H. Samanhoedi dan HOS Tjokroaminoto, dua tokoh ini adalah pedagang dan da'i yang kemudian dikenang sebagai pejuang, Pahlawan Nasional (Foto : Istimewa)

Sufi Modern (7)

Bisnisman Sufi

Tabrani Syabirin, Lc, M.Ag

H. Samanhoedi dan HOS Tjokroaminoto, dua tokoh ini adalah pedagang dan da’i yang kemudian dikenang sebagai pejuang, Pahlawan Nasional (Foto : Istimewa)

 

Sastrawan dan filosof Indonesia Sutan Takdir Alisjahbana (STA) 1908-1994 adalah dari sedikit cendikiawan yang terlambat mengenal Islam. Dipenghujung usianya, STA sangat positip melihat Islam. Karena itu di kampus UNAS dimana STA menjadi rektornya didirikan masjid dan juga dibuka pusat kajian Islam.

Dalam beberapa penjelasan STA menyatakan bahwa Islam itu agama moderen yang mendorong kemajuan. Satu-satunya nabi yang berlatar belakang bisnis adalah nabi umat Islam yaitu Nabi Muhammad SAW. Agama-agama lain tidak ada nabinya yang pedagang. Tapi kenapa umat Islam jauh atau terasing dari dunia bisnis?

STA melanjutkan sesuai fakta-fakta yang dia lihat. Di Indonesia yang berbisnis dengan hebat itu adalah orang-orang China, padahal nabinya tidak berbisnis dan tinggal di vihara dan jauh dari keramaian. Begitu juga Nabi Isa As yang menjadi nabi kaum Kristiani (mereka menyebutnya Jesus, lalu dijadikan Tuhan) bukan seorang pedagang. Karena itu dia mengajak dan menggugah umat Islam untuk kembali kepada Islam agar meraih kemajuan diantaranya menekuni kembali dunia bisnis.

STA benar. Islam datang kepada kaum urban Makkah yang aktifitas hidupnya sarat dengan entrepreneurship. Ajaran Islam dari awal sudah memberikan penghargaan yang tinggi kepada pedagang yang jujur, amanah, tidak bohong dan curang. Pedagang yang jujur ditempatkan pada kedudukan yang tinggi di sisi para nabi, shiddiqin, dan para syuhada. Kalau syuhada adalah para pahlawan Islam yang gagah berani membela Islam, maka kaum bisnis juga para pejuang yang berani mencari karunia Allah untuk memakmurkan bumi. Karena itu pedagang juga ditempatkan satu barisan dengan syuhada.

Hanya saja ada sifat negatip yang melekat dalam dunia perdagangan yaitu suka curang dan menipu.

Allah SWT menyindir bahwa perilaku hidup curang itu berhimpitan dengan kehidupan para pedagang. Karena itu Nabi Muhammad SAW juga turun ke pasar untuk mengingatkan para pedagang agar tidak curang, berdusta serta bersumpah palsu demi mendapatkan keuntungan dari transaksi perdagangan.

Mari kita ikuti arahan Nabi Muhammad SAW, “Sebaik-baik usaha adalah perdagangan. Jika berbicara tidak dusta, jika diberi amat tidak khianat, jika berjanji tidak meleset, jika membeli tidak mencela, jika menjual tidak memuji barang jualannya. Jika berhutang tidak menunda-nunda pembayarannya, jika ber piutang tidak mempersulit orang berhutang.” (HR. Baihaqi)

Ajaran Islam dan ucapan Nabi Muhammad ini kembali bergema. Negara manapun di dunia ini yang ingin naik kelas dari negara miskin menuju kaya dan makmur atau istilah populernya dalam study pembangunan dari dunia ke tiga naik menjadi negara kelas dua bahkan kelas satu, harus mengaca diri terlebih dahulu dengan melihat berapa banyak warganya yang terjun ke dunia bisnis? Berapa persen kelas bisnisnya?

Suatu negara makmur butuh entrepreneur yang banyak, paling tidak 2% dari warga nya. Indonesia membutuhkan sekitar 5,3 juta jiwa kaum bisnis. Berdasarkan survey Bappenas 2019, jumlah penduduk Indonesia sekitar 267 juta jiwa. Dengan angka usia produktif 85 juta orang.

Yang berminat untuk terjun sebagai entrepreneur hanya 0,18% atau sekitar 500.000 orang. Jadi masih jauh dari standar yang qualified. Sebagai bahan pertimbangan Singapura punya 7,2% kaum bisnis dari 5,6 juta penduduk nya, dan Amerika Serikat punya 11,5% kaum bisnis dari 321 juta jiwa penduduknya (2015).

Karena itu kalau ada penguasa yang ingin membawa bangsanya menjadi bangsa maju, makmur dan kaya, tapi yang berbisnis sedikit, di bawah 1 persen, maka cukup mendengarkanya seperti geluduk di siang bolong. Janji itu tidak akan terwujud. Karena yang bisa mengangkat income perkapita masyarakat itu adalah penguasa dan pengusaha. Dari tahun ke tahun income perkapita masyarakat Indonesia susah naik karena pengusaha Musim juga sangat kecil.

Dari sini dapat kita tetapkan mengapa berbisnis itu ibarat prajurit jihad yang turun ke medan juang dan tidak berniat untuk kembali lagi. Seorang prajurit jihad harus bermental berani, kreatif, percaya diri. Dan tidak takut mati.

Si sinilah letak pentingnya kaum bisnis. Yaitu membuka jalan kepada masyarakat untuk mendapatkan sumber kehidupan di tengah pertumbuhan ekonomi yang sulit. Mari kita simak firman Allah untuk orang-orang yang akan diberi balasan pahala yang besar yaitu : إطعام فى يوم ذى مسغبه. Yaitu memberi makan pada hari terjadinya kelaparan. Qs 90:14.

Keberanian prajurit yang terjun ke medan jihad itu disabdakan oleh Nabi Muhammad SAW رجل خرج بنفسه و ماله و لم يرجع من بعده من شيء. حديث متفق عليه. : seorang laki2 yang keluar dengan jiwa raganya, mengorbankan seluruh hartanya dan tidak berniat untuk pulang. Sukses, menang atau mati sebaiknya syahid.

Berbisnis memang perlu keberanian. Harus ada juga jiwa tawakkal kepada Allah. Kerugian dalam memulai usaha bahkan usaha yang sudah berjalan sekalipun juga rentan dihantam kerugian. Tapi seorang entrepreneur tidak pernah takut menghadangnya. Prajurit bisnis itu juga keluar dengan segenap jiwa, dan semua harta akan dipertaruhkan dan juga tidak berniat pulang dalam kegagalan.

Prajurit jihad seperti yang disinyalir oleh Rasulullah itulah yang membuat Islam menang. Penaklukan demi penaklukkan sukses. Berbisnis yang sukses juga berangkat memulai bisnis dengan tekad kuat semangat membara dan berhati baja. Inilah Sufi moderen yang kita maksudkan. Wallahu yashad.

About Redaksi Thayyibah

Redaktur