Breaking News
(Foto : Hardiwinoto)

BAHAYA RIBA, HUTANG BERBUNGA

Oleh : Luthfi Bashori

(Foto : Hardiwinoto)

 

Membahas Bab Riba, jadi teringat catatan tahun 2017 yang banyak terekam dalam jejak digital, bahwa Indonesia telah menghabiskan uang rakyat kisaran Rp 221,2 triliun hanya untuk membayar bunga utang. Hitungan itu jika dijumlahkan pembayaran bunga utang dari tahun 2000-2015 mencapai Rp 1,499 triliun.

Cuitan MS Ka’ban melalui akun media sosial Twitter, Selasa (22/8/2017), “Utang luar negeri Indonesia tidak mungkin memakmurkan rakyat. Utang itu riba/rentenir yang menyusahkan negara dan rakyat Indonesia.”

Menurut Ka’ban, hutang negara yang terus membengkak sekarang ini akan menjadi senjata makan tuan apabila utang yang banyak itu tidak dapat dibayar.

“Besar pasak daripada tiang itu hampir sama dengan utang luar negeri lebih besar dari kemampuan bayar. Ini isyarat kebangkrutan. Piye iki Pak Presiden? Tega?,” tulis Ka’ban melanjutkan

Riba itu adakalanya dilakukan oleh pihak negara, seperti yang tertera di atas, dan ada pula yang dilakukan perorangan, namun hukum riba tidak pernah berubah, sejak ada pelarangan riba dalam Alquran yang isinya bahwa Allah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba, maka sejak itu pula hukum riba adalah haram.

Abdullah bin Mas’ud RA mengutarakan, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Riba itu memiliki tujuh puluh tiga bagian. Riba paling ringan adalah seperti halnya seseorang meniduri ibunya. Dan sejahat-jahat riba adalah laksana seseorang yang mengganggu kehormatan orang muslim.” (HR. Ibnu Majah dan Al-Hakim)

Di antara riba yang sering terjadi di tengah masyarakat adalah:

Riba Fadhl

Pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya. Misalnya, cincin emas 22 karat seberat 10 gram ditukar dengan barang lain dari emas 22 karat, namun seberat 11 gram. Kelebihannya itulah yang termasuk riba.

Riba Qardh

Pinjam-meminjam dengan syarat harus memberikan kelebihan saat mengembalikannya. Misalnya, si A bersedia meminjami si B berupa uang sebesar Rp. 500.000, (lima ratus ribu rupiah), asalkan si B berjanji mengembalikannya sebesar Rp1.000.000, (satu juta rupiah). Kelebihan atau bunga pinjaman itulah yang disebut dengan riba, dan jenis riba Qardh ini yang diterapkan oleh pihak bank.

Riba Yad

Akad jual beli barang sejenis dan sama timbangannya, namun penjual dan pembeli berpisah sebelum melakukan serah terima, seperti penjualan kacang atau ketela yang masih ada dalam tanah.

Riba Nasiah

Akad jual beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian. Misalnya, membeli buah-buahan yang masih kecil-kecil di pohonya, kemudian diserahkan kepada pembelinya setelah buah tersebut berukuran besar atau layak dipetik. Contoh lain adalah membeli padi pada musim kemarau, tetapi diserahkan setelah panen dimusim semi.

Dalam urusan yang terkait dengan riba ini, jauh-jauh hari Rasulullah SAW telah memperingatkan umat Islam, sebagaimana Abbas RA menginfokan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Apabila riba telah merata di seluruh kampung, berarti mereka telah menghalalkan adzab Allah terhadap diri mereka.” (HR. Al-Hakim).

Menurut informasi yang disampaikan oleh Jabir RA, bahwa Nabi Muhammad SAW melaknat pemakan riba, pembayarnya, penulisnya, dan dua orang saksinya, dan beliau SAW bersabda, “Orang-orang itu semuanya sama saja !” (HR. Muslim).

Dalam ancaman yang lain, Amr bin ‘Ash RA mengatakan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tiada suatu kaum yang di tengah mereka tersebar riba, melainkan mereka pasti akan ditimpa bencana, dan bilamana suap-menyuap telah merajalela di tengah mesyarakat, mereka pasti ditimpa ketakutan.” (HR. Ahmad).

Ibnu Mas’ud RA juga mengemukakan, bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tiada seorang yang mengumpulkan kekayaan dengan cara riba, melainkan pada akhirnya ia akan berada dalam ketidakberdayaan.” (HR. Ibnu Majah).

About Redaksi Thayyibah

Redaktur