Breaking News
Seorang warga berada di puing rumahnya yang terbakar di kawasan Hom-hom, Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Sabtu (12/10/2019). Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyatakan akan bekerja sama dengan Zeni TNI untuk segera membangun kembali kantor pemerintahan, perumahan, ruko, dan fasilitas umum yang rusak hingga terbakar pascaaksi unjuk rasa yang berujung anarkis pada 23 September 2019. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/aww.

Wamena Masih Siaga

Sejumlah polisi menyapa warga saat patroli keamanan di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Sabtu (12/10/2019).
 
Wouma merupakan zona merah bagi warga pendatang setelah kerusuhan 23 September.
 
Oleh Bambang Noroyono

thayyibah.com :: Tiga pekan setelah kerusuhan 23 September, Wamena masih jauh dari kata status aman. Ibu Kota Kabupaten Jayawijaya tersebut masih ditetapkan sebagai zona siaga-1.

Sebanyak 1.400 personel gabungan TNI dan Polri masih disiagakan untuk memberikan jaminan kondusivitas. Jumlah warga yang kembali dari eksodus sejak 23 September juga masih minim.

“Siaga-1 itu memang artinya kita masih standby. Pasukan gabungan digelar di titik-titik kerawanan, dan di pintu masuk keluar dari dan ke Wamena,” kata Dandim Letkol Inf Chandra Diyanto saat ditemui Republika di Markas Kodim 1702/Jayawijaya, Wamena, Sabtu (12/10). Ia menerangkan, kondisi wilayah berangsur normal meskipun situasi keamanan belum pulih benar.

Upaya aparat memulihkan keamanan dilakukan dengan pendekatan yang komunikatif. Chandra mengatakan, sistem patroli ikut dilibatkan dalam berkomunikasi dan berdialog dengan masyarakat.

“Patroli yang kita lakukan, untuk meyakinkan bahwa situasi sudah aman,” ujar dia. Hanya, dia menerangkan, patroli yang dilakukan tak terjadwal. Artinya, dilakukan pada jam dan titik-titik tertentu secara acak. “Patroli sampai ke pelosok-pelosok.”

Meskipun TNI-Polri sudah memberikan jaminan rasa aman, keyakinan masyarakat untuk kembali dari pengungsian masih minim. Aster Kodim Wamena Kapten Effendi menerangkan, sampai Sabtu (12/10) pagi, tercatat sudah sekitar 17.367 warga yang eksodus keluar Kota Wamena sejak kerusuhan.

Sedangkan, yang kembali sampai Sabtu (12/10), baru sekitar 336 orang. Jumlah pengungsi di Wamena pun masih banyak, sekitar 480 orang. “Itu ada di delapan pos-pos penampungan, termasuk yang di Kodim, Koramil, di Polres (Wamena), di beberapa gereja, dan masjid-masjid yang ada di Wamena,” ujar dia.

Namun, khusus para pengungsi di Kodim 1702 Jayawijaya, warga korban kerusuhan, sudah dilokalisasi ke beberapa rumah aparat. “Mungkin ada yang kenal karena satu suku, atau karena satu kampung halaman,” ujar Effendi. Jumlah korban meninggal dunia tidak bertambah, yaitu 33 orang. Sebanyak 31 di antaranya meninggal karena kekerasan, dan dua lainnya karena medis.

Dari data militer setempat menyatakan, delapan di antara korban adalah warga asli Papua, dan sisanya pendatang. Jumlah berbeda disampaikan Ketua Dewan Adat Papua (DAP), Dominikus Surabut.

Menurut dia, hingga Jumat (11/10), korban meninggal mencapai 43 orang. Sebanyak 25 orang di antaranya pendatang, dan 15 lainnya warga asli Papua. “Tiga korban yang lainnya, belum bisa diidentifikasi apakah warga asli atau pendatang,” kata dia.

 

 
Sejumlah polisi menyapa warga saat patroli keamanan di Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Sabtu (12/10/2019).

