Breaking News

Burung Pipit, Cicak dan Nabi Yusuf

Tentang mereka yang terus melakukan aksi memprotes jalannya Pemilihan Presiden 2019 yang penuh kecurangan, mengingatkan kita pada kisah burung pipit dan cicak di zaman Nabi Ibrahim AS.

Saat Nabi Ibrahim AS dibakar oleh Raja Namrud, datanglah burung pipit yang bolak balik mengambil air dan meneteskan air itu di atas api yang sedang membakar Nabi Ibrahim AS..

Cicak yang melihatnya tertawa.“Hai pipit, bodohnya yang kau lakukan itu. Paruhmu yang kecil hanya bisa menghasilkan beberapa tetes air saja, mana mungkin bisa memadamkan api itu?”

Burung pipit pun menjawab, “Wahai cicak, memang tak mungkinlah aku bisa memadamkan api yang besar itu, tapi aku tak mau jika Allah melihatku diam saja saat sesuatu yang Allah cintai dizhalimi.

Allah tak akan melihat hasilnya apakah aku berhasil memadamkan api itu atau tidak. Tapi Allah akan melihat dimana aku berpihak”.

Cicak terus tertawa, dan sambil menjulurkan lidahnya ia berusaha meniup api yang membakar Nabi Ibrahim AS. Memang tiupan cicak tak ada artinya tak menambah besar api yang membakar Nabi Ibrahim AS. Tapi Allah melihat dimana Ia berpihak.

Hikayat ini terjadi sekarang dan akan terus berulang. Saat Alquran dinistakan, suara azan dipermasalahkan, bendera tauhid di bakar dan pembela agama dikriminalisasi.

Aku bertanya padamu kalian semua. Dimana kalian berpihak? Memang, pendapatmu tak akan mengubah sedikitpun takdir Allah. Tapi Allah akan mencatat dimana kalian berpihak

Sementara, pada proses yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengadili sengketa hasil pemilihan presiden yang baru saja selei. Teringat kita akan kisah Nabi Yusuf ‘Alaihissalam. Allah Ta‘ala berfirman,

وَلَقَدْ رَاوَدْتُهُ عَنْ نَفْسِهِ فَاسْتَعْصَمَ ۖ وَلَئِنْ لَمْ يَفْعَلْ مَا آمُرُهُ لَيُسْجَنَنَّ وَلَيَكُونًا مِنَ الصَّاغِرِينَ

“Sesungguhnya aku (mengakui) telah menggoda dia untuk menundukkan dirinya (kepadaku) akan tetapi dia menolak. Dan sesungguhnya jika dia tidak mentaati apa yang aku perintahkan kepadanya, niscaya dia akan dipenjarakan dan dia akan termasuk golongan orang-orang yang hina.”

Kutipan dari ayat ke 32 Surat Yusuf di atas adalah pengakuan seorang perempuan yang telah menggoda Nabi Yusuf untuk melakukan hal tak terpuji, namun tidak berhasil.

Tetapi faktanya di meja pengadilan, Nabi Yusuf tetap dinyatakan bersalah, dan beliau dijebloskan ke dalam penjara. Padahal saksi sudah sangat jelas. Bukti pun sudah diperlihatkan, berupa gamis sang Nabi yang terkoyak di bagian belakang.

Rupanya saksi dan bukti tak ada gunanya jika mahkamah kerajaan telah dikuasai oleh pihak-pihak yang sejak semula memang ingin memenjarakan Nabi Yusuf.

قَالَ رَبِّ السِّجْنُ أَحَبُّ إِلَيَّ مِمَّا يَدْعُونَنِي إِلَيْهِ ۖ وَإِلَّا تَصْرِفْ عَنِّي كَيْدَهُنَّ أَصْبُ إِلَيْهِنَّ وَأَكُنْ مِنَ الْجَاهِلِينَ

“Yusuf berkata, ‘Wahai Rabb-ku, penjara lebih aku sukai dari pada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan aku dari kecurangan mereka, tentu aku akan cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh.”

Ayat berikutnya lantas menggambarkan bahwa Nabi Yusuf sejatinya telah mengetahui bagaimana ia dicurangi sedemikian rupa, namun beliau tetap ridha dengan takdir Allah.

Bukan hanya perempuan itu dan Nabi Yusuf yang tahu tentang kejadian sebenarnya, dalam kitab Tafsir Jalalain juga disebut bahkan penduduk satu negeri pun telah sama-sama menjadikan tragedi tersebut sebagai bahan perbincangan mereka.

Tetap saja, kendali berada di pihak yang curang. Nafsu telah membutakan mata mereka, kekuasaan telah membekukan hati mereka. Maka Nabi Yusuf pun pasrah dengan keputusan tidak adil yang ia terima.

Dari kisah ini kita belajar, bahwa tidak selamanya Allah memenangkan kebenaran. Terkadang Allah memberi pendidikan pada hamba-Nya yang shalih, bahwa dunia ini ada kalanya tidak adil.

Sehingga hamba-Nya semakin rindu akan negeri akhirat, negeri perjumpaan dengan Rabb mereka, negeri di mana keadilan akan tegak dengan kokoh di sana.

Jika semua keadilan telah terpenuhi di dunia, lalu dengan cara apa engkau merindukan negeri akhirat wahai orang-orang mukmin?

Mari kita lanjutkan kembali kisah sang Nabi yang mulia tersebut. Bahwa setelah beliau menerima kekalahan, merasakan penjara, justru semakin terasah kecerdasannya. Ayat ke-37 menguraikan dengan cermat perihal ini.

Kekalahan yang diterimanya, juga menyebabkan semakin tinggi derajatnya di sisi Allah. Bahkan semakin banyak pengalaman yang ia dapatkan setelah itu, yang menyebabkan beliau pun siap mengayomi penduduk Mesir dengan bijaksana.

Rupanya Allah memenangkan kecurangan pada mahkamah Nabi Yusuf, karena Allah Maha Tahu belum waktunya hamba-Nya itu memimpin negeri. Dialah Allah Yang Maha Mengetahui kadar kesiapan masing-masing hamba.

Aduhai, betapa banyaknya kebijaksanaan yang Allah sembunyikan dalam suatu keputusan yang tidak sesuai dengan keinginan kita.

Mari renungkan kembali ayat-ayat Allah dengan keimanan, bahwa pengawasan Allah sesungguhnya tak akan luput terhadap kaum yang jujur maupun kaum yang zalim.

Tugas kita adalah berjuang sebagai bentuk ikhtiar, berdoa, dan selanjutnya mengikuti jejak para Nabi dalam ridha terhadap setiap takdir-Nya, yaitu tawakkal. Tetaplah bersemangat, perjuangan masih panjang.[]

(Artikel ini adalah gabungan dari artikel yang diterima redaksi, tanpa menyebut nama dan sumber tulisan. Demikian pula dengan karikatur yang dirtampilkan di sini)

About Redaksi Thayyibah

Redaktur