjelasan dari seorang mufasir, Imam Ibnu Katsir. Menurut Ibnu Katsir, ayat tersebut merupakan perumpamaan yang diberikan Allah Ta’ala mengenai pelipatgandaan pahala bagi orang yang menafkahkan harta kekayaan di jalan-Nya dengan tujuan untuk mencari keridaannya. Dan bahwasanya kebaikan itu dilipatgandakan mulai dari sepluh sampai tujuh ratus kali lipat.

Perumpamaan tersebut lebih menyentuh jiwa daripada penyebutan bilangan 700 kali lipat, Karena perumpamaan tersebut mengandung isyarat bahwa pahala amal shalih tersebut dikembangkan oleh Allah Ta’ala bagi para pelakunya, sebagaimana tumbuh-tumbuhan, tumbuh subur bagi orang yang menanamnya di tanah yang subur. Imam Ahmad, Muslim, dan Nasa’i mengeluarkan hadits yang dinarasikan oleh Ibnu Mas’ud, bahwa ada seorang lelaki yang menginfakkan seekor unta yang hidungnyat telah diberi tali, di jalan Allah, lalu Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Engkau pasti akan datang pada hari kiamat kelak, dengan tujuh ratus unta yang telah ditali hidungnya.”

Dengan demikian, maka janji Allah, berdasarkan hadits diatas, maknanya adalah ganjaran di akhirat. Walaupun pemahaman bahwa amal tersebut dibalas di dunia, tidak ada dalil yang membantahnya. Tetapi, matematika yang dipakai Yusuf Mansur cenderung dipaksakan. Sedekah adalah amal kebaikan. Jika kita beramal Rp 100.000, maka amal kebaikan tersebut akan dilipatgandakan sampai 700 kali bahkan sampai tak terhingga. Tetapi, bentuknya tidak selalu rupiah. Nilai 700 kali, bahkan lebih, bentuknya bisa beragam. Dari anak-anak yang shaleh-shalehah, istri yang shalehah, terhindar dari penyakit yang menguras kantong jika harus berobat, terhindar dari kecelakaan, kebakaran, dan seterusnya. Inilah pemahaman matematika sedekah yang benar sebagaimana dipahami oleh para salafus shaleh.

Karena itu, jangan fetakompli Allah Subhanahu wa Ta’ala agar mengikuti rumus matematika yang dibuat oleh manusia. Ini jelas tidak punya tatakrama dan kesopanan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Jika meminta kepada Allah Ta’ala dengan cara-cara yang tidak punya adab seperti ini, jelas akan tertolak.

Apalagi, dalam sejarahnya, jika Yusuf Mansur sudah mulai mengadakan kelas-kelas untuk “The Power of Giving”, ujung-ujungnya mengajak jamaah untuk bersedekah guna mendukung proyek-proyek yang sedang dikerjakan. Orang yang awam pemahaman agamanya, akan dengan mudah diajak untuk bersedekah, atau berinvestasi, untuk suatu proyek yang ujung-ujungnya bermasalah.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur