Oleh: Insanial Burhamzah
Pada hari Rabu tanggal 17 Juli malam saya bersama seorang Pati TNI dan seorang tokoh pergerakan, bertemu seseorang yang sangat kredible memberikan info A1 tentang esensi makna Pertemuan Prabowo-Jokowi.
Pertemuan kami untuk memastikan simpang siur berita yang ada di media social, terkait Pertemuan Prabowo-Jokowi pada tangggal 13 Juli 2019 lalu yang masih menuai Pro-Kontra di kalangan 02 khususnya. Di satu sisi, mereka ada yang melihat sebagai sarat dengan nilai pengkhianatan, namun di sisi lain ada yang melihat sebagai upaya mencari solusi dari bahaya perpecahan bangsa. Tentu keduanya memiliki argumentasi yang mereka anggap benar terhadap persepsinya masing-masing.
Persepsi bagi yang kontra, tentu akan mengkaitkan naifnya pertemuan itu dengan sejumlah kasus pemilu curang yang di lakukan secara TSM (Terstruktur, Sistematis dan Massive) dan sejumlah tindakan represif para aparat yang dikendalikian rezim ini, yang telah menelan korban jiwa dan sejumlah orang hilang serta penahanan sejumlah tokoh yang dianggap sebagai bentuk kriminalisasi para tokoh oposisi. Argumentasi ini tidak dapat diabaikan, sebab opini ini berkembang atas fakta dan kenyataan yang dirasakan oleh para korban dan keluarganya.
Sedangkan, persepsi bagi yang Pro melihat Pertemuan Prabowo-Jokowi sebagai upaya mencari solusi dari bahaya perpecahan bangsa. Dengan alasan bahwa rezim ini telah mengendalikan TNI-Polri dan mengendalikan institusi pemerintahan dan hampir semua media mainstream dan memiliki keuangan yang jauh lebih kuat. Tentu jika di benturkan akan berdampak perpecahan bangsa dan bukan tidak mungkin terjadi banjir darah sesama anak bangsa ini. Meskipun semua pihak 02 mengakui ada bukti kecurangan TSM dan sama-sama merasakan tindakan represif aparat. Tetapi, kita sedang menghadapi kebuntuan hukum untuk sementara ini. Mungkin sebagai akibat ketakutan berlebihan rezim ini atas “dosa-dosanya”, bila Prabowo berkuasa. Dan atau mungkin akibat alasan lainnya? Hal tersebutlah yang menjadi alasan mengapa pihak 02 melihat bahwa sebuah pertemuan yang akan memulai perundingan adalah pilihan pahit, tetapi tetapi tetap elegan, karena 2 November 1949 hal yang sama di lakukan para pendiri bangsa pada Konferensi Meja Bundar dan demikian pula Rasulullah juga melakukan Perjanjian Hudaibiyyah (Arab: صلح الحديبية) sebuah perjanjian yang diadakan di wilayah Hudaibiyah, Mekkah pada Maret, 628 M (Dzulqa’dah, 6 H).
Konferensi Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus hingga 2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg), yang mewakili berbagai negara yang diciptakan Belanda di kepulauan Indonesia.
Sebelum konferensi ini, berlangsung tiga pertemuan tingkat tinggi antara Belanda dan Indonesia, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian Roem-Royen (1949). Konferensi ini berakhir dengan kesediaan Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat atau RIS. Meskipun demikian kemudian akhirnya bangsa Indonesia merubah RIS menjadi NKRI.
Perjanjian Hudaibiyyah
Perjanjian Hudaibiyyah (Arab: صلح الحديبية) adalah sebuah perjanjian yang diadakan di wilayah Hudaibiyah Mekkah pada Maret, 628 M (Dzulqa’dah, 6 H). Hudaibiyah terletak 22 KM arah Barat dari Mekkah menuju Jeddah, sekarang terdapat Masjid Ar-Ridhwân. Nama lain Hudaibiyah adalah Asy-Syumaisi yang diambil dari nama Asy-Syumaisi yang menggali sumur di Hudaibiyah.
Latar belakang
Pada tahun 628 M, sekitar 1400 Muslim berangkat ke Mekkah untuk melaksanakan ibadah umrah. Mereka mempersiapkan hewan kurban. Namun karena saat itu kaum Quraisy di Makkah sangat anti terhadap kaum Muslim Madinah (terkait kekalahan dalam perang Khandaq), maka Makkah tertutup untuk kaum Muslim. Quraisy, walaupun begitu, menyiagakan pasukannya untuk menahan Muslim agar tidak masuk ke Mekkah. Pada waktu ini, bangsa Arab benar benar bersiaga terhadap kekuatan militer Islam yang sedang berkembang. Nabi Muhammad mencoba agar tidak terjadi pertumpahan darah di Mekkah, karena Mekkah adalah tempat suci.