Seorang warga berada di puing rumahnya yang terbakar di kawasan Hom-hom, Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Sabtu (12/10/2019).

Foto:
Wouma merupakan zona merah bagi warga pendatang setelah kerusuhan 23 September.

Penikaman

Pada Sabtu (12/10), insiden sensitif kembali terjadi di Kota Wamena. Laporan Polres Wamena menyatakan, penikaman terjadi sekitar pukul 15:00 WIT di Wouma dan mengakibatkan seorang warga, Deri Datu Padang, meninggal dunia. Polisi mengidentifikasi Deri sebagai pendatang, sedangkan pelaku berum teridentifikasi. “OTK (orang tak dikenal) melakukan penikaman,” begitu laporan kepolisian setempat.

Menurut laporan itu, Deri merupakan tukang kuli bangunan yang hendak pulang kerja. Dia bersama lima kerabatnya mengendarai empat motor dari Wouma ke Wamena. Tiba-tiba, di jembatan Wouma, dua OTK menyerang mereka, lalu kabur.

Pelaku diidentifikasi sebagai pria berbaju merah bersama seorang remaja. Para korban sempat melapor ke Pos Brimob terdekat, dan Deri diantar ke RS Wamena karena pisau masih menancap di perutnya. Sempat mendapat penanganan, tapi nyawa Deri tak tertolong.

Menurut warga setempat, Wouma merupakan zona merah bagi warga pendatang setelah kerusuhan 23 September. Kawasan tersebut, menjadi salah satu titik terdampak kerusuhan paling parah.

Di tempat itu, berdiri salah satu sentra ekonomi terbesar, Pasar Wouma, yang saat kerusuhan lebih dari 110 kios dan unit usaha warga pendatang, ludes dibakar perusuh. Padahal, mayoritas unit usaha tersebut milik salah satu tokoh adat setempat, yang merupakan warga asli Papua.

Jasad Deri telah dibawa para kerabatnya ke Tongkonan, rumah adat masyarakat Toraja di Wamena. Kedatangan jasad korban ke rumah adat sempat membuat situasi menjadi panik dan cemas. Sebab, kabar penikaman tersebut membuat situasi kembali menegang. Menjelang maghrib, masyarakat kembali keluar rumah dengan siaga tinggi.

Di sentra ekonomi Wamena di Jalan Irian dan Sulawesi, tampak para pedagang yang didominasi pendatang buru-buru menghentikan aktivitas dagangannya, dan memilih tutup cepat. Di Jalan Trikora para pemuda dan masyarakat, keluar rumah, dan tumpah ke trotoar jalan sambil memegang senjata tajam, besi, serta kayu. Situasi serupa, juga terjadi di jalan-jalan raya dan utama Kota Wamena.

Di Jalan Yos Sudarso, yang menjadi kawasan militer karena terdapat Markas Kodim 1702, tampak para serdadu dengan senjata lengkap dan rompi antipeluru berjaga-jaga. Sedangkan, satuan anggota Brimob, kembali tampak siaga penuh di sejumlah titik gelap di jalan raya.

Di Jalan Ahmad Yani, tampak sejumlah keluarga dengan konvoi bermotor membawa perlengkapan tidur dan tas menuju ke Polres Wamena yang terletak di Jalan Bhayangkara. Markas induk kepolisian itu memang menjadi salah satu posko pengungsian warga pascakerusuhan. n ed: ilham tirta

photo

Sejumlah warga antre mengambil makanan di posko pengungsian Tongkonan Toraja, Kota Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Sabtu (12/10/2019).

Identitas Korban Meninggal

Versi Militer:
– Warga asli Papua: 8 orang
– Pendatang: 25 orang

Versi Dewan Adat:
– Warga asli Papua: 15 orang
– Pendatang: 25 orang
– Belum teridentifikasi: 3 orang

Sumber: TNI, Dewan Adat Papua

About A Halia