Akhirnya kaum Muslim menyetujui langkah Nabi Muhammad, bahwa jalur diplomasi lebih baik daripada berperang. Kejadian ini diabadikan dalam Alquran sebagai berikut.
وَهُوَ الَّذِي كَفَّ أَيْدِيَهُمْ عَنْكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ عَنْهُمْ
بِبَطْنِ مَكَّةَ مِنْ بَعْدِ أَنْ أَظْفَرَكُمْ عَلَيْهِمْ
وَكَانَ اللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرًا
Dan Dia-lah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan (menahan) tangan kamu dari (membinasanakan) mereka, di tengah kota Mekah sesudah Allah memenangkan kamu atas mereka, dan adalah Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan. QS Al-Fath [48]: 24
Perjanjian
Garis besar Perjanjian Hudaibiyah berisi: “Dengan nama Tuhan. Ini perjanjian antara Muhammad dan Suhail bin ‘Amru, perwakilan Quraisy. Tidak ada peperangan dalam jangka waktu sepuluh tahun. Siapapun yang ingin mengikuti Muhammad, diperbolehkan secara bebas. Dan siapapun yang ingin mengikuti Quraisy, diperbolehkan secara bebas. Seorang pemuda, yang masih berayah atau berpenjaga, jika mengikuti Muhammad tanpa izin, maka akan dikembalikan lagi ke ayahnya dan penjaganya. Bila seorang mengikuti Quraisy, maka ia tidak akan dikembalikan. Tahun ini Muhammad akan kembali ke Madinah. Tapi tahun depan, mereka dapat masuk ke Mekkah, untuk melakukan tawaf disana selama tiga hari. Selama tiga hari itu, penduduk Quraisy akan mundur ke bukit-bukit. Mereka haruslah tidak bersenjata saat memasuki Mekkah”
Manfaat perjanjian
Manfaat Hudaibiyah bagi kaum Muslim adalah:
- Bebas dalam menunaikan agama Islam
- Tidak ada teror dari Quraisy
- Mengajak kerajaan-kerajaan luar seperti Ethiopia-afrika untuk masuk Islam
Hasil
Perjanjian Hudaibiyah ternyata dilanggar oleh Quraisy, tetapi kaum Muslim bisa membalasnya dengan penaklukan Mekkah (Fathul Makkah) pada tahun 630 M
Kaum Muslim berpasukan sekitar 10000 tentara. Di Mekkah, mereka hanya menemui sedikit rintangan. Setelah itu, mereka meruntuhkan segala simbol keberhalaan di depan Ka’bah
Penutup
Pertemuan dan Perundingan Prabowo-Jokowi tidak ada pamrih bagi-bagi jabatan atau politik uang. Tetapi yang benar adalah Prabowo akan mengajukan Proposal yang sama jika beliau menjadi Presiden, yaitu metode yang menjamin keutuhan/kedaulatan NKRI tidak dikendalikan asing dan penegakan hukum dan HAM secara konsisten dan konsekwen, serta kebijakan ekonomi tetap berpihak 100 % kepada rakyat bangsa ini. Apa bila konsep ini tidak di setujui maka kesepakan kedepan tidak akan ada. Dan apabila kesepakatan ini dikhianat, maka Prabowo akan bersama rakyat untuk meneruskan perlawanan.
Pertemuan Prabowo – Jokowi bukan tidak mungkin di boncengi oleh “kepentingan sempit” oleh orang-orang di sekitar Prabowo sendiri atau orang-orang yang terlihat sebagai pahlawan, tetapi mereka di ketahui pada tanggal 21-22 Mei 2019 menikmati bantuan keuangan oleh pihak lawan, yang patut diduga mereka adalah bermain dua kaki ditengah krisis politik di negeri ini. Mereka itulah para pengkhianat sesungguhnya atas bangsa ini, sebab mereka ingin menikmati kemenangan individu diatas penderitaan rakyat bangsa ini.
Namun, saya yakin bahwa Bapak Prabowo akan memegang teguh sumpah prajurit/sapta marga dan kesetiaan kepada NKRI. Sekalipun ada orang-orang bayaran yang di tanam dan dikendalikan oleh pengkhianat rendahan bangsa ini.
Mari kita rapatkan shaf dan jangan mau dipecah oleh issu murahan, in shaa Allah Prabowo masih tetap konsisten untuk timbul dan tenggelam Bersama Rakyat bangsa ini.